Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

JK dan Megawati Bakal Bertemu Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi, Bahas Apa?

Sudirman memprediksi, keduanya dapat bertemu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus perkara sengketa Pilpres 2024. 

Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
Rencana pertemuan mantan Wapres RI Jusuf Kalla (JK) dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri kembali diungkit. 

Tak ada bisik berbisik bahwa ia mendesakkan keinginan untuk menang dengan cara menggunakan polisi, pegawai negeri, dan segala organ negara lain.

Megawati sangat defisit dalam hal membelanjakan uang negara secara semena-mena guna menyogok rakyat untuk memenangkan dirinya.

Megawati juga tidak mengakali penyelenggara pemilu.

Tak pula menyiasati MK.

Ia menjalani kontestasi sesuai aturan.

Karena itu, ketika ia keluar Istana, ia berhak membusungkan dada dan bebas menoleh ke kiri dan kanan karena ia tidak terbebani oleh dosa demokrasi.

Langkahnya amat ringan.

Tak ada fitnah yang mengikutinya dari belakang.

Ia harum semerbak.

Pada 2014, Megawati mengurungkan niat menjadi calon presiden, dan memberi kesempatan kepada Jokowi.

Megawati mengikuti keinginan rakyat.

Ia tidak memaksakan kehendak agar dirinya dicalonkan oleh PDI-P, partai yang dilahirkan dan dipimpinnya.

Pada Pilpres 2024, lagi-lagi Megawati mendengar keinginan rakyat.

Putri tunggalnya, Puan Maharani tidak didesakkan untuk dicalonkan oleh PDI-P sebagai calon presiden.

Megawati memberikan mandat itu ke orang lain, Ganjar Pranowo.

Dengan rentetan pristiwa tersebut, sangat jelas bahwa Megawati memiliki legitimasi moral kuat untuk melakukan amicus curiae, yang berkaitan dengan hasil pilpres 2024 lalu.

Megawati melakukan itu bukan untuk kepentingan pribadinya karena ia sukses menanggalkan segala hal mengenai kepentingan dan keuntungan pribadinya selama ini.

Maka, tatkala ia berpekik, ia merepresentasi pekikan publik.

Bukan pekikan diri atau dinastinya.

Tatkala Megawati meradang, ia mewakili orang banyak yang juga meradang dalam hal akhlak berpolitik.

Manakala Megawati berseru dan mengharapkan Mahkamah menjadi temannya, ia bermaksud secara serius bahwa seruan dan harapannya, adalah seruan dan harapan warga negara lain

Bukan monopoli diri dan dinastinya. Kita bisa menyaksikan gerakan moral serupa, juga dilakukan oleh para guru besar dari pelbagai perguruan tinggi.

Mereka adalah orang-orang yang ditakdirkan Tuhan menjadi penjaga hati nurani dan moral bangsa.

Mereka bukan makhluk yang penuh siasat dan keculasan untuk merebut tahta kekuasaan.

Para guru besar itu, lahir untuk asyik mencari kebenaran sesuai bidang keilmuan yang mereka miliki.

Mereka lahir hanya untuk mengabdi.

Bukan saling sikut untuk berkuasa tanpa landasan moral.

Para akademisi itu, tak memiliki pretensi.

Tak ada saru dan nihil topeng yang mengelabui kita semua.

Langkah Megawati bersama para guru besar adalah langkah moral yang beredar dalam wilayah hati nurani. Bukan langkah yang berputar-putar tiada ujung dalam wilayah hitung menghitung suara.

Mereka menuntut keadilan substantif. Bukan keadilan statistik. Megawati bersama para guru besar melakukan amicus curiae karena mereka meyakini, para hakim masih memiliki hati nurani, sebagaimana mereka memiliki hati nurani.

Para hakim masih memiliki keteguhan hati untuk menegakkan demokrasi, sebagaimana mereka buktikan selama ini, bahwa demokrasi harus diperjuangkan.

Kesamaan itulah yang membuat mereka bersahabat. Hanya itu yang ada. Tidak perlu ditafsirkan secara liar tujuan dan motif mereka.

John Marshal, Ketua Mahkamah Agung Amerika Serikat yang paling lama (1801-1835) berkata: “The judiciary is the safeguard of our liberty and of our property under the constitution” (lembaga peradilan menjaga kebebasan dan kepemilikan kita, yang dijamin oleh Konstitusi).

Karena fungsinya itu, lembaga peradilan memegang peranan dan tanggungjawab krusial untuk menegakkan prinsip-prinsip fundamental tentang kebebasan dan keadilan dalam masyarakat demokratis.

Semoga para hakim Mahkamah Konstitusi kita, menjalankan prinsip yang sama dengan hakim legendaris Amerika Serikat itu.

Bila demikian, maka Raden Ajeng Kartini, sebagaimana yang dikutip oleh Megawati dalam amicus curiae yang dikirim ke Mahkamah Konstitusi, sangat benar: Habis Gelap, Terbitlah Terang.

Artikel ini diolah dari artikel yang telah tayang di Kompas.com dengan judul Amicus Curiae" Megawati" dan Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved