Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Maqbul Halim Sebut Pilkada Serentak November 2024 Bisa Sulitkan Keluarga Jokowi

Hal berbeda jika pilkada serentak digelar pada September 2024. Jokowi masih menjabat Presiden.

|
Editor: Ari Maryadi
Instagram
Maqbul Halim 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Praktisi netisen asal Makassar, Maqbul Halim, menilai wacana percepatan Pilkada 2024 berpeluang menguntung keluarga Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Sebaliknya, Maqbul Halim menilai gelalan pilkada serentak pada 27 November 2024 bisa menyulitkan keluarga Jokowi di arena.

Hal itu disampaikan Maqbul Halim dalam cuitan di Twitternya menanggapi wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.

Maqbul Halim mengatakan, jika Pilkada digelar pada November 2024, Jokowi sudah bukan presiden.

"Itu menyulitkan kesuksesan keluarga Pak Jokowi yang ikut pilkada 2024," kata Maqbul melalui cuitannya di Twitter.

Hal berbeda jika pilkada serentak digelar pada September 2024.

Jokowi masih menjabat Presiden.

"Karena itu, rasional jika Pilkada digelar sebelum presiden baru dilantik. Presiden Mempertanyakan Urgensi Perppu Pilkada," kata Maqbul Halim.

Sebelumnya berkembang wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September.

Dilansir dari Harian Kompas, Senin (28/8/2023), Ketua Kelompok Fraksi PDI-P DPR RI, Arif Wibowo mengakui bahwa Komisi II DPR RI telah memperoleh paparan dari pemerintah terkait draf perppu percepatan pilkada.

Secara umum, pilkada akan maju ke September 2024 dan pemungutan suaranya digelar dua tahap, yaitu pada 7 dan 24 September 2024.

Kemudian, kepala daerah terpilih akan dilantik pada akhir 2024.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menilai bahwa wacana percepatan Pilkada 2024 dari jadwal semula 27 November 2024 ke bulan September menimbulkan prasangka.

"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang (DPR dan pemerintah)," ujar Yanuar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2023).

"Perubahan ini akan terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berjalannya tahapan pemilu (pemilihan umum)," katanya lagi.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved