Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Monumen Masamba Affair

Sejarah di Balik Monumen Masamba Affair, Ikon Luwu Utara

Oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel, Monumen Masamba Affair ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

Penulis: Chalik Mawardi | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN TIMUR/CHALIK MAWARDI
Monumen Masamba Affair di perempatan Jl Jenderal Sudirman-Jl Andi Djemma, Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Monumen ini ditetapkan sebagai situs cagar budaya. 

TRIBUNLUTRA.COM, MASAMBA - Sebuah monumen berdiri kokoh tepat di jantung Kota Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Bangunan di dekat Bandara Andi Djemma Masamba ini diberi nama Monumen Masamba Affair.

Oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, monumen ini ditetapkan sebagai situs cagar budaya.

Di mana situs ini dilindungi UU No 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Serta Perda Kabupaten Luwu Utara No 10 tahun 2018 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya.

Lalu apa sejarah di balik monumen di kota yang berjarak 444 kilometer dari Kota Makassar itu?

Tokoh masyarakat setempat, Arlan Pasajo menceritakan monumen dibangun untuk mengenang peristiwa penyerangan militer Belanda di Masamba pada tanggal 29 Oktober 1949.

"Monumen Masamba Affair dibangun untuk mengenang sejarah perjuangan pemuda Masamba melawan NICA atau Belanda," kata Arlan beberapa waktu lalu.

Serangan terhadap militer Belanda berawal saat Salawati Daud dimandatkan menggalang pemuda Sulsel untuk memberontak melawan Belanda.

Bersama Hasan Lakallu, wali kota perempuan pertama di Indonesia itu berangkat dari Makassar untuk mengajak pemuda Masamba melawan Belanda.

Bersama beberapa pemuda Masamba, seperti Kasim Kasmad dan Bakri Nantang, mereka menyerang tangsi Belanda dan merebut sekitar 20 pucuk senjata.

Bermodalkan senjata rampasan, penyerbuan bergeser ke penjara Belanda dan melepas sejumlah tahanan politik dari Tentara Kawanan Rakyat Luwu diantaranya Andi Attas.

Setalah kejadian itu, mereka lalu bergerilya melanjutkan perjuangan dengan membagi dua pasukan.

Satu pasukan dipimpim Kasim Kasmad dan satunya dipimpin Andi Attas.

Saat bergerilya, perang dengan Belanda pecah di Rompu (Sebuah desa di Kecamatan Masamba saat ini).

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved