Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Warga Bina Sarana I Moncongloe Gelar Lomba 17 Agustus untuk Dewasa & Anak-anak, Hadiah Jutaan Rupiah

Warga Bina Sarana Residence I atau BSR I membuat beberapa lomba 17 Agustus yang melibatkan orang dewasa hingga balita.

Editor: Ansar
TribunTimur.com
Bocah peserta lomba 17 Agustus yang digelar warga Bina Sarana Residence I atau BSR I. Beberapa lomba 17 Agustus BSR I melibatkan orang dewasa hingga balita. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Warga Perumahan Bina Sarana Residence I, Dusun Ballapati, Desa Moncongloe Lapppara, Kecamatan Moncongloe, Maros, turut meriahkan HUT ke-77 RI.

Warga Bina Sarana Residence I atau BSR I membuat beberapa lomba 17 Agustus yang melibatkan orang dewasa hingga balita.

Untuk lomba orang dewasa meliputi lomba lari kelereng dan masukkan paku dalam botol serta joget balon.

Sementara untuk lomba anak-anak meliputi lomba lari kelereng, lari karung, masukkan paku dalam botol, makan kerupuk dan joget balon.

Untuk balita, lombanya hanya satu yakni masukkan bola dalam keranjang.

Dari lomba tersebut, warga terfokus pada lomba balita masukkan bola dalam keranjang.

Kenza anak SD yang menjadi lomba makan kerupuk di BSR
Kenza anak SD yang menjadi lomba makan kerupuk di BSR I Desa Moncongloe Lappara, Kecamatan Moncongloe, Maros. Kenza mengikuti lomba 17 Agustus atas inisiatif sendiri.

Lomba balita membuat warga tertawa. Berbagai tingkah lucu balita membuat penonton teriak-teriak.

Seperti yang dilakukan Adzral dan Adziel balita kembar, kini berusia dua tahun.

Keduanya malah mengambil kerajang dan dibawa ke dekat tumpukan bola.

Keranjang tersebut kemudian diisi dengan bola dan tanpa harus lari bolak-balik dari garis star.

Sementara peserta lain, Arsy masih berusaha mengambil bola untuk memenuhi keranjangnya.

Adzriel balita kembar yang ikut lomba masukkan bola ke keranjang menyita perhatian warga.
Adzriel balita kembar yang ikut lomba masukkan bola ke keranjang menyita perhatian warga. Warga Bina Sarana Residence I atau BSR I menggelar beberapa lomba 17 Agustus BSR I melibatkan orang dewasa hingga balita.

"Ini agenda dalam rangka meriahkan HUT ke-77 RI. Ada lomba orang dewasa hingga balita," kata seorang panitia, Muhammad Nur, Rabu (17/8/2022).

Warga BSR I menggelar acara 17-an tanpa bantuan dana dari pihak lain, termasuk pemerintahan.

Warga berinisiatif untuk 'kumpul-kumpul' uang untuk dijadikan hadiah.

"Semua dapat hadiah, khususnya anak-anak. Nilai hadiahnya jutaan rupiah," kata dia. 

Warga BSR I menjadikan lomba tersebut, acara tahunan yang digelar setiap 17 Agustus.

Orang dewasa menjadi lomba lari kelereng dalam lomba 17
Orang dewasa menjadi lomba lari kelereng dalam lomba 17 Agustus yang digelar warga Perumahan Bina Sarana I, Dusun Ballapati, Desa Moncongloe Lappara, Kecamatan Moncongloe, Maros.

Tahukah Anda kalau lomba 17 Agustus ini dimulai sekitar tahun 1950?

Perayaan lomba 17 Agustus memang dimulai pertama kali pada tahun 1950 meski kemerdekaan jatuh pada tahun 1945.

Di tahun 1950 inilah, instensitas persatuan Indonesia sedang menurun.

Maka dari itu, ajang perlombaan mulai dilakukan oleh masyarakat demi memaknai kemenangan para pejuang yang telah merebut bangsa Indonesia dari jepang.

Tentunya, perlombaan ini juga bertujuan untuk menyatukan masyarakat Indonesia dengan penuh kegembiraan.

Tribunjogja.com telah merangkum sederet lomba yang biasa dilakukan di waktu 17 Agustus dan mengajak Tribunners mengenal filosofi yang mendalam terkait perlombaan 17-an yang biasa kita lakukan.

Yuk simak mari kita simak dan memahami filosofinya.

1. Lomba panjat pinang

Lomba yang pertama adalah panjat pinang.

Di sini filosofi panjat pinang ini mengingatkan masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan belanda.

Sebab, panjat pinang sudah ada sejak masa kolonial Belanda. Perlombaan ini dulunya disebut sebagai de Klimmast yang berarti memanjat pinang.

Dulu masyarakat Belanda sering mengadakan lomba ini saat mereka memiliki acara seperti ulang tahun, pernihakan dan lain-lain.

Zaman dulu, masayarakat Belanda selalu mengadakan lomba panjat pinang ketika merayakan ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina setiap tanggal 31 Agustus.

Nah, orang-orang Belanda ini akan meletakkan berbagai hadiah menarik di atas pohon pinang seperti bahan-bahan pokok, beras, roti, gula, tepung dan pakaian.

Permainan ini untuk diikuti oleh masyarakat Indonesia untuk memperebutkan kebutuhan pokok tersebut.

Sebab, kala itu bahan terebut menjadi barang mewah bagi masyarakat Indonesia yang kala itu hidup serba kekurangan.

Tentunya untuk meraih semua bahan pokok itu, masyarakat Indonesia harus berususah payah memanjat pohon yang sudah dilumuri minyak atau oli di sebuah tanah lapang.

Di saat masyarakat Indonesia bersusah paya meraih semua hadiah, orang-orang Belanda hanya menonton dari bawah dan menganggap itu sebagai lelucon.

Meski banyak orang yang menganggap panjat pinang sebagai kenang buruk di zaman penjajahan, tetapi ada nilai-nilai yang bisa diambil seperti permainan rakyat yang menguji kreativitas dan kekompakan tim untuk mencapai kemenangan.

2. Lomba balap bakiak

Berkutnya, ada juga lomba bakiak.

Biasanya lomba bakiak ini dilakukan oleh sekelompok peserta yang bersama-sama memakai bakiak panjang.

Nah, lomba ini mengajarkan kita kekompakkan menyamakan langkah kaki, demi mencapai garis finish.

Nilai positif pada lomba ini adalah, tujuan bersama tak mungkin tercapai tanpa kekompakan.

Seperti halnya yang telah dilakukan oleh para pejuang yang bekerja sama untuk merebut kemerdekaan.

3. Lomba makan kerupuk

Siapa yang tak kenal dengan lomba makan kerupuk? Lomba ini tentu menjadi favorit karena peserta harus menghabiskan kerupuk yang diikatkan pada tali dan peserta tak boleh menyentuhnya.

Hingga saat ini, lomba makan kerupuk menjadi lomba yang tak pernah terlewatkan setiap perayaan 17 Agsutus.

Lomba makan kerupuk ini ternyata memiliki filosofi yang mendalam. Zaman dahulu, kerupuk menjadi andalan karena pada masa perjuangan, masyarakat Indonesia belum memiliki ekonomi yang baik.

Kala itu masyarakat Indoensia hanya menggunakan nasi dan kerupuk untuk menjadi makanan sehari-hari.

Konon katanya, kerupuk ini juga menjadi makanan favorit para pejuang kemerdekaan lho.

4. Lomba tarik tambang

Lomba yang dilakukan dengan cara menarik satu tali dari dua arah ini memiliki makna yang mendalam.

Lomba tarik tambang ini mengajarkan kita tentang semangat persatuan dan kesatuan yang memunculkan sikap kompak antara kelompok.

Melalui kerjasama tim, kekuatan dapat dikerahkan untuk menarik tim lawan ke garis yang telah ditentukan.

5. Lomba balap karung

Tak jauh beda dari lomba makan kerupuk dan panjat pinang, ternyata lomba balap karung ini juga memiliki sejarah yang berkaitan dengan zaman penjajahan Jepang lho.

Lomba balap karung ini cukup sederhana. Biasanya para peserta mengenakan karung dan beradu cepat untuk melompat ke garis finish.

Di balik kesederhanaannya, balap karung ini memiliki makna filosofi yang cukup mendalam dan perlombaan ini menjadi salah satu refleksi perjuangan di era penjajahan.

Zaman dulu, karung goni menjadi benda berharga untuk masyarakat Indonesia karena digunakan sebagai pakaian hingga pengganti tas.

Jadi, tak heran jika kini karung goni dijadikan alat untuk perlombaan balap karung setiap peringatan Hari Kemerdekaan Indoenesia, 17 Agustus. (ansar lempe)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved