Komitmen Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Bantu Perkara Hukum karena Bahasa
Abdul Khak berharap, ke depan urusan bahasa terkait hukum, masyarakat semakin banyak mengerti.
Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Waode Nurmin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenristek) berkomitmen untuk membantu menyelesaikan perkara hukum yang disebabkan pengunaan bahasa di ruang publik.
Hal ini diwujudkan dengan menggelar Diseminasi Bahan Layanan Bahasa Ranah Hukum.
Kegiatan ini berlangsung di dua wilayah, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Medan, Sumatera Utara (Sumut).
Total ada 650 peserta ikut berpartisipasi, 150 orang secara luring dan 500 secara daring
Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra, Abdul Khak menjelaskan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemenristek adalah lembaga secara otoritatif ditunjuk untuk menangani masalah kebahasaan di Indonesia, mempunyai tugas salah satunya pembinaan Bahasa Indonesia.
"Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara diklasifikasi dalam beberapa bidang keahlian, salah satunya terkait bidang hukum," jelasnya saat ditemuin usai membuka kegiatan.
Sambungnya, ranah bidang hukum ada dua kelompok. Pertama, bahasa terkait produk hukum, misal bagaimana penyusunan produk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, peraturan gubernur dan peraturan bupati.
Kedua, bahasa yang menyangkut peran bahasa, misalnya, terkait pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong.
"Di sini bahasa menjadi materi sengketa dan dianggap melanggar beberapa jenis pasal dalam Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik," sebutnya.
Makanya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa selalu membantu para penegak hukum atau orang-orang yang menekuni bidang hukum dalam menyelesaikan perkara.
"Sebelum desiminasi, bantuan diberikan sudah sangat banyak. Mereka yang bermasalah secara hukum dan ada hubungannya dengan bahasa selama ini telah kami bantu," katanya.
Abdul Khak berharap, ke depan urusan bahasa terkait hukum, masyarakat semakin banyak mengerti.
Bahwa bermedia sosial jangan sampai sembarangan. Sebab, bisa berakibat hukum kepada bersangkutan.
"Jadi gunakan bahasa secara bijak, apa lagi di ranah publik melibatkan penutur lain, karena potensi terjadi ketersinggungan, terjadi konflik bahasa bisa saja terjadi," ujarnya.
Ia juga menyampaikan, pelanggaran bahasa atau perang bahasa di media sosial skalanya meningkat drastis. Makanya, pihaknya membentuk satuan khusus, Kelompok Kepakaran Layanan Profesional (KKLP).