Rumah Adat Raja Terbakar
Sejarah Tahun Berdiri Rumah Adat Sao Arung Salohe
Tempat yang aman untuk bermukim saat itu yakni berada di pinggiran sungai, agar akses transportasi sungai mudah dan aman.
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Saldy Irawan
TRIBUNSINJAI.COM, SINJAI UTARA-Rumah Adat Sao Arung (bukan Raja) Salohe di Desa Saotengnga, Kecamatan Sinjai Tengah, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan dibangun pada tahun 1901.
Rumah tersebut awal mula berada di Lembang, Desa Desa Saotengnga.
Rumah itu dibangun di pinggiran sungai Lembang Saotengnga, sebab Indonesia belum aman dari kaum penjajah.
Tempat yang aman untuk bermukim saat itu yakni berada di pinggiran sungai, agar akses transportasi sungai mudah dan aman.
Seluruh gunung di daerah itu dikuasi oleh pemberontak (gurilla).
Setelah dipastikan aman baik dari kelompok penjajah Belanda maupun dari Gurilla, barulah rumah itu dipindahkan di Lempong Cella, Dusun Kaleleng, Desa Saotengnga, pada tahun 1966.
" Karena baru aman saat itu sehingga nenek kami pindahkan rumah adat itu ke Lempong Cella," ungkap Kepala Desa Saotengnga bernama A Mappima Noma sekaligus cucu dari Putta (Arung) Andi Mappima kepada TribunSinjai.Com.
Saat bangunan rumah adat ini berada di Lembang, atapnya masih terbuat dari rumbia.
Sebab kala itu belum ada namanya industri yang memproduksi atap seng maupun genteng, seperti saat ini.
Pada pukul 07.30 Wita tadi pagi, rumah adat itu mengalami kebakaran, Rabu (7/6/2023).
Kebakaran bermula saat pemilik rumah bernama Andi Hadrawi Bin Lannaco membakar sarang tawon di rumah tersebut.
Seluruh isi rumah hangus terbakar.
Termasuk benda pusaka, peralatan rumah tangga, piring peninggalan, hingga lesung penumbuk padi.
Rumah adat ini berada di tengah kebun cengkih warga Kaleleng, Desa Saotengnga, Kecamatan Sinjai Tengah. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.