Piala Dunia 2022
Yusuf Manjopai Gila Maradona dan Lionel Messi Tapi Kagumi Franz Beckenbauer
Yusuf Manjopaibikin heboh dan jadi viral nasional pekan ini, setelah rumah panggung, istri, hingga peralatan kerjanya warna Timnas Argentina
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Bukan negara atau timnya, Muhammad Yusuf Manjopai (50), mendukung Timnas Argentina karena manusia-manusianya; ada Mario Kempes, Maradona, Batistuta hingga Messi.
Itulah kenapa nelayan dari dusun pesisir Teluk Mandar, barat Sulawesi itu, tetap fanatik dan selalu jadi anomali personal lan komunal dalam 10 momen Piala Dunia 38 tahun terakhir.
Toh, piala dunia jadi cerita hidup karena manusianya, Kan?
Yusuf Manjopai ini bikin heboh dan jadi viral nasional pekan ini, setelah rumah panggung, istri, 4 anak, cucu, hingga peralatan kerjanya, dia cat dan labeli biru Timnas Tango.
Sementara hampir 40 tahun, ia hidup damai bertetangga dengan pendukung timnas lawan.
"Dan itulah indahnya piala dunia. 3 tahun 11 bulan kita bersaudara tapi satu bulan kita bermusuhan, bersitegang dan bertaruh dan setelah ada juara kita kembali bersaudara."
Yusuf baru akil baligh saat striker Argentina, Diego Armando Maradona (1960-2020) mengangkat tropi piala dunia Mexico '86 di hadapan 114 ribu penonton di Estadio Azteca, Mexico City 29 Juni 1986 silam.
Kala itu, Franz BeckenBauer (77 tahun), baru memulai debut kepelatihannya di timnas Jerman.
Usia BeckenBauer 40 tahun. Ia muda sekali untuk jabatan manajer tim.
Toh, kala dia harus mengakui keunggulan 3-2 timnas Argentina atas Jerman.
Gol "tangan tuhan" Maradona ke gawang Timnas Inggris di babak perempat final, 7 hari sebelumnya, adalah isyarat alam, sekaligus awal kegilaan Yusuf Monjopai, ke sosok Maradona.
BeckenBauer memang kalah kala itu.
Namun, empat tahun kemudian, giliran Maradona kalah.
Tanggal 8 Juli 1990 di Stadio Olimpico, Roma, Italia, gol penalti Andreas Brehme memupus mimpi Maradona cs untuk menggenggam kembali (back to back) tropi untuk kali ketiga (1978, 1986 dan 1990).
Dan, inilah momen BeckenBauer jadi legenda lapangan bola yang belum terpecahkan hingga kini.
BeckenBauer melihat dari dekat tropi Jules Rimet sebagai fans cilik di Munich (1954), mengangkat FIFA World Cup Trophy pertama sebagai kapten (1974), lalu mengenggamnya sebagai pelatih der Panzer 1990.
Kelegendaan Beckenbauer inilah menjelaskan, kenapa Yusuf mengagumi Beckenbauer namun juga tetap jadi fans fanatik Maradona dan Argentina-nya.
Fanatisme Yusuf ke Timnas Argentina, juga sudah melegenda di kampung Karama, sekitar 296 km utara Makassar.
Rumah panggung warisan orangtuanya, saban momen piala dunia, dicat motif timnas Argentina, putih - biru langit.
Di bumbungan rumahnya, logo Orion FC, tim sepakbolanya di masa muda, dia gambar sendiri. Ukurannya raksasa, 6 kali diameter bola.
Di dinding depan dan dalam rumahnya, aneka gambar aksi Messi ditempel, dan dia cetak khusus.
"Ini susah lebih 2 juta habis untuk cet rumah dan gambar," kata Nurmi (48), istri Yusuf.
Sepekan terakhir ini, sejak viral, rumah "Argentina" Yusuf di Kampung Monjopai, juga jadi obyek wisata.
Pelintas di trans utara Sulawesi, km 38 Polewali-Majene, mampir sekadar berswafoto.
Tak hanya Argentina, Maradona dan Messi, di bahu jalan tepat depan rumahnya, Yusuf membuat aksesori 32 tim peseta Piala Dunia Qatar 2022.
Akesoria itu berupa huruf bermotif bendera dan bertulis 32 nama negara, digantung di utasan tali layar kapal sepanjang 3 meter.
Aneka gambar aksi Messi yang mendomimasi rumahnya punya alasan.
Bagi Yusuf Manjopai, Messi adalah titisan sejati almarhum Maradona.
Dia mengenang, debut Messi di Piala Dunia Jerman 2006, adalah juga awal keyakinannya Tim Tango akan membalas kekalahan dari Tim Jerman di Final Roma 1990, 16 tahun sebelumnya.
Toh, keyakinan fans selalu tak sejalan kanyataan di lapangan.
Baca juga: Demam Piala Dunia 2022, Warga Jalan Titang Pasang Bendera Tim Yang Berlaga
Baca juga: Nonton Piala Dunia di Swiss-Belhotel Makassar Hanya Rp119 Ribu, Sudah Termasuk Makan dan Minum
Perih, sebab Argentina kembali takluk di adu penalti 4-2 (1-1) dari Tuan Rumah di Babak perempat final.
Kala itu, Yusuf begitu membenci J Pèkerman, pelatih Timnas Argentina dan memuji kepiawaian Jurgen Klinsmann, pelatih Jerman.
"Andai Messi dimainkan sejak babak pertama, dan Maradona pelatihnya, ceritanya akan lain."
Di laga itu, memang, Messi dibangku cadangkan oleh Pekerman, dan Maradona di bangku penonton.
Dan, 4 tahun kemudian, mimpi nelayan pantai Karama Mandar itu, terwujud.
Di Piala Dunia Afrika 2010, jadi debut Maradona sebagai pelatih dan Messi jadi striker utama Tim Tango.
Dan, lagi Argentina kena kutukan Der Panzer. Di babak, delapan besar, Yusuf harus mengakui bahwa Maradona belum sekelas Joachim Low dalam strategi perang.
Tango dilumat 0-4 oleh Der Panzer. Padahal kala itu, Argentina betabur bintang Eropa; Messi, Teves, Higuain, Aguero, Di Maria, hingga Romero.
Joachim hanya menempatkan Mullër dan Klose untuk mengobrak-abrik mental tim mega-bintang Argentina.
Di Qatar 2022 pekan depan, Yusuf masih tetap setia untuk Messi.
Tim kebanggaannya memulai debut manis melawan Saudi Arabia di group C (22 November).
Dua lawan rumit berikutnya adalah Mexico (26 November) dan terakhir menjajal Polandia (30 November).
Yusuf sadar betul, di usia 35 tahun ini, Messi kian menua dan Argentina bukan tim papan unggulan final di Qatar.
Toh, dia bukan fans kaleng-kaleng. Fanatisme Argentinanya telah dia wariskan ke dua putranya.
"Raja itu guru olahraga dan Rasak pemain bola gayanya seperti Messi juga."
Bagi Yusuf, dan fans fanatik olahraga rakyat global ini, kekalahan adalah ujian. sementara kesetiaan adalah kemenangan sejati.(*)
Baca berita terbaru dan menarik lainnya dari Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita