Penyebab Lukas Enembe Tantang KPK Setelah Ditetapkan Tersangka Dugaan Korupsi, Kini 'Jual' Rakyat
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Lukas Enembe malah tantang KPK. Sudah pastikan dirinya tak akan keluar rumah.
TRIBUN-TIMUR.COM - Gubernur Papua Lukas Enembe tantang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri buka suara terkait proses penyidikan kasus dugaan korupsi, suap, dan gratifikasi dengan tersangka Gubernur Papua, Lukas Enembe.
Ali Fikri mengatakan, kegiatan penyidikan yang dilakukan KPK terkait kasus yang menyeret Lukas Enembe adalah tindak lanjut atas laporan dari masyarakat yang diterima KPK.
Selain itu, Ali Fikri menegaskan bahwa penyidikan yang dilakukan KPK adalah murni penegakan hukum dan tidak ada kepentingan lainnya.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Lukas Enembe malah tantang KPK. Sudah pastikan dirinya tak akan keluar rumah.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan Gubernur Papua Lukas Enembe harusnya mengajukan praperadilan jika tidak sepakat ditetapkan tersangka kasus korupsi oleh KPK.
Sebab dalam penetapan tersangka, penegak hukum minimal telah memiliki dua alat bukti.
“Aparat penegak hukum ketika menetapkan seorang tersangka butuh bukti permulaan yang cukup, ada 2 alat bukti hukum, penyelidikan KPK itu masuk kepada pencarian alat bukti ketika KPK naik penanganan perkaranya ke penyelidikan,” kata Kurnia, Peneliti ICW, Selasa (20/9/2022) seperti dikutip dari Kompas.TV.
Menurut dia jika Lukas Enembe punya sanggahan, bukan disampaikan kepada publik apalagi melalui unjuk rasa.
"Kalau tidak sepakat dengan penetapan tersangka, ada mekanisme hukum praperadilan," katanya.
Lantas dikonfirmasi, bagaimana dengan Lukas Enembe yang mengaku hanya ingin menjalani pemeriksaan KPK di rumahnya di Papua.
Kurnia mengatakan tidak ada pengaturan khusus soal pemeriksaan saksi maupun tersangka dalam kasus korupsi.
ICW mengingatkan ada Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi yang bunyinya akan menjerat siapa pun pihak yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK.
“Jerat hukum bagi pihak yang menghalangi proses hukum yang dilakukan KPK, ancaman hukum 12 tahun penjara,” kata Kurnia Ramadhana.
“Kalau ada bantahan pada proses hukum, bisa disampaikan ke penyidik dan ajukan upaya praperadilan. Kalau tersangka tidak memungkinkan untuk hadir ke pemeriksaan, KPK harus kirim dokter untuk memastikan kondisi tersangka," kata dia menambahkan.