Ramai-Ramai Tolak Kenaikan BBM, Hanura Sulsel Tak Bergeming
Amsal Sampetondok mengutarakan rencana pemerintah menaikkan BBM adalah isu nasional. Sehingga menurutnya DPP lah yang pantas memberi komentar
Penulis: Wahyudin Tamrin | Editor: Waode Nurmin
Menaikkan harga BBM bersubsidi, kata dia, bukan opsi yang tepat untuk saat ini.
Membatasi dan meningkatkan pengawasan distribusi adalah opsi realistis untuk mengatasi dilema yang dihadapi pemerintah terkait pengadaan dan pendistribusian BBM bersubsidi.
"Pemerintah harus cepat mengambil keputusan agar tidak ada pihak tertentu yang berspekulasi terkait isu kenaikan harga BBM bersubsidi ini," katanya.
"Semakin cepat keputusan tersebut diambil maka semakin baik bagi semua pihak terkait," Amri Arsyid menambahkan.
Senada dengan Ketua DPD Gerindra Sulsel Andi Iwan Darmawan Aras yang menilai kenaikan harga BBM bisa memicu inflasi di Sulsel jika benar-benar diterapkan pemerintah.
Hal ini akan berdampak pada prioritas barang konsumsi.
Seperti tarif transportasi umum, hingga biaya produksi dan distribusi bahan pokok.
"Rencana kenaikan BBM ini berpotensi memicu inflasi hingga 7 persen. Itu menunjukkan ketidakstabilan keadaan, makanya perlu pembatasan pengeluaran harus dilakukan secara optimal," kata Andi Iwan Darmawan Aras.
Ketua DPW PPP Sulsel Imam Fauzan Amir Uskara juga menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ia mengatakan pemerintah seharusnya mendengar jeritan masyarakat di tengah situasi pandemi.
"Dari awal kami sudah sampaikan, masyarakat belum 100 persen normal pasca pandemi," katanya.
"Pemerintah pusat harus mendengar suara masyarakat yang menolak kenaikan BBM ini," ia menambahkan.
Pria kelahiran Makassar 26 tahun lalu itu menyebutkan kenaikan BBM bersubsidi akan berdampak besar bagi masyarakat.
Seperti biaya produksi di segala aspek, kata dia, pasti juga akan ikut naik.
Selain itu, menurut dia, bahan pokok juga akan mengalami kenaikan.
"Sangat berdampak di sektor ekonomi," katanya. (*)