Unismuh Gelar Seminar Integrasi Keilmuan, Bahas Enam Model Integrasi Sains dan Agama
Rektor Unismuh membuka Seminar Al-Islam Kemuhammadiyahan di Balai Sidang Muktamar Muhammadiyah, Selasa (4/10/2022).
REKTOR Universitas Muhammadiyah ( Unismuh ) Makassar membuka Seminar Al-Islam Kemuhammadiyahan di Balai Sidang Muktamar Muhammadiyah, Kampus Unismuh, Jl Sultan Alauddin, Selasa, (4/10/2022).
Ia menyampaikan bahwa integrasi keislaman dan ilmu pengetahuan modern telah ditunjukkan oleh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan saat merintis pendirian sekolah di awal abad ke-20.
Berbeda dengan sekolah agama atau pesantren pada zaman tersebut, yang hanya mempelajari pengetahuan agama semata.
Seminar yang dibuka Rektor Unismuh ini bertajuk Integrasi Keilmuan Al-Islam Kemuhammadiyahan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah – Aisyiyah.
Anggota Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Sutrisno turut hadir dalam kegiatan ini sebagai narasumber.
Menurut Ambo Asse, Islam pada dasarnya tidak mengenal adanya dikotomi antara ilmu pengetahuan dengan agama.

“Sumber pengetahuan itu ada dua, yakni ayat-ayat qauliyah dan qauniyah,” ujar Ambo Asse.
Ia juga melanjutkan bahwa Ayat qauniyah tidak akan pernah selesai untuk dituliskan.
“Sekiranya air laut dijadikan tinta untuk menulis ayat-ayat Allah, niscaya keringlah air laut, ayat Allah belum tuntas ditulis,” lanjutnya mengutip surat Al-Kahfi 109
Sementara itu, narasumber Prof Sutrisno menjelaskan bahwa model integrasi selama ini sulit terjadi.
“Ini karena model yang digunakan lebih banyak merujuk pada sains, namun mengabaikan rujukan Quran dan Sunnah,” jelas Prof Sutrisno.
Prof Sutrisno juga mengatakan bahwa banyak sarjana muslim, yang S1-nya mendalami ilmu agama, tapi begitu mengambil S2, S3 atau Post-Doc di luar negeri, tidak lagi merujuk pada Quran dan Sunnah saat meneliti.
“Balik ke Indonesia dengan gelar PhD bidang Psikologi tapi hanya memahami teori barat, seperti Maslow, Skinner dan lainnya,” kata Sutrisno.
Berdasarkan pengalamannya di UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta, mengembangkan paradigma Integrasi-Interkoneksi keilmuan, ia menyampaikan ada enam model yang dapat dikembangkan.
Pertama, model informatif, ketika suatu disiplin ilmu memberikan informasi kepada disiplin ilmu yang lain.