Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gelora Indonesia

DPN Gelora Nilai Pemerintah Abai Soal Gangguan Gagal Ginjal Akut Anak 

Ketua Bidang Kesehatan DPN Partai Gelora, Rina Adeline menilai pemerintah abai terhadap upaya pencegahan kasus gangguan gagal ginjal akut.

Penulis: Darullah | Editor: Muh Hasim Arfah
dok Gelora
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr Siti Fadilah Supari mengatakan, penyebab gangguan ginjal akut pada anak sebetulnya bukan hanya, karena zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). 

TRIBUN-TIMUR.COM- Ketua Bidang Kesehatan DPN Partai Gelora, Rina Adeline menilai pemerintah abai terhadap upaya pencegahan kasus gangguan gagal ginjal akut pada anak. 

Padahal kasus tersebut sudah terjadi terlebih dahulu di India dan Gambia, Afrika Barat.

"Jadi yang perlu saya garis bawahi di sini adalah tentang pengawasan kita yang seperti ketinggalan alarm, sehingga kemudian muncul kondisi-kondisi seperti di India dan Gambia.

Ini sangat mengejutkan, memakan korban jiwa anak-anak generasi mudah kita di bawah 5 tahun, cukup tinggi," kata Rina dalam diskusi Gelora Talk bertajuk 'Gagal Ginjal Akut Mengkhawatirkan Negeri, Bisakah Dihentikan?', Rabu (26/10/2022) sore.

Seharusnya pemerintah melalui BPOM mengawasi obat Sirop yang mengandung zat etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Zat ini menjadi penyebab kematian pada anak-anak yang terjadi di Gambia pada Juni 2022 lalu, agar tidak terjadi di Indonesia.

"Harusnya pada bulan Agustus atau September sudah ada alarm terhadap pengawasan obat-obatan yang dijual bebas, ingredients atau kandungan aditif yang diperbolehkan, tapi semua sepertinya lewat dan lolos dari pengawasan.

Baca juga: Soal Kasus Ginjal Akut, Waketum Gelora Fahri Hamzah: Kami Konsen Perbaikan Sistem

Jangan baru jatuh korban jiwa anak-anak yang tinggi, baru melakukan pengawasan," katanya.

Rina berharap masyarakat terus diberikan edukasi secara terus menerus mengenai pentingnya kesadaran pada sektor kesehatan agar ketika terjadi krisis kesehatan di Indonesia bisa melakukan pencegahan diri sendiri.

"Terakhir yang perlu ditingkatkan lagi, adalah penelitian kedepan perlu cakupan yang lebih luas lagi agar kita tidak tertinggal.

Karena Femopizole, obat gagal ginjal yang didatangkan dari Singapura itu hanya sekedar antidot atau penawar zat racun etilen glikol, tidak menyembuhkan gagal ginjal akut itu sendiri," katanya.

Penyebab Gagal Ginjal Akut

Sementara itu, Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr Siti Fadilah Supari mengatakan, penyebab gangguan ginjal akut pada anak sebetulnya bukan hanya, karena zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Adapun, EG dan DEG merupakan zat kimia pelarut tambahan dalam sirop obat.

Menurut Siti Fadilah, jika diduga penyebabnya tercemar EG dan DEG biasanya bayi terkena karena minum obat sirop. Sebab, yang terjadi di Gambia, Afrika Barat, bayi meninggal setelah tiga hari minum obat sirop tersebut.

"Yang saya tahu, pemerintah mengumumkan sejak ada pasien di RSCM. Kemudian kematiannya meningkat sampai 5-6 kali menunjukkan satu KLB. Tetapi tidak diumumkan berapa banyak korban yang benar-benar dari sirop yang diminum," kata Siti Fadilah.

Baca juga: Gagal Ginjal Akut Ditemukan di Sulsel Sejak Agustus

Siti Fadilah menyebutkan, munculnya gangguan ginjal akut awalnya dari Gambia, Afrika Barat. Diketahui, ada 66 bayi meninggal terkena gangguan ginjal akut karena tercemar zat kimia EG dan DEG.

Hal tersebut disampaikan oleh WHO.

Kemudian di Indonesia, juga mengalami hal serupa, terjadi peningkatan gangguan ginjal akut pada anak sejak Oktober 2022.

Siti Fadilah menuturkan, pemerintah yang menginformasikan jika penyebab karena tercemar EG dan DEG merupakan hal yang kurang tepat.

Seharusnya pemerintah mengumpulkan para ahli untuk mencari penyebab tersebut.

"Jadi belum tentu karena itu (EG dan DEG) saja dan tidak diumumkan berapa persen pasien yang minum obat sirop dan beberapa persen karena yang lain," paparnya.

Dikatakan Siti Fadilah, ada empat hal menyebabkan seseorang bisa terkena gagal ginjal akut di antaranya; Pertama, tercemar EG dan DEG.

Kedua, umumnya karena infeksi biasa atau infeksi luar biasa, misalnya bakteri virus dan lainnya. Penyebab infeksi ini juga ada angka kematian. Sementara kematian gangguan ginjal saat ini meningkat 5 kali lipat. "Ini jangan dilupakan begitu saja," ujarnya.

Baca juga: Obat Gagal Ginjal Akut Gratis

Ketiga, Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C).

MIS-C berkepanjangan akibat long Covid-19.

Keempat, ada hubungannya dengan vaksin Covid-19 atau booster yang diberikan.

Dikatakan Siti Fadilah, secara tidak langsung ibu dari balita sudah booster Covid-19 bisa menjadi perantara untuk menularkan gangguan ginjal akut pada bayinya.

Menurut Siti Fadilah, ada beberapa kejanggalan terkait gangguan ginjal akut ini.

Dalam hal ini, ia menyoroti keputusan pemerintah langsung menyebutkan penyebabnya adalah tercemar EG dan DEG, tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu.

Baca juga: Waspada! Lima Anak di Sulsel Meninggal Dunia Diduga Gagal Ginjal Akut, Tiga Masih Dirawat

Menurutnya, seharusnya pemerintah mengumumkan jumlah orang yang terkena gangguan ginjal akibat minum obat sirop.

Selain mengumumkan jumlah, lanjut Siti Fadilah, pemerintah juga harus menyampaikan secara rinci jenis sirop apa saja yang diminum pasien tersebut.

Selanjutnya, Siti Fadilah juga menyoroti pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang menyampaikan tidak pernah memeriksa kadar EG dan DEG.

Padahal, sirop disebut tercemar jika kadar EG maupun DEG lebih dari 0,1 persen. Hal tersebut tertuang dalam kompendium informasi obat (farmakope) Amerika Serikat maupun Indonesia.

"Kalau satu kemasan obat, kemudian kita tidak tahu EG dan DEG berapa, kita tidak bisa menyalahkan dia dong. Kemudian semua obat sirop distop. Padahal yang tidak boleh yang ada kandungannya EG dan DEG melebihi 0,1 persen," ucapnya.

Selanjutnya, Siti Fadilah menyayangkan kelanjutan dari kasus gangguan ginjal diduga akibat kandungan EG dan DEG pada obat sirop sehingga ada menjadi tersangka.

Menurutnya, seharusnya tidak seperti itu. Sebab, hal terjadi saat ini merupakan kelalaian karena tata kelola.

Pada kesempatan ini, ia membandingkan ketika eranya menjadi Menkes.

"Zaman saya dulu masih andai, masih nurut dengan UU 1945 yang asli, belum kapitalistis, belum liberalistis, belum banget walaupun sudah mulai," ucapnya.

Dikatakan Siti Fadilah, ketika ia menjadi Menkes ada perubahan yang sangat luar biasa pada BPOM, bahwa dengan liberalisasi, dengan masuknya kesehatan ke pasar bebas, maka peran BPOM hanya untuk registrasi.

"BPOM harus nurut saja pada yang tertera dari pabrik-pabrik obat yang meregister, baru kalau ada masalah baru diteliti," ucapnya.

"Ini kan masuknya kebobolan, kebobolan bukan salahnya BPOM, bukan salahnya Menkes, tetapi kesalahan sistem, barangkali itu," pungkasnya.(*)

Baca juga: BPOM Makassar Kawal 5 Obat Sirup Diduga Penyebab Gagal Ginjal Akut

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved