Profil Zainal Arifin Mochtar Putra Sulsel Ajukan Uji Formil Putusan MK Soal Usia Capres Cawapres
Akademisi UGM kelahiran Makassar Sulsel Zainal Arifin Mochtar mengajukan uji formil terhadap putusan MK mengenai batas usia capres cawapres
TRIBUN-TIMUR.COM -- Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) kelahiran Makassar Sulsel Zainal Arifin Mochtar mengajukan uji formil terhadap putusan Mahkamah Konstitusi mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Uji formil itu diajukan Zainal Arifin Mochtar bersama akademisi UGM lainnya Denny Indrayana.
Zainal Arifin Mochtar adalah putra kelahiran Makassar 8 Desember 1978.
Saat ini ia berprofesi sebagai akademisi fakultas hukum UGM.
Putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres jadi perbincangan publik dalam satu bulan terakhir ini.
MK memutuskan menambahkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden yang termaktub dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Putusan itu pun membuka ruang bagi Gibran Rakabuming Raka maju cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
Meski belum berumur 40 tahun, Gibran Rakabuming Raka bisa maju karena pernah terpilih di pilkada dan menjabat kepala daerah.
Kini mencuat upaya agar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dibatalkan.
Diketahui, dalam putusan MK terbaru itu, kepala daerah yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu) dibolehkan maju sebagai capres-cawapres sebelum berusia 40 tahun.
Adapun upaya pembatalan putusan MK tersebut dilakukan melalui pengajuan uji formil.
Ada dua pakar hukum tata negara yang mengajukan uji formil, mereka adalah Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.
Upaya pembatalan putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres ini berada dalam 'injury time'.
Sebab, tidak lama lagi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI bakal menetapkan capres-cawapres yang akan berlaga ke pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Adapun sejauh ini ada tiga pasangan calon yang telah mendaftar ke KPU RI.
Mereka adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin); Ganjar Pranowo-Mahfud MD; dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Ketiga pasangan calon tersebut telah dinyatakan melengkapi syarat ketika mendaftar ke KPU RI dan lolos tes kesehatan untuk maju di Pilpres 2024.
Minta putusan MK jangan diberlakukan dulu
Dalam gugatannya, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar meminta putusan provisi atau sela, yang salah satunya meminta penundaan berlakunya putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dan menangguhkan segala kebijakan berkaitan dengan putusan itu.
"Menyatakan menunda berlakunya ketentuan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PU-XXI/2023," tulis keduanya dalam gugatannya.
"Menyatakan menangguhkan tindakan/kebijakan yang berkaitan dengan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PU-XXI/2023," tulis mereka lagi.
Denny Indrayana dan Zanial Arifin juga meminta agar komposisi majelis hakim yang mengadili perkara ini tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman.
Pasalnya, Anwar Usman saat ini menjadi hakim dengan laporan dugaan pelanggaran etik serta konflik kepentingan paling banyak menyusul Putusan 90 tersebut.
Ditambah lagi, adanya hubungan kekerabatannya sebagai ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang telah merampungkan pemeriksaan terhadap semua pihak terlapor dan terkait sudah menyimpulkan bahwa Anwar Usman merupakan hakim yang paling bermasalah dalam kasus pelanggaran etik ini.
"Menyatakan memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan para pemohon dengan komposisi hakim berbeda dari Putusan 90/PU-XXI/2023 dengan mengecualikan Yang Mulia Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H," tulis Denny dan Zainal.
Desak sidang kilat
Kemudian, masih dalam gugatannya, Denny dan Zainal meminta putusan provisi atau sela, yang salah satunya meminta agar sidang uji formil itu dilaksanakan secara kilat.
"Menyatakan memeriksa permohonan para pemohon secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya," tulis keduanya dalam gugatan itu.
"Dalam Pasal 54 UU MK jo Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009 disebutkan, bahwa permintaan keterangan pihak-pihak tersebut tidak bersifat wajib, melainkan pilihan, karena ditulis dengan kata 'dapat', bukan 'wajib," kata mereka lagi.
Hal ini dimohonkan sebab tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden berakhir pada 25 November 2023, sehingga dibutuhkan kepastian hukum segera melalui persidangan secara cepat.
Profil Zainal Arifin Mochtar
Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M. (lahir 8 Desember 1978) adalah seorang Akademisi dan Peneliti Hukum Tata Negara Indonesia serta aktivis pada pada beberapa kesempatan.
Ia adalah Ketua Departemen Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Direktur Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) FH UGM.
Ia termasuk akademisi yang sangat lantang mengkritik pemerintah terutama dalam hal korupsi dan oligarki.
Zainal Arifin Mochtar adalah seorang dosen hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Laki-laki kelahiran Makassar itu penggiat antikorupsi lewat lembaga Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, yang pernah juga membesarkan nama Denny Indrayana, Wamenkumham.
Zainal sempat menjabat Direktur Pukat UGM. Dia merupakan lulusan Fakultas Hukum UGM tahun 2003.
Sebagai penggiat antikorupsi, Zaenal Arifin sering dimintai komentarnya oleh media massa.
Dia beberapa kali tampil di acara Indonesia Lawyers Club yang ditayangkan TVOne, serta pernah dipercaya menjadi moderator dalam debat Capres dan Cawapres pada 2014 lalu.
Pada awalnya Zainal ingin berkuliah di Jurusan Teknik Geologi UGM namun 2 kali gagal dalam mencoba membuat ia melanjutkan studi di jurusan Hukum.
Setelah menyelesaikan S1 nya, Zainal Arifin Mochtar mengambil gelar master hukumnya dari Northwestern University, Amerika Serikat, pada 2006.
Pendidikan
1. S1, Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, 1997-2003
2. S2, Master of Law, Northwestern University, 2004-2006
3. S3, Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada, 2007-2012
(Sumber: Kompas.com/wikipedia)
Munafri Arifuddin Melayat di Rumah Duka Fotografer DPRD Kota Makassar, Kenal Baik |
![]() |
---|
Mobil Wakil Walikota Makassar Aliyah hingga Anggota Dewan Hangus Terbakar di DPRD Makassar |
![]() |
---|
Harga Emas Kota Makassar 30 Agustus 2025 |
![]() |
---|
BREAKING NEWS: Laga PSM Makassar Vs Persebaya Surabaya Ditunda Usai 2 Gedung DPRD Terbakar |
![]() |
---|
Foto-foto Kondisi Terbaru Gedung DPRD Makassar Terbakar, Puluhan Mobil Tinggal Puing, Staf Tewas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.