Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ingat Kritikan Ahok ke BPK pada 2021 Lalu? Kini Terbukti Dalam Sidang Gratifikasi Kementan

Salah satu oknum auditor BPK disebut meminta uang kepada Kementan sebesar Rp 12 miliar agar memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Editor: Ansar
Kolase Tribun-timur.com
Ahok dan Victor Daniel Siahaan (kanan) saat menjabat Wakil Penanggung Jawab Wasrik BPK RI. 

Pasca-terseretnya anggota BPK ini, tentu menjadi ironi lantaran lembaga yang seharusnya memeriksa pengelolaan keuangan negara, tetapi justru turut terseret dalam pusara dugaan suap, dalam konteks kasus SYL ini.

Bahkan,  Ahok pernah mengkritik peran BPK lantaran tidak ada pihak ketiga yang mengawasi meski sudah ada anggota BPK terjerat kasus korupsi.

Ahok Pernah Kritik Peran BPK, Tak Ada Lembaga Lain yang Awasi

Pada tahun 2021 di kanal YouTube miliknya, Ahok pernah mengkritik peran BPK lantaran tidak ada pihak ketiga yang mengawasi lembaga pengawas keuangan negara tersebut.

Kritik Ahok itu dilandasi dari peran BPK, termasuk saat mengambil sebuah keputusan.

"Jadi semua putusan ada di BPK dan mereka dikasi undang-undang BPK itu, tidak boleh ada pihak ketiga melakukan perhitungan, dia putuskan A harus terima A, selesai Anda," ujar Ahok dalam kanal YouTubenya, Panggil Saya BTP pada 19 November 2021 lalu.

Meski bisa mengajukan keberatan ke badan kehormatan, Ahok tetap mengkritik wadah tersebut lantaran dinilai tidak adil.

Adapun yang dimaksud Ahok karena keberatan yang diajukan justru disampaikan kepada badan yang mengawasi kinerja BPK sendiri.

Ahok beranggapan bahwa hal tersebut menjadi celah bagi oknum untuk dimanfaatkan sebagai cara untuk melakukan suap-menyuap.

"Jadi, ada kesan begini 'tenang kalau BPK sudah periksa dan dinyatakan tidak ada kerugian, aman lah kita," ujarnya.

Lantas, Ahok pun menceritakan pengalamannya saat dipanggil BPK soal kasus sengketa lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras ketika dirinya masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Dia mengatakan saat itu BPK mempertanyakan kerugian negara akibat membeli lahan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang tinggi.

Hal tersebut ditanyakan ke Ahok lantaran, menurut BPK, seharusnya Ahok dapat menentukan NJOP dengan nilai yang lebih rendah ketika masih menjadi Gubernur DKI Jakarta.

"Dia mempersoalkan, kenapa Anda beli tanah dengan harga NJOP, sedangkan Anda seorang gubernur bisa memutuskan NJOP mau berapa."

"Kenapa Anda gunakan NJOP yang mahal, sedangkan di gang-gang belakang ada NJOP yang murah," jelas Ahok.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved