Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Obat Sirup

Polisi Bentuk Timsus Selidiki Proses Produksi Obat Sirup, Dipimpin Jenderal Bintang Satu

Nantinya, kata Nurul, Brigjen Pipit akan membawahi empat direktorat di Bareskrim Polri sekaligus untuk mendalami kasus tersebut.

Editor: Muh. Irham
PROMISES
Ilustrasi Obat Sirup. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Polri membentuk tim khusus mendalami produksi obat sirup yang dikonsumsi korban meninggal dunia dengan vonis gagal ginjal akut. Nantinya, tim khusus ini bakal dipimpin oleh jenderal bintang 1. Adapun jenderal bintang satu yang bakal memimpin tim khusus tersebut adalah Direktur Tindak Pidana Tertentu (Ditipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Pipit Rismanto.

"Polri telah membentuk tim yang dipimpin oleh Dirtipidter Bareskrim Polri," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah dalam konferensi pers virtual, Senin (24/10).

Nantinya, kata Nurul, Brigjen Pipit akan membawahi empat direktorat di Bareskrim Polri sekaligus untuk mendalami kasus tersebut.

"Beranggotakan Dirtipidnarkoba, Dirtipiddeksus dan Dirtipidum Bareskrim Polri, tim ini secara khusus segera merespon isu terkait permasalahan gagal ginjal akut," jelasnya.

Lebih lanjut, Nurul menuturkan bahwa nantinya tim khusus tersebut bakal berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM RI.

"Tim bekerja pada tataran penyelidikan dan mengedepankan kolaborasi bersama kemenkes RI dan BPOM RI," pungkasnya.

Periksa Urine

Kepolisian RI memeriksa sampel urine hingga darah korban obat sirop yang menjadi penyebab gagal ginjal akut. Sampel itu diminta dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Tentunya hasil laboratorium yang disampaikan kepada penyidik, karena ini untuk kepentingan penyidikan. Kita sudah mendapat sampel dari Kemenkes, antara lain dari urine kemudian darah dan sampel obat," kata Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo.

Ia menuturkan bahwa proses pendalaman sampel tersebut melibatkan Kemenkes dan BPOM RI. Sebaliknya, tim penyidik masih terus melakukan pendalaman.

"Ini yang akan didalami oleh Labfor kemudian tim penyidik dan tentunya akan dikomunikasikan dengan Kemenkes dan BPOM. Tim masih bekerja," jelasnya.

Lebih lanjut, Dedi menuturkan bahwa kasus tersebut kini masih dalam proses penyelidikan.

"Statusnya saat ini tim masih penyelidikan, apabila nanti sudah ada peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan nanti akan disampaikan," pungkasnya.

Sementara itu Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya tengah mendalami bahan baku yang digunakan produsen obat sirup terkait temuan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas.

"Apa bahan bakunya berubah dan sebagainya itu akan menjadi tahapan pendalaman kami tentang sebabnya kenapa sampai sekarang ada ada konsentrasi pencemar, sampai ada di produk yang melebihi ambang batas," kata Penny.

Ia menjelaskan, EG dan DEG memang dilarang dalam penggunaan bahan baku obat namun memungkinkan ada dalam obat sirup karena terbawa bahan kimia lain, yakni pada proses produksi impurities atau ketidakmurnian. Adapun sesuai standar, ambang batas atau tolerable daily intake ditetapkan untuk EG dan DEG sebesar o,5 per Mg per berat badan per hari.

"Intinya sih memang akan selalu ada ya hanya sekarang berapa jauh ya yang harusnya ada tidak melebihi dari ambang batas," ujar dia.

Pihaknya akan melakukan pendalaman pada perusahaan-perusahaan yang didapatkan produknya melebihi ambang batas atau TMS tersebut. Sejauh ini BPOM mengklaim sudah mulai melakukan langkah-langkah pembinaan, mendatangi produsen untuk melihat bahan bakunya secara detail.

"Tapi kita akan dalami lagi. Kami akan lebih mendalami lagi apakah ada industri farmasi yang ternyata mengganti bahan baku, dalam situasi kita kemarin banyak sekali permasalahan dikaitkan dengan akses ke bahan baku selama masa pandemi. Itu bisa dimungkinkan," ujarnya.

Terpisah, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyampaikan dukacita mendalam atas meninggalnya 133 anak, mayoritas usia Balita, akibat kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury).

KemenPPPA berharap korban anak akibat kasus gagal ginjal akut ini tidak semakin bertambah dan memastikan pemenuhan hak anak atas kesehatan terpenuhi secara menyeluruh.

"KemenPPPA mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan penghentian sementara peredaran dan perdagangan obat berbentuk sirup dan mengumumkan 102 daftar obat yang dikonsumsi oleh pasien dalam rangka mencegah bertambahnya korban," kata Plt. Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani.

Rini mengatakan pihaknya mendukung investigasi kasus gagal ginjal akut pada anak-anak ini.Langkah ini, menurut Rini, perlu dilakukan untuk mencari penyebab penyakit misterius ini.

"Namun, KemenPPPA mendukung investigasi menyeluruh terhadap kasus ini, sehingga dapat dipastikan penyebabnya secara tepat dan menjatuhkan sanksi tegas sesuai dengan regulasi yang berlaku apabila ada kelalaian atau pelanggaran dalam kasus ini," tutur Rini.

Rini juga menegaskan perlunya mengusut tuntas dari hulu ke hilir penyebab kejadian ini, dapat menjadi alat untuk evaluasi. Sekaligus terhadap terhadap aspek penanganan kesehatan anak termasuk menjamin produksi obat-obatan dan peredaran obat-obatan sesuai aturan.

Rini mengatakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan perlindungan Anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Konvensi Hak Anak sebagaimana pada pasal 24, yaitu menyatakan Anak berhak untuk menikmati status kesehatan tertinggi yang dapat dicapai untuk memperoleh sarana-sarana perawatan penyakit dan pemulihan kesehatan.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved