Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Iduladha 2024

Hukum Potong Kuku Jelang Idul Adha 1445 H, Bolehkah?

Idul Adha biasanya bertepatan dengan tanggal 10 Zulhijah berdasarkan kalender hijriah.

Editor: Ansar
TribunMedan.com
Ilustrasi hewan kurban dan potong kuku. Hukum potong kuku sebelum Iduladha 1445 H. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Hukum potong kuku sebelum Iduladha 1445 H.

Bagi Anda yang akan berkurban Idul Adha, sebaiknya perhatikan batas waktu potong kuku sesuai anjuran.

Tak lama lagi umat Muslim merayakan Hari Raya Idul Adha 1445 H.

Idul Adha biasanya bertepatan dengan tanggal 10 Zulhijah berdasarkan kalender hijriah.

Diketahui, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan Idul Adha 2024 atau Lebaran Haji ini jatuh pada Senin (17/6/2024).

Adapun 1 Dzulhijjah 1445 H jatuh pada Sabtu, 8 Juni 2024.

Sementara pemerintah melalui Kementerian Agama baru akan menggelar sidang isbat awal Zulhijah pada Jumat (7/6/2024). 

Sebagaimana diketahui, Hari Raya Idul Adha dirayakan dengan penyembelihan hewan kurban.

Karena itu, Idul Adha sering disebut sebagai Hari Raya Kurban.

Ada larangan yang tidak boleh dilakukan sebelum Idul Adha, salah satunya tidak boleh memotong kuku.

Namun, larangan potong kuku sebelum kurban Idul Adha itu berlaku untuk siapa?

Penjelasan MUI

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan, hukum larangan memotong kuku sebelum Idul Adha adalah sunah bagi mereka yang berkurban.

"Untuk yang berkurban (larangan potong kuku sebelum kurban Idul Adha). Tapi, hukumnya sunah alias tidak wajib," ujar Anwar, dikutip dari Kompas.com.

"Jadi kalau dilaksanakan berpahala dan ditinggalkan tidak berdosa," sambungnya.

Sedangkan, terkait dengan umat Islam lainnya yang tidak melaksanakan kurban, maka hukumnya mubah atau diperbolehkan untuk memotong kuku sebelum Idul Adha.

"Yang tidak berkurban boleh-boleh saja memotong kuku sebelum hari kurban," pungkasnya.

Perbedaan pendapat

Sedangkan, Guru Besar Bidang Ilmu Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Mas Said Surakarta Syamsul Bakri menyampaikan, ada perbedaan hadis yang melarang memotong kuku sebelum kurban Idul Adha.

"Memang ada hadis itu, tapi ulama berbeda pendapat memahami hadis itu," kata Syamsul dikutip dari Kompas.com.

Ada dua pendapat mengenai larangan memotong kuku dan rambut menurut para ulama.

Pertama, larangan memotong kuku dan rambut pada tanggal 1-10 Zulhijah sebelum kurban hanya khusus bagi umat Islam yang berkurban.

Kedua, sebagian ulama mengatakan larangan itu bukan untuk manusia, melainkan untuk memotong kuku dan rambut hewan yang akan dikurbankan.

Kendati demikian, Syamsul menyarankan agar umat Islam Indonesia tidak perlu memotong kuku sebelum penyembelihan hewan kurban.

Namun, apabila dalam kondisi terpaksa atau kondisi penting di mana harus memotong kuku, maka hal tersebut diperbolehkan.

Sejarah Hari Raya Kurban

Selain berkaitan dengan hewan sembelihan, kata Adha pada hari raya ini juga berkaitan dengan sejarahnya loh. Sejarah hari raya Idul Adha bisa ditelusuri hingga zaman Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Nabi Ismail AS.

Sejarah penyembelihan hewan kurban ini berawal ketika Nabi Ibrahim AS mendapatkan ilham saat tidur bahwasanya beliau harus menyembelih Nabi Ismail AS pada tanggal 8 Dzulhijjah (hari tarwiyah).

Menurut tafsir Ibnu Katsir, Nabi Ismail AS adalah anak pertama dari Nabi Ibrahim setelah beliau sempat menunggu selama puluhan tahun.

Sempat meragu, akhirnya Nabi Ibrahim AS yakin bahwa ilham dalam mimpi tersebut adalah benar dari Allah S.W.T pada tanggal 9 Dzulhijjah dan menceritakan mimpinya kepada putranya tersebut.

Kisah mengenai mimpi Nabi Ibrahim AS dan dialog beliau dengan putranya tersebut tercantum dalam surat As-shaffat ayat 102 yang berbunyi:

Artinya: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Dengan persetujuan tersebut, maka tekad Nabi Ibrahim a.s telah bulat untuk mengorbankan putranya. Namun, atas kehendak Allah S.W.T, saat proses pengorbanan berlangsung, tubuh Nabi Ismail  AS diselamatkan dan diganti dengan kambing gibas.

Cerita mengenai penggantian ini tertuang dalam al quran surat as-shaffat ayat 104-107 yang berbunyi:

Artinya:

Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! (104) Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (105). Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (106). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (107).

Nabi Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s adalah nenek moyang bangsa Arab. Oleh sebab itu, tradisi penyembelihan hewan kurban ini dipraktikan turun menurun hingga pada zaman Nabi Muhammad S.A.W meskipun hanya sekadar fisiknya saja (tanpa hakikat Idul Adha itu sendiri). 

Ketika itu, masyarakat jahiliyyah akan menyembelih hewan kurban untuk berhala-berhala mereka, meletakkan daging hewan kurban disekitarnya dan memercikkan darah hasil penyembelihan ke berhala-berhala tersebut (NU Online). Hingga kemudian turunlah ayat al quran surat al-Hajj ayat 37 yang berbunyi:

Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah sama sekali, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.

Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya atas kamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Ayat ini kemudian didukung dengan beberapa hadits secara langsung mengindikasikan bahwa penerimaan Allah S.W.T atas hambanya didasarkan pada keikhlasan hamba tersebut dan bukan berdasarkan besar kecilnya fisik yang dikorbankan.

Perbedaan Idul Fitri dengan Idul Adha

1. Perbedaan ibadah di awal puasa

Sama seperti Idul Fitri, sebenarnya Idul Adha juga didahului dengan puasa.

Bedanya adalah Idul Fitri didahului oleh puasa ramadhan yang hukumnya wajib dan berlangsung selama 1 bulan penuh, sedangkan Idul Adha didahului oleh puasa tarwiyah dan arafah yang hukumnya sunnah (lebih baik dikerjakan, tapi kalau tidak dilakukan tidak mendapat dosa) dan hanya berlangsung selama 2 hari saja. 

2. Perbedaan ibadah di masa setelah hari raya

Perbedaan lain antara Idul Fitri dan Idul Adha adalah umat muslim dilarang puasa selama 3 hari setelah Idul Adha berlangsung.

3 Hari tersebut disebut dengan hari tasyrik.

Adapun pada tanggal 2 syawal (1 hari setelah Idul Fitri), umat muslim sudah diperbolehkan untuk melaksanakan puasa sunnah 6 hari syawal. 

Dari paparan di atas, jelas bahwasanya Idul Adha adalah hari raya yang bermakna untuk memanjatkan puji dan syukur kehadirat tuhan yang maha esa.

Rasa puji dan syukur tersebut diwujudkan dengan sholat Ied dan menyembelih hewan kurban.

Namun demikian, bukan fisik hewan kurban tersebut yang menjadi faktor diterimanya ibadah seseorang dihadapan tuhan, melainkan bagaimana hewan tersebut dikurbankan dengan ikhlas.

Hukum Menyembelih Hewan Kurban Sendiri Menurut Buya Yahya

Hari Raya Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan kurban.

Berkurban merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam yang mampu untuk menunaikannya.

Hewan-hewan disembelih juga beragam, seperti sapi, kerbau, kambing, dan domba yang kemudian dagingnya dibagikan ke masyarakat.

Adapun waktu penyembelihan hewan kurban adalah tanggal 10 Dzulhijjah atau setelah pelaksanaan Salat Idul Adha dan tiga hari setelah tanggal tersebut.

Umumnya, penyembelihan hewan kurban dilakukan setelah Salat Idul Adha.

Namun ada juga beberapa orang atau perusahaan yang menyembelih keesokan harinya.

Bicara tentang penyembelihan, kerap kita lihat sebagian orang melakukan pemotongan hewan kurban sendiri seperti yang dikerjakan Rasulullah SAW.

Seperti penjelasan dalam hadits berikut ini.

“Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkurban dengan dua ekor kambing yang putih kehitaman (bercampur hitam pada sebagian anggota tubuhnya), bertanduk, beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri, beliau mengucapkan bismillah serta bertakbir dan meletakkan kaki beliau di badan kedua hewan tersebut,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Lantas bagaimana hukumnya dalam Islam?

Bolehkah seseorang menyembelih hewan kurban sendiri?

Melalui kanal YouTube Al-Bahjah TV, Buya Yahya memberikan penjelasan terkait hal itu.

“Hukum Menyembelih Hewan Kurban Sendiri - Buya Yahya Menjawab,” demikian isi tulisan dalam video yang diunggah pada 21 Agustus 2018 silam.

Berikut ini penjelasan Buya Yahya dalam video itu.

Apakah boleh menyembelih hewan kurban sendiri sedangkan di lingkungan ada orang alim dan mengerti menyembelih tapi tidak meminta bantuan karena ingin bisa?

Hukum orang berkurban, jika Anda menyembelih sendiri, hukum Anda menyembelih sendiri adalah sunnah.

Jika Anda ingin berkurban dan Anda mampu dan bisa untuk menyembelihnya, tidak perlu alim-aliman, pokoknya pinter aja pegang pisau dan tahu mana yang harus disembelih.

Asalkan Anda bisa menyembelih, maka hukum menyembelih kurbannya sendiri adalah sunnah.

Itu saja, kalau Anda serahkan pada orang lain boleh-boleh saja.

Sunnah, ingat menyembelih kurban sendiri adalah sunnah, sempurna dalam mengabdi, tidak merepotkan orang lain.

Sembelih sendiri, kuliti sendiri, bagi-bagi, sempurna, tidak merepotkan orang lain.

Sunnah menyembelih dan Nabi melakukan itu sendiri, Nabi menyembelih dengan tangan beliau sendiri.

Demikian penjelasan Buya Yahya seperti tertera dalam video, maka hukum menyembelih hewan kurban sendiri adalah sunnah.

Namun jika tidak paham dan ditakutkan salah dalam menyembelih, sebaiknya menyerahkan pada panitia kurban yang memang sudah ahli menyembelih kurban.(*)

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved