Mahkamah Agung Ambil Alih Sengketa Lapangan Gembira Rantepao, Penjelasan Mantan Bupati Toraja
Saat itu, Pengadilan Negeri (PN) Makale mengabulkan gugatan penggugat dengan menyatakan penggugat adalah ahli waris dari Almarhum Haji Ali dengan Hadj
Penulis: Ricdwan Abbas | Editor: Saldy Irawan
TORAJA, TRIBUNTIMUR.COM - Mahkamah Agung (MA) RI menindaklanjuti Surat Keberatan Pemerintah Daerah (Pemda) Toraja Utara yang dilayangkan Bupati Kalatiku Paembonan periode 2016-2021.
Surat keberatan itu dilayangkan Kalatiku tahun 2019 atas kejanggalan proses penanganan kasus perdata antara Pemda Toraja Utara dengan keluarga H Ali terkait kepemilikan lahan eks pacuan kuda yang dikenal sebagai Lapangan Gembira Rantepao.
Saat itu, Pengadilan Negeri (PN) Makale mengabulkan gugatan penggugat dengan menyatakan penggugat adalah ahli waris dari Almarhum Haji Ali dengan Hadja Samate.
Lebih lanjut, MA menindaklanjuti surat keberatan Bupati Kalatiku dengan melayangkan surat panggilan ke Gedung Mahkamah Agung pada Jumat 9 September 2022.
Panggilan ini terlampir dalam surat No: 15/BP.III/PS.02/VIII/2022 tertanggal 30 Agustus 2022, a.n Ketua Tim Pemeriksa yang ditandatangani sekretaris Tri Joko Sutikno.
Dikonfirmasi Tribun Timur, Kalatiku menjelaskan alasan keberatan atas putusan Pengadilan Negeri Makale tanggal 10 Januari 2017.
Ia menyampaikan, ada kejanggalan penanganan perkara objek sengketa tanah Lapangan Gembira Rantepao.
Menurutnya, PN Makale seharusnya menolak gugatan keluarga H Ali kerena tidak ada bukti-bukti asli atau sah yang diajukan penggugat serta saksinya.
Selain itu, objek yang digugat menurut Kalatiku tidak sesuai data administrasi pertanahan.
"Gugatannya tidak masuk akal. Mereka itu tidak paham sejarah tanah adat Ba'lele. Terus, bukti-bukti foto copy yang dilampirkan tidak memenuhi kriteria dijadikan berkas bukti," ujarnya via Telepon.
Ia merinci, Gedung PT Pertani dalam lokasi yang sama tidak dilampirkan dalam gugatan.
Kemudian, bukti pembelian tanah tertulis dari Ambo Bade tahun 1930 dengan harga 2.000 Gulden (mata uang Belanda) yang dituliskan dalam satuan rupiah, yakni Rp2.000.
Diketahui, mata uang rupiah mulai berlaku di Indonesia pada tahun 1949.
"Banyak kejanggalannya, harga tanah ditulis dua ribu gulden diterjemahkan ke dalam kurung di sampingnya dua ribu rupiah. Padahal tahun 1930 belum ada uang rupiah," ujarnya.
Ia menyayangkan, PN Makale yang menerima gugatan tersebut dengan lampiran bukti yang tidak valid.
"Kami akan terus berjuang sampai kebenaran dan keadilan ditegakkan. Misa' kada dipotuo pantan kada dipomate," tegasnya.(*)