Resesi
Ekonomi Sulsel Diprediksi Tetap Stabil dan Mampu Atasi Ancaman Resesi
Secara nasional dan lebih khusus secara regional Sulawesi Selatan (Sulsel), kondisi perekonomian akan tetap stabil dan mampu mengatasi ancaman resesi.
Penulis: Rudi Salam | Editor: Sukmawati Ibrahim
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Banyak negara diramalkan akan mengalami resesi ekonomi pada tahun 2023 akibat tekanan perekonomian tahun 2022.
Secara nasional dan lebih khusus secara regional Sulawesi Selatan (Sulsel), kondisi perekonomian akan tetap stabil dan mampu mengatasi ancaman resesi.
Demikian disampaikan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Sulsel, Supendi saat konferensi pers kinerja APBN regional Sulawesi Selatan di Strasa Cafe & Resto, Jl Bawakaraeng, Makassar, Kamis (26/1/2023).
Hadir pula dalam kesempatan tersebut, Kepala Kanwil DJBC Sulbagsel Nugroho Wahyu Widodo, Plt Kepala Kanwil DJKN Sulseltrabar Chairiah, dan Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Sulselbartra Soebagio.
Supendi memaparkan, tren inflasi bulanan Sulsel selama tahun 2022 lebih fluktuatif dibandingkan tren tahun 2021.
Sepanjang tahun 2022, tekanan inflasi Sulsel terjadi beberapa kali, yakni di bulan April yang didorong oleh imbas naiknya tensi geopolitik Rusia-Ukraina.
“Di bulan Juli yang dipicu oleh kelangkaan minyak goreng, serta di bulan September yang disebabkan oleh penyesuaian harga BBM,” papar Supendi.
Tekanan inflasi Sulsel yang terjadi pada beberapa bulan mendorong tren inflasi tahunan melaju hingga keluar jalur target inflasi yang diharapkan terjaga pada rentang 1±3 persen.
Inflasi tahunan Sulsel paling tinggi terjadi pada September yang dipicu oleh penyesuaian harga BBM.
Terdapat tiga kota di Sulsel yang tercatat mengalami inflasi lebih tinggi dibandingkan nasional sehingga menyebabkan inflasi gabungan Sulsel lebih tinggi dibandingkan nasional.
Inflasi tertinggi di Kota Parepare, sedangkan inflasi terendah di Kota Bulukumba.
Inflasi tahunan pada Kota Watampone, Palopo dan Bulukumba paling besar disumbang oleh kelompok Makanan Minuman dan Tembakau.
Sementara inflasi di Kota Makassar disumbang oleh kelompok Transportasi.
Adapun kontributor terbesar terhadap inflasi Kota Parepare adalah tarif air minum PAM.
Supendi mengatakan, di tengah tekanan inflasi global, ekonomi Sulsel secara konsisten tumbuh positif menuju target pemerintah.
“Kinerja positif hampir dari seluruh sektor usaha dan komponen pengeluaran menguatkan optimisme ekonomi Sulawesi Selatan tetap tangguh menghadapi tren pelemahan ekonomi global,” katanya.
Pada triwulan III 2022, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan mencapai 5,67 persen (yoy).
Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi Sulsel tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,72 persen (yoy), namun tren pemulihan ekonomi Sulsel secara konsisten berlanjut.
“Ini menuju target RKPD Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2022 yang diharapkan berada pada kisaran 5,98 sampai 7,6 persen,” jelas Supendi.
Surplus Necara Perdagangan Berlanjut
Dalam kesempatan itu, Supendi juga memaparkan bahwa surplus neraca perdagangan terus berlanjut mulai awal 2020 hingga akhir tahun 2022.
Per Desember 2022, ekspor tercatat sebesar USD257,69 juta, sehingga neraca perdagangan mencapai USD173,69 juta.
“Dengan demikian, surplus neraca perdagangan Sulawesi Selatan ini terus berlanjut hingga memasuki bulan ke-35, melebihi rekor surplus nasional pada angka bulan ke-31,” papar Supendi.
Secara kumulatif, hingga Januari - Desember 2022, ekspor tercatat sebesar USD2,71 miliar, tumbuh 48,97 persen yoy).
Sementara impor sebesar USD1,20 miliar sehingga surplus neraca perdagangan mencapai USD1,52 miliar. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.