Kilas Tokyo Tribun Timur
'Tetap' Merawat Budaya Bersih
Pakaian dan barang tua yang usang dan kotor dirapihkan atau dibuang. Tidak heran, pengelolaan sampah pemerintah daerah setempat biasanya sibuk.
Bulan lalu anak sulung saya bisa menambah uang saku 3300 yen sekitar 380 ribu rupiah dari menjual buku tua nya yang sudah terbaca.
Perihal ‘Oosouji’, masyarakat Jepang memang sangat menomor satukan nilai kebersihan.
Mereka sudah terbiasa menangani sampah sampah mereka sendiri.
Ruang istirahat di perusahaan selalu bersih tanpa ada petugas kebersihan. Sekolah tetap bersih, meski tanpa petugas kebersihan khusus.
Obsesi hidup bersih ini memunculkan keunikan lain; selama tinggal dinegara ini belum pernah sekalipun saya menerima kertas uang yen yang lecek.
Meski di pasar kecil. Entah kenapa uang kertas mereka sangat bersih nan rapi serasa habis diseterika.
Toilet juga dimana mana sangat bersih nan menawan. Toilet di Jepang bersifat kering, umumnya terpisah dengan bath room.
Ada dua jenis: tipe kloset jongkok dan tipe duduk. Meski tipe jongkok masih banyak, mayoritas rumah tangga menggunakan kloset tipe duduk dilengkapi bidet.
Jenis kloset bidet umumnya berfitur fungsi: automatic flush, water pressure, shower, warm seat memanaskan dudukan secara otomatis di musim dingin, atau fungsi mengeringkan.
Kontrol panel kloset bidet di perkantoran dan hotel makin kompleks: membuka menutup otomatis, automatic deodorizing, berpendar diwaktu malam, menyapa otomatis saat masuk, atau punya sound mengeluarkan kamuflase air agar suara dalam toilet tidak nyaring terdengar.
Bersih bersih bukan hanya budaya Jepang saja. Juga ada di Indonesia dan negara lain. Ini bukan efek DNA atau ras seseorang; tapi soal kebiasaan, kemauan dan sense of hygiene saja.
Jangan sampai tidak subur terawat dan terlupakan oleh kita.
(Doktor alumni Jepang, bermukim di Tokyo)