Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dewan Pendidikan Makassar

Dewan Pendidikan Makassar Kaji Sistem Pendidikan yang Tetap Ciptakan Anak Putus Sekolah

Ia juga menyoroti Peraturan Daerah (Perda) yang tidak diterapkan, berarti yang perlu dicurigai itu penyelenggaranya.

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/KASWADI
Diskusi forum dosen di Kantor Dewan Pendidikan Kota Makassar, Kamis (9/6/2022) pagi. Tema yang dibahas Sistem PPDB versus Wajib Belajar. 

Kedua, masalah dihadapi adalah perbedaan yang mengurus tingkatan pendidikan. Lain yang mengurus TK, SD, SMP, lain pula urus SMA dan perguruan tinggi. Akibatnya, masing-masing punya kebijakan.

“Bagaimana pun bagusnya kebijakan saat di TK, SD, SMP, tapi tiba-tiba di SMA kurang bagus pasti tidak akan ketemu, begitupun sebaliknya. Apa lagi masuk perguruan tinggi. Saya heran kenapa ini dibiarkan, tapi tak apa kita kan warga negara yang baik,” keluhnya.

Ketiga, terkait banyaknya sekolah tutup. Dinas Pendidikan harus melihat kebutuhan sekolah dengan jumlah anak bersekolah.

Banyaknya sekolah tutup tak lepas dari awal dibentuknya karena keinginan, bukan kebutuhan. Sama dengan perguruan tinggi, kalau tak dibutuhkan lagi, jangan dibuka. Mereka tutup karena tidak mampu bersaing dalam ranah kualitas. Makanya perlu tingkatkan kualitas supaya bisa orang berminat masuk.

Sambung Prof Jasruddin, anak SD tidak usah dikhawatirkan tidak lanjut lagi. Sebab, revolusi 4.0 mengatakan 62 persen tamatan SD di masa depan sudah mampu bekerja di pekerjaan baru.

“Kalau begini jangan khawatir seperti dunia akan kiamat ketika anak SD tidak sekolah, lebih baik  anak SD dipersiapkan supaya bisa betul bekerja di era itu. Kalau begitu anak SD itu perlu training mempersiapkan diri masuk dunia kerja, karena era begitu. Mau atau tidak era akan begitu, maksudnya saya ini salah satu solusinya,” ucapnya.

Jika melihat angka pengangguran paling besar ada pada SMK. Nomor dua perguruan tinggi. Kedua terakhir justru SD. Justru yang tidak ada penganggurannya yang tidak pernah sekolah.

Ia pun menekankan, kepada perguruan tinggi jangan hanya hasilkan mahasiswa memiliki ijazah, tapi lahirnya yang bisa bekerja.

Lulusan SMK jadi pengangguran tertinggi karena pekerjaan untuk SMK  justru diambil oleh para sarjana.

“Makanya perbaiki kualitas agar ijazah bisa menjamin bisa bekerja,” ucapnya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved