Khazanah Islam
Bacaan Doa Iftitah Pendek Bahasa Arab dan Latin beserta Artinya
Bacaan iftitah, disebut juga istiftah, adalah doa yang dibaca ketika salat, antara takbiratul ihram dan ta'awuz, sebelum membaca surat Al Fatihah.
Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata (setelah selesai shalat): Siapakah tadi yang membaca ini dan itu?”. Salah seorang dari jamaah berkata: “Saya, wahai Rasulullah”. Rasul bersabda: “Saya ta’jub dengan doa itu, itu adalah doa yang dengannya pintu-pintu langit bisa terbuka”. Ibnu Umar berkata: “Saya tidak pernah meninggalkan doa itu semenjak saya mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengatakan tentang (keutamaan) doa tersebut”. (HR. Muslim).
Keenam:
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diam pada waktu antara takbir dan Al-Fatihah, lalu saya bertanya kepada beliau: “Apakah yang Engkau baca diantara takbir dan Al-Fatihah itu, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Saya membaca:
اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ
“Allahumma ba’id baini wabaina khothoyaya kama ba’adta bainal masyriqi walmaghrib. Allahumma naqqini minal khotoya kama yunaqqos tsaubul abyadhu minad danas. Allahummaghsil khothoyaya bilma’i was tsalji walbarodi” (HR. Bukhari dan Muslim, dengan beberapa perbedaan kecil antara lafaz dari Bukhari dan Muslim).
Artinya:
"Ya Allah jauhkanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana engkaujauh kan antara timur dan barat.
Ya Allah bersihkanlah aku dari dosa-dosaku sebagaimana bersihnya pakaian putih dari kotoran.
Ya Allah cucilah aku dari dosa-dosaku dengan air, salju dan embun.
(HR. Bukhari dan Muslim, dengan beberapa perbedaan kecil antara lafaz dari Bukhari dan Muslim)".
Madzhab Ulama Tentang Lafazh Doa Ifititah
Iftitah/Istiftah, doa Iftitah/doa Istiftah adalah empat istilah yang menunjuk satu makna yaitu dzikir yang dibaca sebagai pembuka shalat yang biasanya dibaca setelah setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awwudz dan surat Al-Fatihah, baik shalatnya sendirian ataupun berjamaah, menjadi imam ataupun menjadi makmum.
Di antara tujuh lafazh doa iftitah tersebut diatas yang masyhur, maka dalam pandangan madzhab Hanafi dan Hanbali, dan ini yang sering dipakai oleh Umar, Ibnu Mas’ud, Al-Auza’i, Ats-Tsauri bahwa lafazh doa iftitah yang mereka pilih adalah lafazh doa yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, yang berbunyi:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ
Subhanakallahumma wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha ghoiruka.
Sedangkan dalam panilaian madzhab Syafi’i (Al-Majmu”; 3/321), walaupun semua redaksi doa tersebut bisa dibenarkan, namun mereka lebih memilih bahwa lafaz doa iftitah terbaik itu adalah seperti yang diriwayatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib yang berbunyi:
وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ. اَللّهُمَّ اَنْتَ الْمَلِكُُ لاَ اِلَهَ إِلاَّّ اَنْتَ رَبِّىْ وَاَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ جَمِيْعًا لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلاَّ اَنْتَ وَاهْدِنِىْ لِاَحْسَنِِِ الْاَخْلَاقِ لاَ يَهْدِيْ لِاَحْسَنِهَا إِلاََّ اَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَا اِلاَّ اَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيُْر كُلُّهُ بِيَدَيْكَ وََالشَّرُّ لَيْسَ اِلَيْكَ اَنَا بِكَ وَاِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
“Wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawati wal ardh, hanifan wama ana minal musyrikin, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin, la syarikalahu wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma antal malik, la ilaha illa anta robbi wa ana ‘abduka, zholamtu nafzi wa’taroftu bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’a, la yaghfiruz dzunuba illa anta, wahdini liahsanil akhlaq la yahdi li ahsaniha illa anta, washrif ‘anni sayyi’aha la yashrifu ‘anni sayyi’aha illa anta, labbaika wa sa’daika, wal khoiru kulluhu biyadaika, was syarru laisa ilaika, ana bika wa ilaika, tabarokta wa ta’alaita, astaghfiruka wa atubu ilaika”.
Dan ada juga sebagian ulama yang membolehkan untuk menggabungkan banyak doa ifitah dalam satu waktu, semua lebih flexibel untuk dilakukan, sesuai dengan keinginan dan kondisi yang ada.
Hukum Membaca Doa Iftitah
Mayoritas ulama menilai bahwa membaca doa Iftitah ini hukumnya sunnah, baik sekali untuk dibaca pada shalat wajib atau sunnah, bagi imam dan makmum, shalat sendirian atau berjamah, sedang musafir ataupun tidak, baik shalatnya berdiri, duduk, ataupun berbaring, dst, jika dibaca akan mendapat pahala disisi Allah swt, jika ditinggalkan baik dengan sengaja atau karena lupa maka tidak berdosa dan shalatnya tetap sah, tanpa harus menggantinya dengan sujud sahwi diakhir shalat, jika setalah takbiratul ihram tidak sengaja langsung membaca Al-Fatihah tidak harus diulang dengan kembali membaca iftitah, Al-Fatihahnya boleh dilanjutkan saja.
Kesunnahan membaca doa iftitah ini berdasarkan keterangan banyak hadits yang nanti akan kita tuliskan dibagian akhir, insya Allah.
Namun dalam penilaian madzahab Maliki (Al-Mudawwanah: 1/62 ), membaca doa Iftitah malah tidak dianjurkan, bahkan dinilai makruh karena sudah memisahkan antara takbiratul ihram dengan Al-Fatihah, padahal menurut keterangan yang didapat sahabat Anas bin Malik beliau pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, juga pernah shalat dibelakang Abu Bakr, Umar, dan Utsman dan kesemuanya membuka shalatnya dengan “Alhamdulillahi rabbil alamin” (membaca Al-Fatihah).
Sehingga dari keterangan ini akhirnya disimpulkan dalam madzhab Maliki bahwa baik imam maupun makmum, ataupun mereka yang shalatnya munfarid/sendirian, maka hendaklah mereka semua setelah selesai dari takbiratu ihram langsung membaca surat Al-Fatihah, tidak harus membaca doa iftitah. (Al-Mudawwanah:1/62).
Wallahu A’lam Bisshawab.
(Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin)