Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Dampak El Nino : Bone Soppeng Wajo Zona Merah!

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.

Editor: Alfian
Tribun-Timur.com
Grafis Dampak El Nino di Sulsel dimana Wajo, Soppeng dan Bone masuk zona merah. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar, Rizky Yudha, mengatakan saat ini wilayah Sulawesi Selatan (Sulsel) berada pada musim kemarau dibarengi fenomena El Nino.

Hal ini membuat cuaca di wilayah Sulsel lebih cerah dan kering.

Akibatnya, curah hujan semakin menurun.

"Memang di wilayah Sulsel saat ini, kan sekarang posisinya musim kemarau, kemudian ditambah saat ini sedang ada fenomena global yaitu fenomena El Nino kategori sedang," ucap Rizky Yudha kepada Tribun, Selasa (15/8/2023).

"Jadi, dari kedua kondisi ini menimbulkan cuaca di wilayah Sulsel secara umum lebih ke cerah hingga cerah berawan, kemudian terjadi pengurangan curah hujan di musim kemarau," sambungnya.

El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya yang terjadi di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timur.

Pemanasan SML ini meningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah sehingga mengurangi curah hujan.

Di Sulawesi Selatan, musim kemarau diiringi El Nino menyebabkan ribuan hektar sawah mengalami kekeringan.

Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sulsel, Imran Jausi, mengatakan telah melakukan pemetaan daerah yang terdampak El Nino.

Pemetaan tersebut didasarkan pada data tiga sampai lima tahun terakhir.

Jika daerah tersebut mengalami kekeringan lahan pertanian lebih dari 5 ribu hektare maka itu masuk dalam kategori zona merah.

Adapun daerah yang masuk kategori zona merah ialah Kabupaten Bone, Soppeng, dan Wajo.

"Memang ada program itu dari Kementan, kita sudah melakukan pemetaan daerah mana saja yang terdampak El Nino yang parah," ucap Imran Jausi.

Kendati demikian, zona merah di tiga kabupaten ini hanya berada di titik atau desa tertentu.

Namun, Imran tidak menjelaskan desadesa mana saja yang mengalami kekeringan.

“Dikatakan zona merah karena wilayah tersebut sudah tidak bisa lagi diharapkan untuk memproduksi padi,” ujarnya.

Untuk tetap menggeliatkan pertanian, kata Imran, maka pemerintah pusat mencanangkan luas tambah tanam untuk mengganti lahan-lahan pertanian yang tidak produktif.

Baca juga: Antisipasi Dampak El Nino, Mentan SYL Dorong Kalsel Jadi Penopang Pangan Nasional

Baca juga: BREAKING NEWS: Efek El Nino, Jeneponto Jadi Daerah Paling Panas dan Kering di Sulsel

Secara nasional, Kementerian Pertanian menarget 500 ribu hektar luas tambah tanam. Sulsel sendiri, kata Imran Jausi, akan menyiapkan 80 hektar lahan untuk luas tambah tanam.

"Kenapa perlu disiapkan karena lahan sawah yang terkena dampak El Nino harus ditutup dengan lahan baru supaya bisa tutupi produksi yang rusak," jelasnya.

Upaya lain yang dilakukan menghadapi El Nino ialah memperbaiki model pengelolaan air.

Terakhir, mempercepat proses penanaman yang biasanya dilakukan 3 pekan pascapanen, sekarang sudah bisa dilakukan 10 hingga 12 hari pascapanen.

Petani Garam

Rizki Yudha menambahkan, jika dilihat dari curah hujan bulanan, daerah paling kering berada di wilayah Sulsel bagian selatan, yakni Kabupaten Jeneponto.

Jika rata-rata suhu di Kota Makassar berada di 34- 35 derajat celcius, maka Jeneponto di atas rata-rata itu.

"Kalau di Jeneponto dimungkinkan lebih tinggi karena datarannya lebih dekat dengan pantai, antara 34-36 celcius," ungkapnya.

Fenomena El Nino ini juga membuat musim hujan mundur dari waktu biasanya.

Normalnya, pada Oktober sudah masuk musim pancaroba atau peralihan dari kemarau ke musim hujan.

Kemudian untuk musim hujan secara keseluruhan wilayah Sulsel normalnya terjadi pada November.

"Tapi karena ada fenomena El Nino, hujan diprediksi mundur. Tapi nanti akan dirilis kembali pada September prakiraan hujan di wilayah Sulsel," pungkasnya.

Petani Gowa

Di Kabupaten Gowa, petani menjerit akibat sawahnya yang kekeringan.

Jabir Daeng Ngemba (45), warga Kelurahan Pangkabinanga, Kecamatan Pallangga, Gowa, mengaku selama musim kemarau mengandalkan suplai air dari irigasi.

Namun, aliran air dari irigasi melalui tanggul kadang tidak mencukupi.(ami/say)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved