KPK
Ingat Korupsi Rp940 M Djoko Tjandra, 5 Kali Lebih Ringan dari Vonis SYL
Vonis hukuman untuk Djoko Sugiarto Tjandra lebih ringan 5 kali lipat dari vonis Syahrul Yasin Limpo.
TRIBUN-TIMUR.COM- Tribuners tentu masih ingat dengan terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali Djoko Tjandra.
Pasalnya Polri menangkap pria yang mempunyai nama lengkap Djoko Sugiarto Tjandra atau Joko Soegiarto Tjandra dan dijemput aparat kepolisian di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020) malam.
Djoko Tjandra diketahui merupakan satu dari sejumlah nama besar yang terlibat dalam kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Harian Kompas, 24 Februari 2000 memberitakan, Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat.
Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp940 miliar.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.
Baca juga: Kabar Terbaru Kasus Pemerasan Eks Ketua KPK Firli Bahuri ke SYL Pasca Main Badminton
Langkah Djoko Tjandra akhirnya tertahan setelah jaksa mengajukan PK terhadap putusan kasasi MA terkait dengan terdakwa Djoko yang dinilai memperlihatkan kekeliruan yang nyata. PK tersebut diajukan pada 15 Oktober 2008.
Menurut jaksa, putusan majelis kasasi MA terhadap Djoko, Pande, dan Syahril berbeda-beda.
Padahal, ketiganya diadili untuk perkara yang sama, dalam berkas terpisah.
Harian Kompas, 12 Juni 2009 memberitakan, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman terhadap Djoko dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, masing-masing dengan pidana penjara selama dua tahun.
Mereka dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara pengalihan hak tagih piutang (cessie) Bank Bali.
Dalam putusan tersebut, menurut Kepala Biro Huum dan Humas MA Nurhadi, MA juga memerintahkan dana yang disimpan dalam rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.
Baca juga: Kasus Korupsi SYL Lebih Sedikit tapi Hukuman Lebih Berat dari Suap Menteri Gerindra Edhy Prabowo
Sayangnya, sebelum dieksekusi Djoko telah melarikan diri ke Papua Nugini.
Kaburnya Djoko, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 20 Juni 2009, diduga karena bocornya putusan peninjauan kembali oleh MA.
Ketua MA Harifin A Tumpa mengakui kemungkinan bocornya informasi putusan.
Namun, informasi yang dibocorkan belum tentu akurat.
Harifin menyatakan, tidak mungkin bocoran informasi itu berasal dari majelis hakim yang menangani peninjauan kembali Joko Tjandra. Sementara itu, diberitakan Harian Kompas, 19 Juli 2012, Djoko Tjandra diketahui telah berpindah kewarganegaraan menjadi warga Papua Nugini.
Nama Djoko Tjandra baru-baru ini kembali ramai setelah jejak buron itu ditemukan pada 8 Juni 2020.
Meski statusnya buron, namun Djoko disebut bisa bebas keluar masuk Indonesia.
Vonis hakim MA terhadap Djoko lebih kecil dari korupsi pemerasan dari Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo Rp14 miliar lebih dan 30.000 dollar AS.
Hukuman untuk koruptor uang negara hampir Rp1 triliun lima kali lipat lebih rendah dari vonos Syahrul Yasin Limpo.
Baca juga: SYL Divonis 10 Tahun Penjara, Simak 5 Pejabat Lain Anak Buah Jokowi Terlibat Korupsi
Vonis SYL
Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo divonis 10 penjara dalam kasus pemerasan.
Vonis dibacarakan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman kepada Syahrul Yasin Limpo selama 10 tahun penjara.
SYL dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).
"Dan pidana denda sebesar Rp 300 juta subsidair pidana kurungan selama 4 bulan," sambung hakim.
Tak hanya itu, terhadap SYL juga dibebankan membayar uang pengganti 14.147.144.786 dan 30.000 dollar AS.
Majelis Hakim menilai, SYL dan anak buahnya telah melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.