Siapa Opu Daeng Risaju? Kini Jadi Nama Jalan di Makassar Gantikan Nama Jl Cendrawasih
Pergantian nama Jl Cendrawasih menjadi Jl Opu Daeng Risaju bertepatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI).
TRIBUN-TIMUR.COM - Siapa Opu Daeng Risaju?
Nama Opu Daeng Risaju kini resmi menjadi nama jalan di Makassar.
Jl Opu Daeng Risaju menggantikan nama Jl Cendrawasih.
Pergantian nama Jl Cendrawasih menjadi Jl Opu Daeng Risaju akan diresmikan, Selasa (22/8/2023).
Sebelumnya Danny Pomanto juga telah mengganti nama Jl Landak Baru pada tahun 2017.
Nama Jl Landak Baru diganti menjadi Jl Andi Djemma.
Andi Djemma merupakan nama pahlawan asal Luwu.
Lalu siapa Opu Daeng Risaju?
Opu Daeng Risaju adalah salah satu pahlawan asal Luwu, Sulawesi Selatan.
Ia lahir di Palopo pada tahun 1880.
Opu Daeng Risaju memiliki nama asli Famajjah.
Selama hidupnya, Opu daeng Risaju selalu menentang keberadaan penjajah Belanda meski usianya telah senja.
Opu Daeng Risaju atau Famajjah merupakan anak dari pasangan Muhammad Abdullah To Baresseng dan ibunya Opu Daeng Mawellu.
Keduanya merupakan keturunan bangsawan Luwu.
Sejak kecil, Famajjah sudah dibiasakan membaca Al-Quran sampai tamat 30 juz.
Selain itu, dirinya juga mempelajari fiqih dari buku yang ditulis oleh salah satu tokoh penyebar agama Islam di Sulawesi Selatan, Khatib Sulaweman Datung Patimang.
Setelah beranjak dewasa, Famajjah dinikahkan dengan H Muhammad Daud, seorang ulama yang pernah tinggal di Mekkah dan merupakan anak dari teman dagang ayahnya.
H Muhammad Daud kemudian diangkat menjadi imam masjid istana Kerajaan Luwu.
Sejak saat itu nama Famajjah bertambah gelar menjadi Opu Daeng Risadju.
Awal perjuangan Pada tahun 1905, Belanda berhasil menguasai Kerajaan Luwu, sehingga Opu Daeng Risaju dan suaminya harus meninggalkan Kota Palopo dan memilih menetap di Pare-Pare.
Di Parepare, Famajjah aktif sebagai anggota Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Di organisasi tersebut, Opu Daeng berkenalan dengan H Muhammad Yahya, seorang pedagang Sulawesi Selatan yang sudah lama tinggal di Pulau Jawa.
Sekembalinya ke Palopo, Opu Daeng Risadju mendirikan cabang PSII di Palopo pada 14 Januari 1930.
Dirinya kemudian meluaskan perjuangannya yang menimbulkan kekhawatiran bagi pemerintah Belanda dan Kerajaan Luwu.
Dalam Buku Pintar Mengenal Pahlawan Indonesia (2018) karya Suryadi Pratama, kegiatan yang dilakukan Opu Daeng dinilai sebagai kekuatan politik yang membahayakan Belanda.
Hal tersebut membuat dirinya dituduh melakukan tindakan provokasi rakyat untuk melawan pemerintah kolonial dan dipenjara selama 13 bulan.
Peristiwa tersebut membuat Opu Daeng Risadju tercatat sebagai wanita pertama yang dipenjarakan oleh Pemerintah kolonial Belanda dengan alasan politik.
Selain harus berhadapan dengan Belanda, Opu Daeng juga mendapatkan tekanan dari Datu Luwu dan Dewan Adat Luwu.
Di mana Opu Daeng Risadju harus menghentikan politiknya.
Namun, ia tetap memilih dekat dengan rakyat dan meninggalkan gelar kebangsawanannya.
Opu Daeng Risaju mulai kembali aktif pada masa revolusi di Luwu.
Revolusi ini diawali dengan kedatangan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di Sulawesi Selatan yang berkeinginan untuk menajajah kembali Indonesia.
Pemberontakan terhadap NICA mulai terjadi pada saat tentara NICA menggeledah rumah Opu Gawe untuk mencari senjata, akan tetapi tidak menemukannya.
Merasa tidak puas dengan ini, tentara NICA kemudian mendatangi masjid dan menginterogasi orang-orang di dalam masjid.
Akan tetapi, karena masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan, NICA memutuskan untuk mengobrak-abrik masjid bahkan menginjak Al-Quran.
Melihat hal ini, para pemuda memberikan ultimatum kepada tentara NICA di Palopo untuk segera kembali ke tangsinya dan tidak berkeliaran di kota.
Karena ultimatum ini tidak digubris oleh tentara NICA, timbullah konflik senjata yang sangat besar antara tentara NICA dan para pemuda pada tanggal 23 Januari 1946.
Konflik senjata ini kemudian merambat ke kota-kota lainnya di Palopo, salah satunya ialah kota Belopa tempat Opu Daeng Risaju tinggal.
Berjuang melawan NICA
Pada masa revolusi, Opu Daeng Risadju dengan pemuda Indonesia melakukan serangan tentara NICA pada 1946 di Sulawesi Selatan.
Pada saat itulah terjadi konflik senjata yang sangat besar.
Sebulan setelah pnyerangan, ternyata tentara NICA melakukan penyerangan kembali dan berhasil menangkap Opu Daeng Risadju di Lantoro.
Penangkapan tersebut membuat Opu Daeng dipaksa berjalan kaki ke Watampone yang berjarak 40 kilometer dengan usia yang tidak lagi muda.
Hukuman tersebut membuat Opu Daeng mengalami tuli hingga akhir hayatnya. Pada tanggal 10 Februari 1964, ia meninggal dunia di Palopo dan dimakamkan di pekuburan raja-raja Lokkoe di Palopo.
Opu Daeng Risadju dianugerahi gelar pahlawan berdasarkan Keppres No 85/TK/2006 pada tanggal 3 November 2006.
Dan namanya kini menjadi nama jalan di Kota Palopo, Sulawesi Selatan.(*)
2.800 Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia, UMI Masuk 20 Besar Kampus Terbaik |
![]() |
---|
Kolaborasi Asmo Sulsel-Jasa Raharja, Siapkan Siswa SMK Terampil dan Peduli Keselamatan |
![]() |
---|
Modus Solar Subsidi Terbongkar, Pelaku dari Luwu dan Kolaka Ditangkap di Barru |
![]() |
---|
Ngantuk saat Berkendara, Pemotor Tabrak Truk Parkir Bermuatan Besi di Makassar |
![]() |
---|
UIM Gelar Pelatihan E-Learning di SD Negeri Limbung Puteri Gowa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.