Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kenapa Anies Baswedan Dilarang Jenguk Tom Lembong? Pembelaan Kejagung

Kejaksaan Agung (Kejagung) melarang Anies Baswedan besuk Tom Lembong yang sedang berada di jeruji besi.

Editor: Ansar
Kompas.com
Menteri Perdagangan periode 2015-2016 Thomas Lembong (kanan) berjalan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung di Jakarta, Jumat (1/11/2024). Pemeriksaan tersebut berlangsung selama sekitar 10 jam oleh penyidik Kejaksaan Agung untuk mendalami dugaan kasus korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2015-2016 yang merugikan negara sebesar Rp400 miliar. 

Tom Lembong menjadi tersangka karena empat bukti yang ditemukan penyidik itu mengungkap adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tom Lembong.

Yakni penyimpangan dalam kegiatan importasi gula kristal mentah untuk diproduksi menjadi gula kristal putih.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Kepmenperindag Nomor: 527/Mpp/Kep/9/2024, Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Permendag Nomor 117 Tahun 2015, apa yang dilakukan Tom Lembong ini tidak sesuai aturan.

Sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

“Ini lantas mengakibatkan kerugian keuangan negara, oleh karena itu penyidik telah mendapatkan Alat Bukti Surat,” ungkap Harli.

Pakar Hukum Pidana Soroti Dasar Hukum Kejagung Tetapkan Tom Lembong Tersangka

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Chairul Huda menyoroti lemahnya dasar hukum atas penetapan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016. 

Mengingat belum adanya alat bukti berupa kerugian negara yang jelas dan terverifikasi.

Klaim kerugian negara sebesar Rp 400 miliar dari Kejagung baru disampaikan pada 9 November 2024, sementara penetapan tersangka terhadap Tom Lembong diumumkan pada 29 Oktober.

"Ketika menetapkan orang sebagai tersangka itu, bukti, termasuk alat bukti kan dengan kerugian keuangan negara," ujar Chairul Huda kepada wartawan, Selasa (19/11/2024).

Padahal kata Chairul, berdasarkan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melakukan penahanan terhadap seseorang harus didahului dengan bukti permulaan yang cukup. 

Sehingga menurutnya, jika kondisinya demikian maka status tersangka tersebut ditetapkan terlalu prematur. 

"Jadi sekali lagi, tergambar lah kalau memang eksposnya baru-baru kemarin ini tentang ada kerugian keuangan negara, penetapan tersangkanya prematur adalah seperti itu," jelas Chairul.

Selain itu, lanjutnya, terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menyatakan, penetapan tersangka harus didahului adanya minimal dua alat bukti. 

Putusan MK ini merupakan penjaminan hak asasi tersangka.

Jika yang diberlakukan sebaliknya, menurut Chairul, telah terjadi pelanggaran HAM dalam penetapan tersangka Tom Lembong.

"Nah ini tentu melanggar HAM. Undang-undang menentukan, KUHP menentukan, putusan MK 21 2014 menentukan cari dulu buktinya baru tetapkan tersangka. Ini, ya, tetapkan tersangka dulu baru cari bukti," jelas dia. 

Berkenaan dengan ini, dirinya memandang wajar jika banyak pihak menilai kasus Tom Lembong sarat kepentingan atau tujuan politik alih-alih hukum.

"Menurut saya inilah kalau penyidikan, penetapan tersangka dan penahanan tidak dilakukan untuk tujuan hukum. Tapi untuk tujuan-tujuan lain di luar hukum, termasuk tujuan politik," ungkapnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved