Partai Gelora Serang Mahmakah Konstitusi Usai Puji-puji, Sebut Putusan Bertentangan Konstitusi
MK telah membuat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dengan mengubah syarat pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada serentak 2024.
TRIBUN-TIMUR.COM - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) serang Mahkamah Konstitusi (MK) setelah keluarkan putusan soal usia minimal calon kepala daerah.
MK telah membuat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dengan mengubah syarat pengusungan pasangan calon (paslon) di Pilkada serentak 2024.
Partai Gelora atas nama Muhammad Anis Matta sebagai Ketua Umum dan Mahfuz Sidik sebagai Sekretaris Jenderal, merupakan salah satu pemohon.
Karena gugatan itu, MK memutuskan mengubah aturan pencalonan kepala daerah di Pilkada.
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik menyampaikan pihaknya menghormati keputusan MK tersebut.
"Kami menghargai putusan MK soal ini yang memberikan kesempatan pada partai yang tidak punya kursi (non seat) untuk mencalonkan," kata Mahfuz Sidik, Sekretaris Jenderal Partai Gelora dalam keterangannya, Rabu (21/8/2024).
Selama ini, kata Mahfuz, hanya partai politik yang punya kursi di DPRD yang bisa mencalonkan, sementara yang tidak punya kursi, tidak bisa.
"Sekarang yang tidak punya kursi juga dikasih kesempatan. Kami menyampaikan apresiasi putusan MK soal ini," katanya.
Namun dalam putusannya kata Mahfuz, MK yang mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian, justru memutuskan norma baru pengaturan persyaratan pendaftaran calon kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Mahfuz mengatakan, Partai Gelora sebagai salah satu pihak pemohon menyikapi putusan tersebut.
Adapun Partai Gelora menyampaikan 5 sikap terhadap putusan MK itu.
Pertama kata Mahfuz, menerima putusan MK tentang dihapusnya ketentuan dalam UU Pemilihan Kepala Daerah pasal 40 ayat 3 yang mengatur pengusulan pasangan calon kepala daerah "hanya berlaku untuk partai politik yang memperoleh kursi di DPRD.
"MK menyatakan hal ini bertentangan dengan konstitusi. Hal ini adalah pokok materi gugatan dari Partai Gelora," kata Mahfuz .
Kedua, Partai Gelora mempertanyakan putusan MK yang menghapus ketentuan tentang ambang batas (treshold) syarat pencalonan kepala daerah, yaitu 20 persen kursi dan atau 25 persen suara.
Kemudian MK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.
"Hal ini sama sekali tidak ada dalam permohonan uji materi," katanya.
Ketiga, Partai Gelora menilai bahwa MK telah melakukan tindakan Ultra Petita dengan memutus obyek perkara yang tidak diajukan oleh pemohon (pada pasal 40 ayat 1 UU Pilkada).
"Keempat pengaturan norma baru oleh MK tentang persyaratan pencalonan kepala daerah menimbulkan ketidakpastian hukum baru," katanya.
Kelima, dalam menyikapi putusan MK yang membuat Ultra Petita baru tersebut, hingga menimbulkan ketidakpastian hukum, Partai Gelora mendorong DPR melakukan langkah-langkah legislasi.
"Menyikapi putusan MK tersebut, yang kami nilai Ultra Petita dan menimbulkan ketidakpastian hukum, maka Partai Gelora mengusulkan agar DPR RI dan KPU RI melakukan langkah-langkah legislasi segera," pungkasnya.
8 Partai yang Bisa Usung Calon Sendiri di Pilgub Jakarta Usai Putusan MK, PDIP hingga PSI
Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan dalam UU Pilkada mengenai aturan pencalonan kepala daerah.
Aturan yang diubah MK adalah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah.
Aturan yang diubah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah yang termuat dalam pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 2016.
Dengan demikian partai politik kini bisa mengajukan calon kepala daerahnya bukan cuma dari ambang batas penghitungan persentase kursi di DPR.
Gugatan ini dimohonkan oleh Partai Buruh yang diwakili Ir. H. Said Iqbal, M.E. sebagai Presiden dan Ferri Nurzali, S.E., S.H. sebagai Sekretaris Jenderal (Pemohon I) dan Partai Gelora Muhammad Anis Matta sebagai Ketua Umum dan Mahfuz Sidik sebagai Sekretaris Jenderal (Pemohon II).
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, Selasa (20/8/2024).
Aturan mengenai hal tersebut termuat dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada.
Berikut bunyi pasal sebelum diubah MK:
Pasal 40:
(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25 % (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan.
(2) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik dalam mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika hasil bagi jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menghasilkan angka pecahan maka perolehan dari jumlah kursi dihitung dengan pembulatan ke atas.
(3) Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 % (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dalam aturan itu, perhitungan mengacu pada jumlah kursi DPRD di daerah yang terkait. Kini, MK mengubah aturan tersebut.
Acuannya kini kepada jumlah penduduk yang termuat dalam daftar pemilih tetap (DPT).
MK mengubah Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016. Pasal tersebut kini berbunyi:
“Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2.000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 % di provinsi tersebut.
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2.000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 % di provinsi tersebut.
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 % di provinsi tersebut.
d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta), partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 % di provinsi tersebut.
Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 % di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5 % di kabupaten/kota tersebut.
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 % di kabupaten/kota tersebut.
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5 % di kabupaten/kota tersebut.
Selain itu, MK juga menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Putusan ini diwarnai alasan berbeda Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh serta pendapat berbeda Hakim Konstitusi Guntur Hamzah.
Putusan diputuskan oleh 9 hakim konstitusi.
Dari aturan baru itu, Pilgub Jakarta menggunakan ketentuan huruf c. Yakni, kjabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5 % di kabupaten/kota tersebut.
Sebab, Jakarta memiliki 8,2 juta DPT untuk Pemilu 2024.
Dengan begitu, sedikitnya ada 8 partai yang bisa mengajukan sendiri calon tanpa koalisi, berdasar hasil Pileg 2024 lalu.
Berikut daftarnya:
1.PKS: 16,68 %
2.PDIP: 14,01 %
3.Gerindra: 12 %
4.NasDem: 8,99 %
5.Golkar: 8,53 %
6.PKB: 7,76 %
7.PSI: 7,68 %
8.PAN: 7,51 %
Langsung Berlaku
Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, putusan MK ini langsung berlaku di Pilkada 2024.
"Iya itu langsung berlaku," kata Feri Amsari, Selasa.
Sementara Titi Anggraini, Anggota Dewan Pembina Perludem, pun menyebut Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 ini langsung berlaku untuk Pilkada 2024.
"Sebab, putusan MK ini tidak menyebut penundaan pemberlakuan putusan pada pilkada mendatang seperti halnya Putusan MK terkait Ambang Batas Parlemen No.116/PUU-XXI/2023 (berlaku setelah 2024, yakni di Pemilu 2029)," kata Titi, Selasa (20/8/2024).
Menurut Titi putusan MK soal ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan Putusan MK soal usia calon di Pilpres dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023, yang memberi tiket pencalonan dan digunakan Gibran untuk maju pada Pilpres 2024 yang lalu."
Salah satu yang menjadi sorotan dalam Pilkada adalah Pilgub DKI Jakarta.
Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus memborong hampir semua partai politik untuk mengusung Ridwan Kamil dan Suswono.
Lawannya kemungkinan besar pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana.
PDIP menjadi satu-satunya partai tak masuk dalam koalisi tersebut. Suara PDIP sendiri tidak memenuhi syarat untuk mengajukan calon sendiri berdasarkan aturan sebelumnya.
Namun bila merujuk aturan baru putusan MK, maka PDIP dapat mengusung calon sendiri juga 7 parpol lainnya,
Jakarta punya DPT 8,2 juta pemilih. Sesuai aturan yang diputuskan MK, Jakarta masuk dalam kategori pasal 40 huruf c.
Dalam aturan itu, MK mengklasifikasikan daerah dengan DPT 6-12 juta, maka partai politik bisa mengusung calon dengan perolehan suara minimal 7,5 % .
Pada Pileg 2024, PDIP meraih 14,01 % di Jakarta.
Dengan begitu, PDIP bisa mengajukan calon sendiri tanpa koalisi.
Hal itu juga berlaku bagi 7 parpol lainnya.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.