Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Alasan Pentingnya Santri Bisa Cakap Digital Dibahas Tuntas di Pontren Al Fakhriyah Makassar

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber yang cakap di bidangnya masing-masing.

Penulis: Siti Aminah | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/SITI AMINAH
Seminar Literasi Digital: Santri Harus Cakap Digital.   

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Santri Cakap Digital menjadi pembahasan menarik dalam seminar literasi digital yang digelar di Pondok Pesantren Multidimensi Al Fakhriyah Makassar.

Seminar ini menghadirkan tiga narasumber yang cakap di bidangnya masing-masing.

Antara lain Dosen Paramadina Public Policy Institute, Septa Dinata. Lakpesdam PWNU Sulsel, M Fadlan L Nasurung, dan Praktisi Media atau Vice Editor in Chief Tribun Timur, AS Kambie.

Seminar ini dipandu oleh Dian Fitri Nurmalasari, dan dibuka secara virtual oleh Dirjen Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, Minggu (21/8/2022).

Dalam sambutannya, Samuel mengatakan, kehadiran teknologi digital sebagai bagian kehidupan bermasyarakat menjadi tanda bahwa dunia berada di era transformasi digital.

Itu dibuktikan dengan jumlah pengguna internet yang semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Saat ini jumlah pengguna internet mencapai 204,7 juta orang atau meningkat 2,1 juta dari tahun sebelumnya.

"Saya yakin pengguna internet akan terus meningkat mengingat kebutuhan masyarakat akan teknologi juta semakin tinggi," ucapnya secara virtual.

Disisi lain, massifnya penggunaan internet juga berisiko, apalagi bagi anak-anak.

Karena itu sangat penting adanya literasi digital agar masyarakat bisa bijak dan tepat guna dalam menggunakan teknologi.

"Kominfo bersama gerakan-gerakan digital lainnya aktif memberikan pelatihan literasi digital kepada seluruh lapisan masyarakat.

Juga diperlukan kolaborasi dengan berbagai stakeholder agar tidak tertinggal dalam perkembangan teknologi.

Ketua Umum PBNU, KH. Yahya Cholil Staquf menyampaikan beragama bukanlah sekadar mengamalkan apa yang didapat dari ilmu agama, tetapi bagaimana menghubungkan diri dengan sanak keagamaan.

Salah satu yang ditekankan dalam literasi digital, yakni pentingnya menghormati, memegangi dan menghubungkan diri dengan ulama-ulama.

"Dengan gerakan literasi digital kita dapat memberi sumbangan bermakna kepada masyarakat untuk memelihara harmoni sosial, kesatuan, memelihara perdamaian dan menggalang kerjasama bagi kemaslahatan dan peradaban umat manusia," tuturnya.

Salah satu pembicara, Septa Dinata mengemukakan, berdigital tentu punya etika.

Etika digital yang dikombinasikan dengan etika praktis NU secara umum dibagi tiga, yakni digitization, digitalization, dan transformasi digital.

Digitization dianggap sama dengan masa non digital yang hanya sekadar mengkonversi sesuatu menjadi digital. Misalnya tadinya dokumen yang ada di kertas diubah menjadi dokumen digital.

"Digitalization selangkah lebih maju, digitalization adanya perubahan paradigma dengan kehadiran aspek fundamental kehidupan. Seperti ada yang masih senang belanja di pasar ada juga yang serba online sehingga aktivitas luar rumah semakin sempit," paparnya.

Yang ketiga, transformasi digital. Misalnya peran guru yang digantikan oleh teknologi. 

Semua orang bisa belajar secara mandiri menggunakan platform digital.

Disamping itu, nilai-nilai yang diajarkan dalam agama tetapi menjadi pegangan agar tetap berada di jalan yang lurus.

Menurut AS Kambie, pembicara kedua dalam seminar ini, pengguna teknologi harus berhati-hati karena ada namanya jejak digital.

Jejak digital bisa mengidentifikasi semua perjalanan digital seseorang.

Karena itu, google selalu menyuguhi hal-hal yang sering diakses atau dibuka oleh penggunanya.

"Kalau sering membuka hal yang buruk, google beranggapan kita menyukai konten itu, maka itulah yang selalu disuguhkan," tuturnya.

Adapun sejarah digital media kata Kambie, dimulai sejak nabi Adam di hadirkan di muka bumi.

Saat Allah menyempurnakan ciptaannya, Adam diajarkan banyak hal.

Karena itu, umat tidak boleh ketinggalan informasi tradisi pengetahuan milik Islam sehingga tidak ada alasan untuk tidak cakap digital.  

Pembicara terkahir, Fadlan L Nasurung beranggapan bahwa penting membangun kebiasaan digital sejak dini.

"Karena saya percaya, karakter seseorang dibangun dari kebiasaan. Kalau dibiasakan bangun kebiasaan positif maka dampaknya akan luar biasa. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved