Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Headline Tribun Timur

Kerja KPPS Berlipat Ganda, Dari Pagi Hingga Pagi di TPS

Mereka yang berminat menjadi pejuang demokrasi, menjadi anggota KPPS, agar benar-benar mempersiapkan fisik dan mental.

Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM
Ketua KPU Sulsel Faisal Amir. Diskusi Forum Dosen di Redaksi Tribun Timur, Makassar, Kamis (6/10/2022) mengingatkan bagi yang berminat menjadi pejuang demokrasi, menjadi anggota KPPS, agar benar-benar mempersiapkan fisik dan mental. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tanggal 14 Februari 2024 akan menjadi paling sibuk dan melelahkan bagi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Mereka akan “kerja rodi” dari pagi hingga pagi.

“Jadi, KPPS benar-benar harus yang memiliki fisik kuat dan mental baja,” ujar Ketua KPU Sulsel Faisal Amir dalam Diskusi Forum Dosen di Redaksi Tribun Timur, Makassar, Kamis (6/10/2022).

Diskusi bertajuk “Menuju Pemilu 2024, Regulasi dan Kandidasi Capres-Cawapres” itu dipandu Koordinator Forum Dosen Adi Suryadi Culla.

Hadir sebagai pemantik diskusi via zoom, Peneliti Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan Pengamat Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini, dan Komisioner KPU Makassar Sri Endang.

Sementara di ruang redaksi, hadir, Ketua KPU Sulsel Faisal Amir, akademisi Unismuh Amir Muhiddin, dan Ketua Umum Konfederasi Nasional Relawan Anies (KoReAn) Muhammad Ramli Rahim.

“Forum Dosen akan melakukan diskusi berseri menyambut Pemilu 2024. Kita akan bahas aspek politik, ekonomi, dan hukum menjelang Pemilu 2024,” kata Adi Culla. KPU di seluruh kabuapten/kota sedang mempersiapkan perekrutan KPPS.

Faisal mengingatkan kepada mereka yang berminat menjadi pejuang demokrasi, menjadi anggota KPPS, agar benar-benar mempersiapkan fisik dan mental.

Sebab, kerja KPPS dalam Pemilu 2024 akan berlipat-lipat ganda dibanding pemilu-pemilu sebelumnya.

“Mulai pukul 07.00 wita, mereka sudah harus melayani warga untuk menyalurkan hak pilih. Jam 7 pagi tanggal 14 Februari sampai jam satu siang, pemungutan suara. Setelah itu isoma (istirahat, solat dan makan). Kemudian mulai menghitung,” kata Faisal.

Mantan ketua KPU Takalar itu mengestimasi penghitungan berlangsung hingga pukul 00.00 Wita. “Itu dalam kondisi normal,” ujar Faisal.

Alumnus Universitas Muslim Indonesia (UMI) itu mencoba mensimulasikan proses penghitungan suara di TPS nanti.

“Penghitungan suara presiden, katakanlah 2 jam, jadi dari pukul 13.00 Wita hingga pukul 15.00 Wita. Setelah itu DPR RI, katakanlah 3 jam, hingga pukul 18.00 Wita. Kemudian istirahat. Setelah itu, penghitungan suara DPD, katakanlah hanya satu jam, jadi hingga pukul 19.00 Wita. Kemudian DPRD Provinsi dua jam, dari pukul 19.00-21.00 Wita. Lalu DPRD kabupaten/kota pukul 12,” jelas Faisal.

“Itu baru selesai penghitungan. Jadi estimasi kita, penghitungan selesai jam 11 hingga 12 malam. Itu dalam kondisi normal. Maksudnya tidak ada perdebatan dan segala macam yang menyita waktu,” katanya menambahkan.

Setelah itu baru mulai mencatat. Dan sebenarnya, menurut Faisal, yang paling rumit itu, yang mencatat. Selain itu, Faisal juga mengingatkan bahwa petugas KPPS nanti harus memiliki telepon genggam android.

“Minimal hapenya android karena ada foto yang harus dikirim ke aplikasi khusus dari KPPS. Aplikasi itu hanya bisa lewat android,” kata Faisal.

Bursa Calon

Menuju Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, sejumlah partai mulai bocorkan nama-nama yang akan diusung sebagai Capres.

Nasdem, PKS, dan Gerindra misalnya. Ketiga elite Partai Politik (Parpol) ini masing-masing menyebut tiga nama.
Yakni Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

Dari ketiga nama kandidat itu kemudian berpeluang menghasilkan kemungkinan terjadinya koalisi antar partai.

Demikian dikatakan pengamat politik Universitas Islam Internasional Indonesia, Djayadi Hanan saat mengikuti diskusi forum dosen di kanal YouTube Tribun Timur, Kamis (6/10/2022).

Hanan mengemukakan, ada dua syarat harus dipenuhi agar dapat membentuk koalisi atau kubuh.

Pertama, tercukupinya presidential threshold atau ambang batas perolehan suara dari Parpol peserta Pemilu agar dapat mencalonkan presiden.

Kedua, memiliki pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres). Sehingga, sepanjang koalisi tidak memenuhi kedua syarat itu, sekalipun sudah mengumumkan Capres-Cawapresnya, maka koalisi belum bisa dikatakan terbentuk.

“Dan kalau kita bicara soal itu, sampai hari ini belum ada koalisi yang terbentuk,” kata Djayadi.

Berbeda dengan Pemilu di tahun 2009 dan 2014, kata Djayadi. Di mana saat itu calon dan kubuh lebih mudah ditebak. Sebab, dua Pemilu itu diisi oleh petahana.

Begitu pun dengan Pemilu tahun 2019. Sekalipun tidak ada petahana, tapi ada calon yang cukup dominan, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto sehingga lebih mudah diprediksi.

“Namun untuk Pemilu 2024, lebih susah ditebak karena tidak ada dua faktor ini,” ujar Djayadi. Menurutnya, elektabilitas calon di Pemilu 2024 cenderung tidak jauh beda.

Dalam data LSI per Agustus kemarin dengan simulasi tiga nama, jaraknya tidak jauh, yakni Ganjar itu 32 persen, Prabowo 30 persen, Anies 28 persen.

Pengamat politik Universitas Islam Internasional Indonesia berpendapat ada empat faktor penentu koalisi dalam peta Pemilu 2024.

Yakni apabila sebuah kubuh memiliki kecukupan presidential threshold dan memiliki pasangan Capres Cawapres yang bisa diumumkan. Lantas bagaimana dengan kemungkinan adanya calon tunggal?

Djayadi menilai, hal itu mungkin saja terjadi. Namun dia menganggap elite politik tidak ada yang berani membangun skenario calon tunggal. “Faktor kedua agak jelas tapi tidak sepasti faktor pertama,” kata Djayadi.

Faktor kedua dapat dilihat dari elektabilitas nama-nama yang kemungkinan menjadi calon. Hal itu bisa diketahui dari hasil survei lembaga publik kredibel dua atau tiga tahun terakhir.

Di mana secara alfabet, hasilnya adalah Anies, Ganjar, dan Prabowo. Dan jika dilihat secara urutan elektabilitas, hasil survei nasional LSI adalah Ganjar, Prabowo, dan Anies.

Dalam data LSI per Agustus dengan simulasi tiga nama, jaraknya tidak jauh, Ganjar 32 persen, Prabowo 30 persen, dan Anies 28 persen.

Jadi jarak antara nomor satu dan tiga hanya selisih empat persen. Padahal, data LSI dalam survei itu menggunakan sampel 1200 dengan margin error sekitar 2,9.

“Artinya, jarak antara Ganjar dengan Anies tidak sampai dua kali margin error. Itu berarti kita tidak tahu siapa yang unggul dari ketiga nama tersebut,” jelasnya.

Sehingga Djayadi menganggap, publik dapat berpatokan pada tiga nama itu untuk menciptakan tiga kubuh.

Namun hal itu juga tidak mutlak. Sebab, partai-partai politik bisa saja membangun skenario lain.

Sedangkan untuk dua faktor terakhir, Djayadi menilai tidak dapat dijadikan tolok ukur. Karena faktor ketiga kata dia, mengandalkan komunikasi antar partai.

Di mana interaksi antar partai di Indonesia bisa terjadi ke semua arah. Hal ini menyebabkan khalayak sulit menebak koalisi atau kubuh antar partai. Sedangkan faktor keempat adalah sulitnya menebak keinginan para elit politik.

Penentuan Cawapres

Dinamika Pemilu Capres 2024 mendatang termasuk paling sulit untuk ditebak. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah nama yang cukup kuat elektabilitasnya di masyatakat, seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.

Namun selain penentuan Capres, Djayadi mengatakan, penentuan Cawapres juga menjadi hal menarik dan akan berlangsung alot.

Djayadi mensimulasikan seandainya ketiga nama tersebut sudah pasti maju sebagai Capres 2024 dengan posisi ketiganya sama kuat.

Maka kandidat Cawapres akan sangat membantu untuk memenangkan pertarungan di Pemilu 2024 mendatang.

“Secara individu, ada beberapa nama yang kuat untuk jadi Cawapres, di antaranya Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, AHY, Erick Tohir, dan tidak menutup kemungkinan ada nama-nama lain seperti Mahfd MD, Puan Maharani, Airlangga Hartarto, Muhaimin, dan seterusnya,” ujarnya.

Lima Masalah

Titi Anggraini lebih banyak memaparkan tantangan pemilu yang akan dihadapi. “Kalau kita bicara potensi masalah maka apa yang dihadapi di 2019 punya peluang besar untuk kembali terjadi,” tegas Titi.

Dalam paparannya, mantan Timsel KPU Sulsel menampilkan hasil survei LSI tentang pemilu 2019.

Survei tersebut menunjukkan masalah utama Pemilu 2019. Lima masalah teratas ini yang diprediksi masih akan menjadi tantangan 2024

Diurutan pertama, masalah terbesar yakni profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, bawaslu pusat dan daerah (43,1 persen).

“Sorotan profesionalitas dan integritas menjadi refleksi bagi penyelenggara pemilu kita. Harus ada refleksi dan kontemplasi mendalam kenapa problem utama pemilu 2019 profesionalitas,” kata Titi.

Kedua, politik uang (29,9 % ) juga dianggap sebagai masalah pemilu 2019. Menyusul diposisi 3, ada masalah minim ya pendidikan politik untuk masyarakat (21,1 % ) Keempat beban kerja penyelenggara pemilu khususnya soal isu logistik pemilu (19,6 % ).

“Di 2019, ada tiga ribu lebih TPS yang surat suara tertukar. Kemudian, 2 ribu lebih TPS tidak bisa pemungutan suara di hari-H, karena surat suaranya tidak sampai. Termasuk gubernur Papua Lukas Enembe harus pulang ke rumah pada 17 April 2019 karena logistik pemilunya belum sampai,” jelas Titi.

Di urutan kelima masalah pemilu 2019 yakni polarisasi di masyarakat (19,1) % . “Itu yang saya kira harus menjadi perhatian. Karena dari hukum, regulasi tidak berubah, raktik keserentakannya tetap sama, aturan-aturan elemen kunci tidak berubah,” kata Titi.

Menurut Titi Anggraini, rentetan masalah ini hendaknya menjadi refleksi pada penyelenggaran Pemilu 2024.

Ia mengingatkan perlunya mencari solusi agar kejadian di 2019 tidak terulang kembali. Sehingga, proses berdemokrasi di Indonesia dapat berlangsung adil,jujur dan terbuka.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved