Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Sosok Kapolri Hukum Anak Kandung Sendiri ke Pengadilan Kasus Penembakan

Sosok Kapolri menghukum anak kandung sendiri karena kasus hukum namanya Jenderal Widodo Budidarmo

Editor: Ari Maryadi
Harian Kompas
Widodo Budidarmo sewaktu menjabat Kapolri tampak sedang melantik Calon Perwira Polri di Pusdik Candi Semarang. 

TRIBUN-TIMUR.COM -- Sosok Kapolri menghukum anak kandung sendiri karena kasus hukum.

Namanya Jenderal Widodo Budidarmo.

Ia menjabat Kapolri era Orde Baru periode 26 Juni 1974 sampai 25 September 1978.

Jenderal Widodo Budidarmo pernah menghukum putranya sendiri karena melanggar hukum.

Anaknya bernama Agus Aditono. 

Putra Widodo Budidarmo pernah menembak sopir di rumah.

Kejadian tersebut menyebabkan sang sopir meninggal dunia.

Kisah tersebut ditulis dalam buku terbitan Komisi Pemberantasan Korupsi berjudul "Oranye Juice For Integrity, Belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa" terbitan 2014.

Berikut kisahnya dikutip dari buku KPK berjudul "Orange Juice For Integrity belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa" halaman 83:

Widodo Budidarmo

TAK ADA IMUNITAS DI DALAM HUKUM, SIAPA PUN DIA.

Seorang pemimpin harus tegas kepada siapa pun.

Tak peduli anak, istri, kerabat, maupun sahabat, bila melanggar hukum haruslah diproses.

Prinsip itu dipegang teguh oleh Widodo Budidarmo yang pada 1973 menyeret anaknya ke pengadilan.

Kisahnya bermula dari insiden yang melibatkan Agus Aditono, anak Widodo.

Suatu hari, Tono –panggilan akrab Agus Aditono– yang saat itu masih duduk di bangku kelas II SMP, bermain- main dengan pistol.

Tak sengaja, pistol itu meletup dan peluru menyambar sopir mereka.

Sang sopir pun tewas karena insiden tersebut.

Sebagai Kepala Daerah Kepolisian (Kadapol) Metropolitan Jaya, Widodo bisa saja menyembunyikan kasus itu.

Anak buah dan stafnya pun menyarankan hal tersebut.

Menurut mereka, ada baiknya peristiwa itu ditutupi demi menjaga nama baik Widodo.

Namun, Widodo justru mengambil langkah sebaliknya.

Ia membuka peristiwa penembakan itu kepada publik dalam sebuah jumpa pers.

Widodo lantas menyerahkan putranya kepada Kepolisian Sektor (Polsek) Kebayoran Baru untuk diproses secara hukum.

Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Tono dijatuhi hukuman percobaan.

“Bapak bilang, meskipun kamu anak polisi, tetap harus bertanggung jawab. Akhirnya, saya disidang di pengadilan dan dihukum setahun masa percobaan. Sebagai seorang anak, saat itu saya merasakan betul ketegasan Bapak,” kenang Tono.

Profil Widodo Budidarmo

Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Widodo Budidarmo, PSM (1 September 1927 – 5 Mei 2017) adalah Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) antara 1974 dan 1978.

Ia adalah Kapolri beragama Kristen pertama dalam sejarah.

Widodo mengenyam pendidikan umum di HIS (1934–1941), lalu melanjutkan ke Sekolah Teknik (1942–1946).

Semasa dalam pendidikan sekolah menengah itu, ia sudah aktif mengangkat senjata untuk ikut dalam Perang Kemerdekaan di Jawa Timur.

Widodo masih dapat menyelesaikan SMA-nya tahun 1950.

Jenderal Widodo meninggal dunia di Jakarta dalam usia 89 tahun, dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Karier

Widodo kemudian memasuki karier kepolisian, dan belajar di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian hingga lulus pada 1955.

Setelah itu, dia menjabat Kabag Organisasi Polisi di Purwakarta selama tiga tahun, 1956-1959.

Selama masa itu pula dia ikut dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.

Salah satu prestasi Kapolri Widodo Budidarmo adalah ketika Polri sepakat mendirikan Kantor Bersama 3 Instansi (Samsat) di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Ketiga instansi itu masing-masing adalah Polri, Pemda DKI Jakarta dan Perum AK Jasa Raharja mencapai kata sepakat untuk membuka kantor seatap di Polda.

Program bersama ini dioperasikan dalam rangka pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, seperti STNK, BPKB dan lain-lain.

Pada masa Widodo pula Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 tentang Narkotik, tertanggal 26 Juli 1976. Juga, pada masa Kapolri Widodo pula diterbitkan sebuah Skep Kapolri yang khusus mengenai Satama Satwa guna menunjang langkah-langkah operasional Polri (1977).

Pada awal 1960, dia pergi ke Amerika Serikat untuk memperdalam ilmu militernya di US Coast Guard Officers Candidate School, dan rampung tahun 1960.

Pulang dari AS, Widodo menjabat Kabag Operasi Polisi Jakarta Raya (1960). Setelah itu berbagai jabatan disandangnya, berturut-turut menjadi Panglima Korps Perairan dan Udara (1964), Panglima Daerah Kepolisian II Sumatera Utara (1967), dan Kadapol VII Metro Jaya periode 1970-1974.

Di sini, Kadapol Widodo bertanggung jawab atas operasi pengamanan langsung Pemilu 1971 di Jakarta, yang ketika itu agak bersuasana panas.

Bahkan setelah Pemilu, dia juga harus mengamankan Sidang Umum MPR-RI yang berlangsung di Jakarta. Dalam hal ini, Widodo pun diangkat menjadi Anggota MPR-RI.

Selepas menjabat Kadapol Metro Jaya, pada 25 Juni 1974, Widodo dilantik oleh Presiden Soeharto untuk menjadi Kapolri.

Dia memangku jabatan Kapolri selama periode 1974-1978.

Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Widodo, waktu itu tanggal 26 Juni 1974 di Istana Negara oleh Presiden Soeharto, bersamaan dengan pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan KASAL Laksamana MadyaTNI R.S. Subijakto.

Keluarga

Pada tanggal 4 Juni 1955, Widodo menikah dengan Darmiati Poeger.

Dan dikaruniai tiga orang anak; Martini Indah (1957), Agus Aditono (1959) dan Destina Lestari (1961).

Anak pertama menikah dengan Alex Tangyong dan dikaruniai seorang putra - Johann F. Tangyong (1984).

Anak bungsunya menikah dengan Johannes Tangyong dan dikaruniai dua orang anak - David Y. Tangyong (1989) dan Kezia A. Tangyong (1992).

Sumber: (Buku KPK Orange Juice For Integrity belajar Integritas kepada Tokoh Bangsa/Wikipedia)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved