Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hasil Indeks Bisnis UMKM BRI Q3 2022 Sebut Bisnis UMKM Tetap Tumbuh Meski di Tengah Inflasi

Pertumbuhan positif itu terlihat dari skor indeks bisnis UMKM yang mencapai angka 103,2.

Dok. BRI
UMKM Indonesia catat petumbuhan positif. 

TRIBUN-TIMUR.COM – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) merilis Indeks Bisnis UMKM Kuartal III-2022.

Dalam indeks tersebut, BRI melibatkan sekitar 7.090 responden UMKM yang tersebar di semua sektor ekonomi yang ada di 33 provinsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil laporan, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) disebutkan masih menunjukkan pertumbuhan bisnis yang baik meski berada di tengah tantangan laju kenaikan inflasi.

Adapun pertumbuhan positif itu terlihat dari skor indeks bisnis UMKM yang mencapai angka 103,2. Angka ini dapat diinterpretasikan dalam fase optimis karena skor indeks bisnis berada di atas level 100,0.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, UMKM memiliki multiplier effect yang kuat terhadap perekonomian Indonesia.

Oleh karena itu, BRI berkomitmen untuk terus fokus menumbuhkembangkan UMKM melalui pemberdayaan dan pembiayaan yang komprehensif meski berada di tengah kenaikan inflasi seperti saat ini.

“Sebanyak 60,51 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia berasal dari sektor UMKM. Hal ini yang menjadi perhatian kami untuk menjaga UMKM agar dapat tetap tumbuh dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi, termasuk inflasi. BRI akan terus mengalokasikan sumber yang dimiliki untuk memberdayakan dan menumbuhkembangkan UMKM,” ujar Sunarso dalam siaran pers yang diterima Tribun Makassar, Minggu (20/11/2022).

Sunarso menambahkan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi penopang pertumbuhan bisnis UMKM pada kuartal III-2022.

Pertama, pandemi covid-19 yang cenderung terkendali. kedua, kegiatan tatap muka, baik work from office (WFO) maupun pembelajaran tatap muka (PTM) yang semakin meningkat.

Ketiga, kebijakan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang ditempuh pemerintah pada Agustus 2022, Upaya ini dinilai berimplikasi positif terhadap tekanan inflasi dan daya beli masyarakat sehingga omzet pelaku UMKM masih mampu meningkat.

Meski demikian, Indeks Bisnis UMKM Kuartal III-2022 mengalami penurunan jika dibandingkan kuartal sebelumnya yang memiliki skor 109,4.

Sunarso menjelaskan, penurunan tersebut disebabkan oleh adanya penurunan volume penjualan UMKM setelah Idul Fitri dan kenaikan harga BBM bersubsidi pada September 2022.

Selain itu, Indeks Bisnis UMKM pada kuartal III-2022 juga mengungkap bahwa sebagian pelaku UMKM menurunkan pembelian bahan baku akibat kenaikan harga. Akibatnya, volume produksi pelaku UMKM pun turut mengalami penurunan.

Tak hanya itu, curah hujan yang relatif tinggi juga diindikasikan sebagai penyebab penurunan.

Pasalnya, curah hujan tinggi mampu menyebabkan sejumlah masalah,  seperti gagal panen tanaman hortikultura, nelayan terkendala melaut, serta menghambat aktivitas harian pertambangan dan konstruksi.

“Hampir seluruh komponen penyusun Indeks Bisnis UMKM Kuartal III-2022 mengalami penurunan. Hal terbesar terjadi pada komponen volume produksi dan penjualan saat berakhirnya periode lebaran. Ini membuat permintaan kembali ke level normal,” kata Sunarso.

Meski tak setinggi kuartal sebelumnya, tapi rata-rata harga jual pada kuartal III mengalami kenaikan.

Hal tersebut disebabkan oleh sebagian pelaku UMKM yang memilih untuk tidak menaikkan harga jual agar volume penjualannya tidak semakin tergerus.

Dengan volume penjualan yang terbatas dan kenaikan harga jual yang lebih kecil, omzet penjualan pun jadi ikut menurun.

“Selanjutnya, naiknya harga bahan baku dan penjualan yang melemah juga membuat pertumbuhan pemesanan dan persediaan barang input serta persediaan barang jadi melambat. Di tengah tantangan tersebut, komponen investasi usaha tetap meningkat sejalan dengan optimisme perekonomian Indonesia yang diperkirakan akan tetap baik ke depannya,” tuturnya.

Sementara itu, jika dilihat secara sektoral, bisnis UMKM masih mampu tumbuh walaupun dalam tingkat yang terbatas. Meski begitu, pertumbuhan ini tak terjadi pada sektor pertanian.

Adapun penurunan bisnis UMKM pada sektor pertanian disebabkan oleh harga barang input yang relatif tinggi dan langka.

Selain itu, adanya penyakit pada ternak dan hama tanaman, faktor cuaca yang kurang kondusif, serta turunnya harga beberapa komoditas perkebunan, seperti karet dan kelapa sawit jadi penyebab utama dari stagnasi sektor pertanian.

“Ada juga sektor hotel dan restoran yang mengalami perlambatan pertumbuhan. Ini lantaran tingkat penjualan setelah lebaran kembali ke level normal dan daya beli masyarakat yang menurun,” jelas Sunarso.

Indeks ekspektasi dalam fase optimistis

Meski pertumbuhan bisnis UMKM melambat, tapi sebagian besar pelaku UMKM tetap optimistis terhadap kinerja usahanya pada kuartal IV-2022.

Hal tersebut dapat dilihat dari indeks ekspektasi bisnis UMKM yang berada di level 126,5 atau dalam fase optimistis.

Hasil survei tersebut menyebutkan bahwa efek kenaikan harga BBM bersubsidi cenderung bersifat sementara sehingga pelaku UMKM optimistis bisnisnya dapat lebih ekspansif pada kuartal IV-2022.

Berdasarkan survei Ekspektasi Indeks Sentimen Pebisnis UMKM, skor optimistis pelaku usaha pun ada pada level yang tinggi, yakni 134,6 dan jauh diatas ambang batas 100.

Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan bisnis UMKM, maka sentimen pebisnis UMKM terhadap perekonomian dan usaha secara umum juga menurun. Namun, kondisi ini dinilai masih tetap kondusif.

Hal tersebut tercermin melalui skor Indeks Sentimen Bisnis (ISB) UMKM yang mencapai angka 126,1 pada kuartal II-2022 menjadi 114,6 pada kuartal III-2022.

Meski begitu, ISB UMKM pada kuartal III-2022 masih mampu melewati ambang batas 100,00 sehingga dapat diindikasikan masih kondusif.

“Penurunan tersebut disebabkan oleh turunnya penilaian pelaku UMKM terhadap kondisi ekonomi secara umum. Pada Indeks Situasi Sekarang (ISS), skor optimistis UMKM menurun dari level 109,2 menjadi 94,7. Pelaku UMKM menilai, kenaikan harga BBM bersubsidi membuat pertumbuhan bisnis mereka jadi melambat,” ucap Suanrso.

Terkait kemampuan pemerintah menjalankan tugas utamanya, mayoritas pelaku UMKM tetap yakin jika pemerintah mampu menjalankannya dengan baik.

Kepercayaan tersebut tercermin lewat hasil Indeks Kepercayaan pelaku UMKM kepada Pemerintah (IKP) Kuartal-III 2022 yang berada di level tinggi, yakni 127,2.

Pelaku UMKM memberikan penilaian yang tinggi terhadap kemampuan pemerintah dalam menciptakan rasa aman, tentram, serta dinilai mampu menyediakan dan merawat infrastruktur.

Adapun sebanyak 70 persen pelaku UMKM menilai pemerintah memiliki kinerja yang baik dalam hal penanganan pandemi COVID-19. Namun, hasil IKP ini menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang memiliki skor 133,9.

“Sementara itu, kenaikan harga BBM bersubsidi menyebabkan peningkatan inflasi dan menahan pertumbuhan bisnis UMKM. Namun, indeks komponen ini masih cukup baik atau masih jauh di atas ambang batas 100, yaitu 111,4 pada kuartal III-2022,” ujar Sunarso.

Indeks BRI 2022
Hasil Indeks BRI 2022.

Kenaikan harga BBM bersubsidi, lanjut Sunarso cenderung memberikan pengaruh terhadap kinerja usaha pelaku UMKM.

Meski terdapat sekitar 41,6 persen pelaku UMKM yang melaporkan harga jual produknya meningkat, tetapi ada 67,7 persen pelaku UMKM yang melaporkan total biaya usahanya meningkat.

Kemudian, ada 30,3 persen pelaku UMKM yang menyatakan volume produksi atau penjualannya menurun, 36,1 persen menyatakan nilai penjualan menurun, dan ada 41,2 persen pelaku UMKM menyatakan keuntungan usahanya juga menurun.

Hal tersebut pun menyebabkan 36,6 persen pelaku UMKM mengalami penurunan pendapatan rumah. Di samping itu, terdapat juga 75,4 persen pelaku UMKM yang merasakan kenaikan pengeluaran rumah tangga karena adanya kenaikan harga bahan pokok.

“UMKM menyediakan lapangan kerja yang tinggi di Indonesia, yakni menyerap kurang lebih 119,6 juta tenaga kerja atau 96,92 persen dari total angkatan kerja. Dengan memberdayakan dan mendorong UMKM agar terus naik kelas, BRI percaya bahwa langkah tersebut akan membuka lapangan pekerjaan dan mendorong kesejahteraan masyarakat serta perekonomian Indonesia,” ucapnya.

Informasi terkait survei  

Survei Kegiatan Usaha dan Sentimen Bisnis UMKM BRI melibatkan lebih dari 7.090 responden UMKM yang tersebar di semua sektor ekonomi di 33 provinsi.

Survei tersebut dilakukan oleh BRI Research Institute pada tanggal Selasa (27/9/2022) hingga Senin (17/10/2022).

Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode stratified systematic random sampling melalui proses wawancara. Metode ini dapat merepresentasikan sektor usaha,  provinsi, dan skala usaha.

Wawancara dilakukan melalui telepon dengan pengawasan mutu yang ketat sehingga data yang terkumpul valid dan reliable.

Adapun informasi yang dikumpulkan dalam survei tersebut merupakan persepsi pelaku usaha UMKM terhadap perkembangan dan prospek perekonomian secara umum, sektor usaha responden, serta perkembangan dan proyeksi kinerja usaha responden.

Kemudian, hasil informasi tersebut pun digunakan untuk menyusun Indeks Aktivitas Bisnis (IAB), Indeks Sentimen Bisnis (ISB), serta Indeks Kepercayaan Pelaku (IKP) Usaha UMKM kepada pemerintah.

Indeks-indeks tersebut hadir untuk melengkapi indeks serupa yang telah disusun oleh Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik yang mana survei tersebut dilakukan terhadap pelaku usaha kategori menengah dan besar.

Di samping itu, ada juga informasi mengenai kondisi usaha responden untuk keperluan pemantauan sekaligus menjadi early warning system (EWS) terhadap keberlangsungan usaha debitur UMKM.

Dalam survei tersebut, responden diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan. Adapun setiap jawaban yang diberikan responden dipisahkan ke dalam tiga kategori.

Katagori tersebut adalah jawaban positif atau lebih tinggi, negatif atau lebih rendah, serta netral atau sama saja.

Adapun indeks difusi dihitung dari selisih persentase jawaban positif dengan persentase jawaban negatif ditambah 100. Dalam hal ini jawaban netral diabaikan.

Sebagai informasi, nilai tengah indeks difusi adalah 100 dan memiliki rentang pada kisaran nol sampai 200.

Jika semua responden memberikan jawaban negatif, maka indeks difusi akan bernilai nol. 

Sebaliknya, jika semua responden memberikan jawaban positif, maka indeks difusi akan bernilai 200.

Indeks difusi diatas 100 menunjukkan bahwa jawaban positif melebihi jawaban negatif. Sedangkan indeks difusi dibawah 100 mengindikasikan jawaban negatif lebih banyak dibandingkan dengan jawaban positif.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved