Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Zaenuddin Endy

Menyelami dan Memaknai Pesan Puang Makka: Jangan Jadikan NU Batu Loncatan Popularitas

Puang Makka berpesan: NU adalah warisan yang harus dijaga, bukan alat yang bisa digunakan sesuka hati.

Editor: AS Kambie
zoom-inlihat foto Menyelami dan Memaknai Pesan Puang Makka: Jangan Jadikan NU Batu Loncatan Popularitas
dok.tribun
Zainuddin Endy, Generasi Muda NU

Oleh: Zaenuddin Endy 
Koordinator Kader Penggerak NU Sulsel*

TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam setiap organisasi besar, selalu ada godaan untuk menjadikan kekuatan kolektif sebagai alat bagi ambisi pribadi. 

Hal itu tidak terkecuali untuk Nahdlatul Ulama (NU), organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yang memiliki pengaruh besar di berbagai aspek kehidupan, baik sosial, budaya, maupun politik. 

Dalam pesan perpisahannya sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Habib Syekh Sayyid ARahim Assegaf, yang akrab disapa Puang Makka, memberikan pengingat penting: NU bukanlah batu loncatan untuk popularitas dan jabatan.

Pesan ini sederhana tetapi sangat mendalam. Puang Makka ingin memastikan bahwa NU tetap setia pada khittah-nya sebagai organisasi yang melayani umat, bukan menjadi kendaraan politik bagi segelintir pihak.

Pesannya ini menjadi peringatan sekaligus refleksi tentang tantangan yang dihadapi NU di tengah perubahan zaman.

Sebagai organisasi yang berdiri di atas prinsip ahlussunnah wal jamaah, NU memiliki misi besar untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.

 Dalam praktiknya, NU tidak hanya bergerak di bidang keagamaan, tetapi juga di bidang pendidikan, sosial, dan pemberdayaan masyarakat.

Dengan jutaan anggota yang tersebar di seluruh Indonesia, NU memiliki pengaruh besar yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan.

 Namun, di sinilah tantangan muncul: bagaimana menjaga agar pengaruh besar ini tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Pesan Puang Makka mengingatkan kita bahwa NU adalah rumah besar umat yang harus dijaga kesuciannya. 

Ketika organisasi sebesar NU mulai dijadikan batu loncatan untuk popularitas atau jabatan, maka esensi keberadaannya sebagai pelayan umat akan terkikis. 

NU tidak lagi menjadi tempat untuk memperjuangkan keadilan dan kemaslahatan, tetapi berubah menjadi arena kompetisi politik.

Godaan untuk menjadikan NU sebagai batu loncatan popularitas dan jabatan bukanlah hal baru. 

Dalam dunia politik Indonesia, NU memiliki pengaruh yang signifikan karena dukungan besar dari umat. 

Tidak jarang, tokoh-tokoh NU yang karismatik menjadi pusat perhatian publik, baik di panggung politik maupun sosial. 

Namun, popularitas ini sering kali disalahartikan sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

Popularitas dan jabatan memang tampak menggiurkan. 

Bagi sebagian orang, menjadi tokoh NU berarti memiliki akses luas ke jejaring sosial, ekonomi, dan politik. 

Namun, di balik kilau ini, ada tanggung jawab besar yang sering kali diabaikan: tanggung jawab untuk menjaga integritas organisasi dan melayani umat tanpa pamrih.

Di tengah dinamika sosial dan politik yang semakin kompleks, menjaga integritas NU bukanlah tugas yang mudah. 

NU sering kali dihadapkan pada berbagai kepentingan, baik dari dalam maupun luar.

Di satu sisi, ada tekanan dari pihak-pihak yang ingin memanfaatkan NU untuk agenda tertentu.

Di sisi lain, ada tantangan internal berupa ambisi pribadi yang sering kali bertabrakan dengan nilai-nilai organisasi.

Puang Makka, melalui pesannya, mengajak para jamaah NU untuk kembali pada prinsip-prinsip dasar organisasi. 

NU didirikan untuk melayani umat, bukan untuk menjadi alat bagi mereka yang ingin meraih kekuasaan. 

Dalam konteks ini, penting bagi para pemimpin dan anggota NU untuk selalu mengingat tujuan mulia organisasi dan menjauhkan diri dari godaan popularitas dan jabatan.

Untuk memastikan bahwa NU tetap setia pada khittah-nya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan.

 Pertama, NU perlu memperkuat kaderisasi yang berbasis pada nilai-nilai organisasi. 

Kader NU harus dididik untuk memahami bahwa NU adalah wadah pengabdian, bukan kendaraan politik. Kedua, transparansi dalam pengelolaan organisasi harus ditingkatkan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. 

Ketiga, dialog internal harus terus digalakkan untuk memastikan bahwa NU tetap berjalan sesuai dengan tujuan awalnya.

Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga integritas NU. 

Umat harus kritis dan waspada terhadap upaya politisasi NU, baik dari pihak internal maupun eksternal. 

Dengan keterlibatan aktif dari seluruh elemen, NU dapat terus menjadi organisasi yang melayani umat tanpa terkontaminasi oleh ambisi pribadi.

Pesan Puang Makka adalah pengingat penting bagi kita semua, terutama bagi mereka yang terlibat dalam organisasi sebesar NU. 

NU adalah warisan yang harus dijaga, bukan alat yang bisa digunakan sesuka hati. 

Ketika kita menjadikan NU sebagai batu loncatan untuk popularitas dan jabatan, kita tidak hanya mengkhianati tujuan organisasi, tetapi juga mengkhianati umat yang telah mempercayakan hidup mereka pada NU.

Mari kita jadikan pesan Puang Makka sebagai refleksi untuk kembali pada nilai-nilai dasar NU. 

Popularitas dan jabatan mungkin tampak menggiurkan, tetapi keduanya tidak akan berarti apa-apa jika kita mengorbankan integritas dan tujuan mulia organisasi. 

Karena pada akhirnya, NU bukan tentang siapa yang memimpin, tetapi tentang bagaimana kita melayani.

*Wallahu A'lam Bissawab*

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved