Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Masjid Besar Nurul Hilal Dato Tiro

Masjid Pertama di Bulukumba Sulsel Berusia 421 Tahun

Masjid Besar Nurul Hilal Dato Tiro di kampung Hila-hila, Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro merupakan bangunan masjid pertama di Bulukumba.

|
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Sukmawati Ibrahim

TRIBUNBULUKUMBA.COM, UJUNG BULU - Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan selain dikenal sebagai negeri panrita lopi, juga dikenal sebagai daerah religi.

Salah satu situs Islam sebagai bukti sejarah penyebaran islam di Bulukumba ialah  bangunan masjid tua.

Masjid pertama di Bulukumba, Sulsel ialah Masjid Besar Nurul Hilal Dato Tiro.

Usianya kini 421 tahun.

Masjid ini berada di kampung Hila-hila, Kelurahan Ekatiro, Kecamatan Bontotiro.

Masjid Besar Nurul Hilal Dato Tiro dibangun tahun 1603 oleh ulama Abdul Jawad alias Khatib Bungsu.

Ia satu dari tiga penyebar agama islam di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang datang dari Minangkabau, Sumatera.

Yakni Dato Ribandang, Dato Fatimang, dan Dato Tiro sendiri.

Ia menyebarkan Islam di Kabupaten Bulukumba hingga Kabupaten Sinjai.

Masjid didirikan dua tahun setelah Karaeng Tiro Launru Daeng Biasa yang bergelar Karaeng Ambibiya bersama istrinya resmi memeluk agama Islam.

Jejak Ulama Minangkabau Penyebar Islam di Bulukumba

Masjid ini berada di bagian timur Ibukota Bulukumba. Jaraknya sekitar 36 kilometer.

Sebelumnya masjid ini pertama kali di atas bukit dibangun oleh Dato Tiro.

Lokasinya sekitar 200 meter dari lokasi masjid sekarang.

"Masjid ini peninggalan Syeh Abdul Jawad alias Khatib Bungsu ulama dari Minangkabau," kata Abd Rauf tokoh masyarakat Ekatiro yang juga mantan Kepala KUA Bontotiro, Rabu (7/8/2024).

Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1625 dengan dilakukan pergantian dinding menggunakan batu gunung bersusun.

Renovasi terakhir dilakukan pada tahun 1998 yakni menggeser arah kiblat.

Selanjutnya tahun 2000-an ini, melengkapi fasilitas termasuk pendingin AC.

Masjid ini memiliki kubah menyerupai atap rumah adat Jawa terdiri dari tiga tingkat.

Dinding jendela diambil dari rumah khas Sulsel, Bugis.

Tak jauh dari bangunan masjid terdapat Sumur Panjang yang disebut Hila-hila.

Munculnya mata air saat Dato Tiro ingin berwudu menunaikan salat.

Karena tak menemukan air, sehingga menancapkan tongkatnya.

Lalu keluarlah mata air yang hingga sekarang tak pernah kering.

Makam Dato Tiro juga tak jauh dari lokasi itu.

Makam ini tetap ramai dikunjungi setiap usai lebaran Idul Adha dari berbagai daerah di Sulsel dan Indonesia.

Pengelolaan masjid ini tak ada bedanya dengan masjid pada umumnya di Bulukumba atau secara umum di Indonesia.

Bagian interior masjid sama seperti masjid pada umumnya.

Yang masih bertahan sampai saat ini pada bagian atap.

Ia mempertahankan berbentuk bangunan jawa dan simbol rumah Bugis.(*)

 

 

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved