Forum Dosen
Prof Arismunandar: Catatan Pendidikan Indonesia 2023 'Suram' Jadi PR Besar di 2024
Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sulsel Prof Arismunandar mengatakan, pendidikan jadi syarat utama mewujudkan generasi emas 2045
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pendidikan Indonesia masih suram di 2023.
Hal itu menjadi pekerjaan rumah (PR) di tahun 2024.
Demikian disampaikan Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Sulsel Prof Arismunandar.
Dalam mencapai generasi emas 2045, Prof Arismunandar menilai pendidikan menjadi syarat utama.
Bonus demografi pun sudah ada di depan mata. namun belum didukung akses pendidikan merata.
"Menumpuknya usia produktif dibanding usia non produktif ini bisa berikan kontribusi bagi pendidikan asalkan syaratnya penduduk bisa mengakses pendidikan berkualitas yang merata," jelas Prof Arismunandar dalam diskusi Forum Dosen di Redaksi Tribun-Timur.com, Rabu (27/12/2023).
Baca juga: Forum Dosen Tribun Timur Diskusi Refleksi Tahun 2023 dan Outlook 2024
Ada 3 indikator dilihat Prof Arismunandar dalam menilah pendidikan Indonesia
Pertama, skor PISA atau Programme for International Student Assessment.
Prof Arismunandar menjelaskan, tes PISA diperuntukkan anak usia 5 tahun sampai setara smp untuk 3 mata pelajaran.
Diantaranya matematika, bahasa dan sains.
"Ketika kita membandingkan negara maju kita masih berada di posisi 70 besar dari 79 negara. Misalnya, matematika anak-anak rendah, kalau masuk dikelas kemudian dibagi level misal 6 tertinggi maka 70 persen siswa kita dilevel 1 dan 2," kata Prof Arismunandar.
"Problemnya sama intinya pendidikan Indonesia tidak baik-baik saja," lanjutnya.
Berikutnya, indikator dari hasil assesment kompetensi nasional.
Skor literasi anak di Indonesia masih sangat rendah.
Kisarannya hanya 60 persen dengan kategori literasi minimum.
"Literasi minimum itu kemampuan memahami, menjelaskan (bisa) tapi kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti menganalisis, mengevaluasi masih rendah," jelas Prof Arismunandar.
"Lebih parah keterampilan numerasi masih dibawah angka 50 persen," lanjutnya.
Salah satu penyebabnya, terkait sistem pengajaran di sekolah dasar.
Pengajaran di sekolah dasar dilihat Prof Arismunandar sangat generik
"Yang mengajar matematika di SD guru kelas bukan guru matematika. Yang mengajar bahasa literasi, itu guru kelas juga. Ini problem," jelas Prof Arismunandar.
Terakhir, ada angka partisipasi kasar pada perguruan tinggi.
Akses mengenyam pendidikan tinggi masih rendah.
Hanya ada 31 persen usia perguruan tinggi yang bisa mengakses pendidikan tinggi.
"Lalu kemana 69 persen ini. 69 persen ini tidak bisa mengakses pendidikan tinggi," kata Prof Arismunandar.
"Yang dirasakan di lapangan biaya perguruan tinggi terlalu mahal. Terjadi penurunan jumlah penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi," lanjutnya. (*)
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz
Besok Forum Dosen Dialog Publik Bahas Spirit Pemilu Damai dan Bermartabat 2024 |
![]() |
---|
Idham Khalid: Pertumbuhan Ekonomi Dinikmati Oligarki |
![]() |
---|
Refleksi Hukum Merosot Politisi Berkuasa, Prof Muin Fahmal: Seleksi Ketat 'Driver' Bangsa di 2024 |
![]() |
---|
Firdaus Muhammad Ajak Publik Hindari Jebakan Politik Pencitraan |
![]() |
---|
Syaiful Kasim: Menakar Demokrasi di 2024 Mampukah yang Kalah Bertahan? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.