Ngovi Tribun Timur
Sejarah Terbentuknya SMA Insan Cendekia Syech Yusuf, Sekolah Rintisan Kader PII Sulsel
SMA Insan Cendeian Syech Yusuf diinisiasi atau berada di bawah naungan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia Sulsel (PII Sulsel).
Penulis: Siti Aminah | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Berikut ini sejarah terbentuknya SMA Insan Cendekia Syech Yusuf (ICSY).
SMA Insan Cendeian Syech Yusuf merupakan sekolah boarding school yang menerapkan nilai-nilai Islam untuk pembentukan karakter peserta didik.
Sekolah ini diinisiasi atau berada di bawah naungan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia Sulsel (PII Sulsel).
Sejarah terbentuknya SMA ICSY disampaikan langsung oleh Ketua Umum KB PII Sulsel, Syaiful Kasim.
Hal tersebut disampaikan melalui Ngobrol Virtual (Ngovi) Tribun Timur edisi Kamis (16/6/2022).
Ngovi edisi ini mengangkat tema Membangun Generasi Rabbani.
Syaiful Kasim menyampaikan, berdirinya sekolah ini telah melalui proses yang panjang.
Diskusinya berjalan sekitar dua tahun hingga akhirnya menerima siswa baru pada tahun 2016 lalu.
Sekolah ini dipelopori olah para kader pelajar Islam Indonesia yang ada di Sulsel, di mana notabenenya mereka juga telah memiliki sekolah masing-masing.
"Ada komitmen dari kami semua sehingga ini lahir, motivasinya luar biasa menyempurnakan pendidikan sesuai syariat Islam," jelasnya.
Sekolah ini berlokasi di Dusun Bontolebang, Desa Pattallassang, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa.
Di resmikan oleh wakil Bupati, H Abd Rauf Malaganni didampinggi kepala Dinas Pendidikan Sulsel, H Muh Sidik Salam.
Salah satu sosok penting yang berperan dalam pembentukan sekolah ini ialah mantan Rekor Universitas Negeri Makassar (UNM), Prof Arismunandar.
SMA ICSY memiliki visi mewujudkan pendidikan bermutu, berkarakter, dan berdaya saing global.
Itu diwujudkan dengan misi menerapkan manajemen sekolah yang efektif dan efisien.
Kemudian menerapkan pembelajaran efektif dan kreatif yang mengintegrasikan pengembangan Iptek dan Imtak.
Serta mengembangkan wawasan global melalui pembelajaran bahasa asing.
"Target kita melahirkan insan yang mumpuni secara spiritual, kognisi, dan motoris tanpa kaku menghadapi suasana yang berubah," jelasnya.
Menurunnya kaderisasi di kalangan pelajar, mahasiswa, dan pemuda menjadi tanda bahwa harus ada lembaga yang menayangkan kembali nilai keagamaan tanpa mengabaikan perkembangan teknologi dan perubahan lingkungan.
"Kita harap lembaga pendidikan kita mendesain model kurikulum yang memandang persoalan global tanpa menghilangkan jati dirinya," harpannya.
Disamping itu, dukungan dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder penting, termasuk kolaborasi dengan pemerintah.(*)
Baca berita terbaru dan menarik lainnya dari Tribun-Timur.com via Google News atau Google Berita