Peatihan
BBPVP Makassar Gelar Skill Development Center, Harap Bisa Tangani Masalah Pengangguran
Kegiatan ini dilaksanakan tiga hari, Senin-Rabu (7-9/11/2022) di Ruang Bugis 2 Lantai 1 Hotel Teras Kita, Jl AP Pettarani, Makassar.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Muh. Irham
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Balai Besar Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BBPVP) Makassar menggelar Seminar Skill Development Center (SDC). Tujuannya menangani masalah pengangguran.
Kegiatan ini dilaksanakan tiga hari, Senin-Rabu (7-9/11/2022) di Ruang Bugis 2 Lantai 1 Hotel Teras Kita, Jl AP Pettarani, Makassar.
Peserta berjumlah 40 orang. Terdiri perwakilan pemerintah, BUMN, BUMD, akademisi, perwakilan dunia usaha dan dunia industri.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BBPVP Makassar, Fitroh Hanrahmawan menyampaikan, secara prinsip
SDC ini sebuah formula bagaimana memformalkan dalam sebuah forum harmonisasi, kerja sama, kolaborasi semua stakeholder.
Muaranya, ada tawaran formulasi bagaimana membuat skenario untuk penanganan masalah ketenagakerjaan, khusus penanganan pengangguran.
Secara konsep SDC sebenarnya datang dari Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) dan sudah jadi prioritas nasional.
Di Kota Makassar salah satu jadi piloting SDC, bahkan terbilang berhasil. Bagusnya program SDC Kota Makassar kala itu sampai-sampai level provinsi mendirikan dan membentuk forum SDC.
"Harapannya, bagaimana masalah pengangguran dikeroyok (ditangani) secara bersama-sama oleh semua stakeholder yang ada," katanya saat ditemui usai pembukaan SDC, Senin (7/11/2022) malam.
Fitroh menyebut, ada empat pilar harus berperan aktif dalam SDC. Yakni, akademik, bisnis, community dan goverment (ABCG).
Peran dari akademik itu adalah orang-orang dari perguruan tinggi, termasuk dari sekolah menengah kejuruan (SMK). Duduk bersama jadi pengurus dan berperan aktif memberi kontribusi serta solusi.
Kemudian bisnis atau kalangan dunia usaha berperan dalam atasi pengangguran.
"Kalau mereka membuka Lapangan kerja yang luas tentu penyerapannya juga banyak," jelas Fitroh.
Sambungnya, community itu dari masyarakat, LSM atau serikat pekerja.
Mereka juga berkontribusi memberi saran, masukan. Utamanya, apa yang selama ini dituntut, lalu memberikan solusinya.
Terpenting, goverment. Fitroh mengatakan, goverment memiliki tongkat sakti. Makanya, Ketua SDC itu bagusnya dari bupati, wali kota dan gubernur.
"Kalau pimpinan daerah sudah memberikan pemerintah untuk bagaimana organisasi perangkat daerah (OPD), semua instansi sama-sama berkolaborasi, bahkan di level nasional semua kementerian dan lembaga berkolaborasi, kerja keroyokan untuk pengurangan pengangguran, pasti bisa berhasil pastinya," tutur pria 56 tahun ini.
Ia berharap, kehadiran Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi membuat kementerian/lembaga hingga pemerintah provinsi maupun daerah bersatu padu dalam sinkronisasi antara pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi.
Makanya, para peserta SDC ini juga harus merencanakan program yang nyata, bisa diimplementasikan.
Misalnya, bagaimana memasifkan pelatihan, karena pelatihan itu ada di sebelas kementerian/lembaga dan di bawahnya. Diantaranya, ada Kementerian PUPR, Kementerian Koperasi, Kementerian Sosial dan lain-lain. Apalagi, Kementerian Ketenagakerjaan sebagai leading sektor.
"Dengan upaya memasifkan itu, sejumlah tenaga terampil semakin banyak. Dengan calon tenaga kerja yang terampil, otomatis kesempatan bekerja semakin luas. Artinya orang-orang tersebut terserap di pasar kerja. Setelah terampil mudah dapat pekerjaan," jelas Fitroh.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemprov Sulsel, Ardiles Saggaf berharap besar dengan SDC yang dilaksanakan.
Sebab, salah satu program dicanangkan itu adalah SDC bersama pemerintah bisa mengatasi masalah pengangguran.
"Saya tekankan pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam mengatasi pengangguran. Tentu membutuhkan mitra supaya masalah pengangguran dikeroyok bersama-sama," katanya.
Melalui SDC, calon pekerja dapat meningkatkan skill atau keahlian. Lantara perusahaan mudah menerima pekerja jika mempunyai kompetensi yang tersertifikasi.
"Makanya saya tekankan, kompetensi itu paling utama bagaimana sertifikasi kompetensi di kedepankan. Walau memang masalah pendidikan tidak boleh di kesampingkan. Sekarang ini perusahaan dalam menerima pekerja itu paling utama ditanyakan adalah kompetensi. Kalau itu tersertifikasi dengan mudah mereka (calon pekerja) diterima di perusahaan," pungkasnya. (*)