Senyum Mempelai Laki-laki dari Pulau Laiya Tupabiring Menjemput Pengantin di Makassar
Di Pulau Laiya, Desa Mattiro Labbangeng, Kecamatan Tubabiring Utara, Pangkajene dan Kepualauan ( Pangkep ), Sulawesi Selatan ( Sulsel )
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
Laporan jurnalis Tribun-Timur.com, Thamzil Thahir
PANGKEP, TRIBUN-TIMUR.COM - Pernikahan adalah tradisi tua melestarikan budaya dan keturunan.
Di Pulau Laiya, Desa Mattiro Labbangeng, Kecamatan Tubabiring Utara, Pangkajene dan Kepualauan ( Pangkep ), Sulawesi Selatan ( Sulsel ), tradisi tua itu masih terpeliharah.
Irwandi (23), sejak Minggu (17/7/2022) subuh, rela ribet.
Selesai azan subuh, kemenakan Kepala Dusun Mattiro Lebbangeng, ini sudah dirias indo botting (make up artist).
Berseragam adat pria Bugis Makassar, alumnus SMP Satu Atap Pulau Laiaya ini, bersiap menempuh tahap awal kehidupan barunya.
Sejak pukul 05.00 Wita sudah mandi, dirias dan dilepas dengan shalawat dari rumah orangtuanya di bahu barat pulau "dollar" Spermonde.
Di selasar jalan pulau, kostum merah menyala, menjadikan pekerja di pabrik penggilingan beras itu, menonjol.
Diiringi kerabat orangtuanya, Irwandi berjalan ke dermaga selatan Pulau Laiya.
Iring-iringan, canda tetangga menyemangati perjelanannya ke kapal kayu milik Dolla.
Dari dermaga, Irwandi naik ke Kapal bermesin truk 120 ps itu.
Di kabin, dia didampingi sanak famili.
Duduk disamping bocah kemanakannya, Arfah (10).
Murid kelas 4 SD Inpres Pulau Laiya ini akan jadi pembawa sompa botting dan cincin perhiasan kawin.
Sompa botting adalah satu instrumen adat pernikahan ala Bugis Makassar.
Pembawa sompa selalu lebih muda.
"Biar cepat menikah juga."
Irwan melapas masa lajangnya dengan suka. Senyum terus merekah dari bibirnya.
"Tegang itu," kata Ziaulhaq (41), guru SMP-nya yang ikut di kabin kapal.
Pagi ini, dia akan jadi raja sehari di kediaman calon mertuanya di kompleks Hadji Kalla, Panaikang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, Sulsel.
Irwandi, pukul 11.00 wita ini, akan dinikahkan dengan gadis pujaannya, Idriyani (21).
"Saya tinggal di rumah kakak di Daya, ketemu tahun lalu di kota," ujarnya kepada Tribun-Timur.com.
Kapal tumpangan bermuatan 69 orang itu, sebagian besar adalah kerabat mempelai penpengantar penangantin.
Tujuannya adalah Tumampua, kampung tua di bantaran Sungai Pangkajene.
"Ambil rumah transit di rumah Pak Desa," kata Zul, warga pendampimg.
Rumah Kepala Desa Mattiro Labbangeng, Mus Muliadi memang kerap jadi rumah transit mempelai pengantin dari Pulau Laiya.
Dari Pangkejene, mempelai pengantin akan menuju rumah mempelai wanita di Panaikang.(*)
Baca berita terbaru dan menarik lainnya di Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita