Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Waspada Gagal Ginjal

Waspada! Lima Anak di Sulsel Meninggal Dunia Diduga Gagal Ginjal Akut, Tiga Masih Dirawat

Sebanyak delapan anak di Sulsel diduga mengalami gagal ginjal akut, lima di antaranya meninggal dunia.

Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM/WAHYUDIN
Kepala Dinas Kesehatan Sulsel Rosmini Pandin saat memberi keterangan di salah satu gedung di Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (24/10/2022). Sebanyak delapan anak di Sulsel diduga mengalami gagal ginjal akut. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sebanyak delapan anak di Sulsel diduga terpapar gagal ginjal akut.

Hal itu disampaikan Kadis Kesehatan Sulsel, Rosmini Pandin, Senin (24/10/2022).

Dari delapan anak gagal ginjal akut, lima di antaranya meninggal dunia.

Baca juga: Antisipasi EG Penyebab Gagal Ginjal, RSUD I La Galigo Lutim Setop Pemberian Obat Sirup ke Pasien

Baca juga: Jangan Panik! Kenali Ciri-ciri Gejala Gagal Ginjal Akut pada Anak

Pada temuan pertama Agustus, sebanyak enam anak diduga mengalami gagal ginjal akut.

Empat diantaranya meninggal dunia dan dua dinyatakan sembuh.

Kemudian pada Oktober 2022 juga kembali ditemukan dua anak. 

Satu sementara dirawat di RS Fatima Parepare dan satunya lagi dari Luwu Timur telah meninggal dunia.

Usia delapan anak yang diselidiki tersebut rentang antara delapan bulan hingga 12 tahun.

Rosmini Pandin belum bisa memastikan delapan anak tersebut karena penyakit gagal ginjal akut.

Sebab, saat ini pihaknya masih sementara dalam proses menyelidiki.

Namun dari delapan kasus yang diselidiki itu, baru satu yang dipastikan terkonfirmasi penyakit gagal ginjal akut yakni anak dari Luwu Timur.

Sementara yang di Parepare, ia belum bisa memastikan apakah itu gagal ginjal akut atau Covid-19. Karena gejalanya mirip yakni demam.

"Hanya satu anak yang dipastikan terkena gagal ginjal anak," katanya kepada media di Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumoharjo Makassar, Senin (24/10/2022).

"Data itu yang akan dievaluasi dan diselidiki. Akan ditanya ke seluruh pasien dan akan didiskusikan secara tim oleh tim epidemiologi," katanya.

Rosmini belum mengetahui secara pasti penyebab penyakit gagal ginjal anak itu.

Saat ini, pihaknya masih melakukan proses penyelidikan dengan stakeholder terkait.

"Penyebabnya belum jelas. Sebagian karena auto imun, ini ada 120 item pertanyaan. Kita masih olah datanya," ujarnya. 

241 Kasus di Indonesia

Jumlah kasus gagal ginjal akut pada balita dan anak di Indonesia telah ditemukan di 22 provinsi dengan total mencapai 241 kasus.

Temuan ini berdasarkan data yang disinkronisasikan dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Jadi sekarang sudah di 22 provinsi ya gangguan ginjal akut ini kalau berdasarkan data yang kita sinkronisasi dengan Kemenkes, ada 241 kasus total," ujar dr. Piprim.

Sedangkan terkait tren kasus ini cenderung tinggi pada Oktober ini, yakni mencapai 110 kasus gagal ginjal akut.

"Ini jadi menyebar di seluruh Indonesia, dengan tren berdasarkan pelaporan itu Oktober paling banyak dilaporkan 110 (kasus)," jelas dr. Piprim.

Kendati demikian, kata dia, tingginya temuan kasus gagal ginjal akut pada anak untuk periode Oktober ini 'belum tentu mengindikasikan' adanya tren lonjakan.

"Belum tentu kasusnya melonjak, tapi bisa jadi baru terlaporkan di Oktober," kata dr. Piprim.

Sementara itu, terkait kelompok usia yang mengalami kondisi ini didominasi oleh usia 1 hingga 5 tahun.

Meskipun ada pula pasien yang memiliki rentang usia remaja yakni antara 11 hingga 18 tahun.

"Sedangkan jumlah kasus berdasarkan kelompok usia, ini konsisten di 1 sampai 5 tahun ya yang paling banyak, yang 11 sampai 18 tahun ada juga," pungkas dr. Piprim.

Diduga karena Keracunan

Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr Piprim B Yanuarso menjelaskan alasan mengapa para tenaga medis saat ini mencurigai etilen glikol (EG) sebagai zat berbahaya.

Ia menyampaikan bahwa kasus ini tidak hanya menjadi perhatian pemerintah saja, namun juga para tenaga kesehatan yang selama ini memiliki bidang yang concern terhadap penyakit anak, terutama terkait ginjal.

Para tenaga medis ini, termasuk mereka yang turut ditugaskan menjadi Satgas Covid-19 melakukan diskusi dan penanganan pula terhadap pasien gagal ginjal akut yang merupakan kelompok anak-anak ini.

"Jadi kenapa ada kecurigaan ke arah keracunan etilen glikol, kawan-kawan di IDAI, para konsultan ginjal anak, juga konsultan emergency rawat intensif anak, dokter-dokter di PICU, kemudian konsultan infeksi, kemudian juga Satgas Covid ya, itu berdiskusi dan melakukan penanganan pada pasien-pasien gangguan ginjal akut ini," ujar dr. Piprim, dalam webinar bertajuk Update Terkini 'Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Meningkat, Obat Sirup Ditangguhkan', Minggu (23/10/2022) pagi.

Melalui diskusi dan penanganan tersebut, ditemukan sesuatu yang tidak biasa.

Awalnya kondisi ini diduga terkait dengan Multisystem Inflammatory Syndrome in Children (MIS-C) pasca virus corona (Covid-19).

"Dan kemudian kok menemukan sesuatu yang tidak seperti biasanya pada kasus MIS-C pasca Covid ya," ujar dr Piprim.

Selanjutnya, temuan yang dimiliki para dokter ini dicocokkan dengan kejadian luar biasa yang terjadi di Gambia pada September lalu, yang ternyata memiliki kemiripan dengan apa yang sedang dialami anak-anak Indonesia.

"Nah kemudian pada bulan September itu kan ada laporan dari Gambia ya, ketika diskusi dengan para dokter di Gambia itu, mereka presentasi, ternyata kok kasusnya mirip banget dengan kasus kita," kata dr. Piprim.

Melihat temuan yang memiliki kemiripan antara kasus di Indonesia dengan Gambia, maka tim tenaga medis pun segera melakukan pemeriksaan, termasuk pada darah pasien.

Dari pemeriksaan itulah, kemudian ditemukan kadar zat kimia berbahaya etilen glikol di atas ambang batas.

"Dan kemudian dilakukanlah banyak pemeriksaan, termasuk pemeriksaan dalam darah pasien-pasien itu, ditemukanlah kadar etilen glikol yang kadarnya memang tinggi," tegas dr. Piprim.

Dokter Piprim pun menekankan bahwa meskipun pasien-pasien ini telah melakukan cuci darah, namun etilen glikol itu tetap ada dalam darah mereka.

Sehingga pihaknya pun curiga ada proses keracunan (intoksikasi) yang dialami anak-anak ini.

"Walaupun pasien itu sudah melakukan cuci darah, tapi tetap ditemukan. Nah dari bukti inilah kemudian kecurigaan kepada intoksikasi itu mengemuka," tutur dr. Piprim.

Terlebih saat ini angka kematian dalam kasus gagal ginjal akut pada kelompok anak ini telah mencapai di atas 50 persen.

Ia pun tidak ingin kasus ini terus meningkat dan menimbulkan korban jiwa, khususnya pada kelompok anak-anak.

"Apalagi kematiannya sudah sangat tinggi di atas 50 persen, ya sekitar 55 persen. Kita nggak mau ada lagi banyak jatuh korban anak-anak yang kita sayangi semua," katanya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved