Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dilapor Lecehkan 4 Mahasiswi, Oknum Kadep FISIP Unhas Diberhentikan Sementara

Satgas PPKS Unhas telah merekomendasikan ke rektor agar oknum kadep FISIP yang diduga lecehkan mahasiswi diberhentikan sementara.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Hasriyani Latif
insights_dice
Ilustrasi pelecehan - Oknum kepala departemen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas) yang dilaporkan dugaan pelecehan terhadap empat mahasiswa diberhentikan sementara. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kasus oknum kepala departemen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas) yang dilaporkan dugaan pelecehan terhadap empat mahasiswi, terus berlanjut.

Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof Farida Patittingi mengatakan saat ini pihaknya terus mengusut dugaan pelecehan tersebut.

Bahkan, terduga pelaku telah direkomendasikan ke rektor untuk diberhentikan sementara dari jabatannya.

"Belum selesai pemeriksaan masih proses tapi kami sudah merekomendasikan untuk pemberhentian sementara," kata Prof Farida dikonfirmasi wartawan, Jumat (28/6/2024).

Dirinya mengaku belum bisa membeberkan secara gamblang kasus tersebut karena masih dalam proses pemeriksaan.

Baca juga: Indentitas Pelaku Pelecehan Seksual di Gowa Ternyata Mahasiswa Doktoral dan Pengurus Masjid

Setelah pemeriksaan selesai, kata dia, hasilnya akan memberikan rekomendasi kepada rektor untuk menentukan sanksi yang diberikan.

"Ketika kami merekomendasikan ke Pak Rektor dan Pak Rektor memberikan keputusan," ujar wakil rektor III itu.

"Kan itu Satgas hanya membantu pimpinan perguruan tinggi di dalam melakukan penanganan kasus kekerasan seksual jika ada. Baru merekomendasikan. Sanksi itu diputuskan oleh Rektor," bebernya.

Diketahui, Satuan Tugas (Satgas) Unhas terus mendalami laporan kasus dugaan pelecehan empat mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP).

Laporan pelecehan seksual itu, diduga dilakukan oknum ketua departemen (Kadep) terhadap empat mahasiswi semester akhir.

"Saat ini sedang kami tangani. Karena ada laporan dari mahasiswa," kata Ketua Satgas yang juga WR III Unhas, Prof Farida Patittingi dikonfirmasi, Rabu (26/6/2024) sore.

Sejauh ini, kata dia, proses pendalaman terkait laporan itu masih berjalan lancar.

"Tidak ada hambatan semua proses berjalan lancar. Yang melapor ada 4 orang," ujarnya.

Proses pendalaman lanjut Prof Farida, telah diatur dalam Permendikbud.

Aturan itu kata dia, menekankan agar pelapor atau korban harus tetap menjalankan proses akademik.

"Sesuai SOP Permendikbud kita sampaikan kepada mereka (korban dan pelaku) tidak boleh proses akademik berhenti, pada mahasiswa kita, tidak ada proses terganggu," jelasnya.

Selain itu, Satgas Unhas kata Farida juga telah menawarkan pendampingan kepada para pelapor.

"Kita sudah menawarkan (pendampingan) kalau memang dibutuhkan oleh korban, sejauh ini korban mengatakan belum membutuhkan pendampingan psikologis maupun pendampingan lainnya," ungkapnya .

Sementara untuk terlapor lanjut Faridah, masih akan diperiksa sebelum rekomendasi putusan diserahkan ke rektor.

"Yang terlapor sementara kita masih akan memberikan rekomendasi kepada rektor berdasarkan hasil pemeriksaan," bebernya.

4 Mahasiswi Melapor Dilecehkan

Empat mahasiswi semester akhir FISIP Unhas Makassar melaporkan dirinya menjadi korban pelecehan seksual.

Terlapornya atau yang diduga pelaku adalah oknum kepala departemen.

Dekan FISIP Unhas Prof Sukri Tamma yang dikonfirmasi, membenarkan adanya laporan terkait dengan pelecehan seksual itu.

Menurutnya, permasalahan tersebut telah ditangani dengan membentuk Satgas yang diketuai WR III Prof Farida Patittingi.

"Permasalahan ini sudah ditangani Satgas, di Unhas kan ada Satgas, dipimpin oleh ibu WR III Prof Farida," kata Prof Sukri.

"Itu sudah ditangani sejak beberapa waktu lalu. Ini infonya baru sekarang memang," sambungnya.

Prof Sukri menjelaskan, kasus penanganan dugaan pelecehan seksual di internal kampus telah terikat kode etik.

Kode etik itu kata dia, bertujuan untuk merahasiakan identitas pelapor ataupun terlapor sebelum ada keputusan hasil akhir pemeriksaan.

"Kita menjaga kedua belah pihak, itu kenapa kemudian sampai saat ini memang ditangani berdasarkan kode etik yang ada," jelasnya.

Hasil koordinasi sementara dirinya dengan Satgas, lanjut Prof Sukri, masih menunggu rekomendasi.

"Sebenarnya posisi kita saat ini menunggu rekomendasi hasil konfirmasi klarifikasi Satgas bagaimana yang ada," ungkapnya.

Adapun dugaan pelecehan itu dialami empat mahasiswi saat mereka mengurus perkuliahan di ruangan si oknum Kadep.

Untuk mencegah aksi serupa terulang, Prof Sukri mengaku, pihaknya telah melakukan upaya preventif atau pencegahan.

"Untuk preventif, kami sudah meminta kepada Kepala Departemen (Kadep), seluruh proses tetap dilakukan dengan tidak harus melewati kadep," jelas Prof Sukri.

"Saya sebagai dekan juga meminta itu tidak harus melalui kadep. Bisa langsung ke dekan begitu. Ini yang kami lakukan," tuturnya.

Pelecehan Terjadi karena Relasi Kuasa

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lembaga pendidikan masih kerap terjadi.

Tempat yang seharusnya menjadi wadah membentuk adab justru masih dikelilingi orang-orang biadab.

Psikolog Universitas Negeri Makassar (UNM) Widyastuti mengatakan, pelecehan di lembaga pendidikan memang masih sering ditemui.

Baca juga: Skandal Pelecehan Seksual di Kampus Diungkap Polisi, Oknum Rektor Langsung Dinonaktifkan

Biasanya, pelecehan dilakoni oleh orang-orang yang punya kuasa. Relasi kuasa yang dimiliki pelaku menjadi senjata untuk melemahkan korban.

"Biasanya pelecehan terjadi karena faktor relasi kuasa, dalam hal ini pelaku dalam tanda kutip berkuasa atau menguasai korbannya," ucapnya dihubungi Tribun Timur, Rabu (26/6/2024).

"Dia sebagai figur yang otoritas terhadap korbannya. Sementara disisi lain si korban tidak berdaya karena faktor banyak hal," sambungnya.

Ketakutan yang menghantui korban menjadi benteng besar untuk menghindari pelecehan.

Korban sering kali membayangkan efek buruk jika melakukan penolakan atau perlawanan.

Mereka sangat rawan diintervensi, apalagi jika dikaitkan dengan akademiknya, takut dipersulit atau bakhkan diancam dengan alasan beragam.

"Mungkin tidak secara eksplisit terungkapkan tetapi karena dia merasa pihak lower sehingga sering kali memang memproyeksikan dirinya bahwa takut," ulasanya.

Ketakutan yang dirasakan oleh korban jika dibiarkan secara terus-menerus justru akan membuat pelaku makin berani.

Misalnya, jika dia melakukan kejahatan ke satu orang lantas tak ada perlawanan maka aksi tersebut akan terus dibiasakan.

"Jika si korban tidak memberikan perlawanan, melaporkan ke atasan atau pihak berwajib, orang ini merasa akan semakin superior. Endingnya dia akan cari korban baru, dan itu terjadi pengulangan akhirnya terjadi habituasi," paparnya.

Selain karena terkungkung rasa takut, korban juga kerap mendapat perlakuan tak pantas jika ia menjadi korban pelecehan.

Rasa malu menjadi beban berat untuk dipikul jika orang lain tahu bahwa korban pernah dilecehkan.

Korban yang seharusnya mendapat perlindungan dan rasa aman justru menjadi korban dobel.

Korban dobel dalam artian mendapat bullyan, dikucilkan, bahkan kerap disalahkan.

"Kadang pandangan orang yang dilapori kalau mereka tidak aware mereka malah justru menyalahkan korban, ah jangan-jangan kau yang pancing, jangan-jangan memang kau pake baju seksi, dan seterusnya," jelasnya.

Stigma seperti ini yang perlu dihilangkan kata Widyastuti agar korban mendapat dukungan dan kekuatan untuk melaporkan kejadian tak senonoh yang dialaminya.

Untuk kasus pelecehan di lingkup pendidikan memang harus dicegah bersama.

Kementerian Pendidikan sudah melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan untuk lembaga pendidikan.

Itu sudah satu langkah yang cukup bagus, termasuk yang dilakukan oleh Unhas dengan membentuk satgas untuk menangani kasus ini.

"Itu hal yang cukup bagus tetapi mereka jangan cuman menunggu, sebaiknya jemput bola, sosialisasi harus lebih banyak bahwa kalau ada mengalami dan melihat ini silahkan melaporkan," tutupnya.(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved