Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Gubernur Lukas Enembe Terang-terangan Tolak Rencana Jokowi di Papua, Sebut Memancing Perdebatan

Lukas Enembe menolak Keputusan Jokowi dan jajaran yang akan melakukan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua.

Editor: Ansar
Kolase TribunTimur.com
Kolase Gubernur Papua Lukas Enembe dan Presiden Jokowi. Lukas menolak tegas rencana Jokowi yang ingin mekarkan Papua 

TRIBUN-TIMUR.COM - Gubernur Papua, Lukas Enembe tak sejalan dengan rencana Presiden Joko Widodo.

Lukas Enembe terang-terangan tolak rencana Jokowi yang akan diterapkan di Papua.

Lukas Enembe menolak Keputusan Jokowi dan jajaran yang akan melakukan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinsi Papua.

Gubernur Papua berani menolak rencana Jokowi setelah adanya kelompok yang lebih awal menolak.

Rencana DOB Papua kini menjadi polemik publik dan terus memantik reaksi berbagai kalangan.

Rencana itu kini menuai pro kontra.

Orang nomor satu di Bumi Cenderawasih ini secara tegas menolak rencana pemekaran DOB di Provinsi Papua.

Keterangan penolakan tersebut disampaikan melalui video singkat yang diperoleh Tribun-Papua.com, di Jayapura, Sabtu (28/05/2022) malam.

"Soal penolakan ini, saya bersama Ketua DPR dan Ketua MRP sudah tanda tangan.

Jadi saya tidak mau bicara. Saya suruh tolak," katanya dengan nada tegas dalam video tersebut.

Sikap tersebut disampaikan Lukas Enembe saat diwawancarai awak media di Kantor penghubung Pemerintah Provinsi Papua di Jakarta, Jumat (28/05/2022) kemarin.

Pada kesempatan itu, dia juga mengaku heran, terkait rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Tanah Papua yang tiba-tiba muncul dan terus memancing perdebatan banyak kalangan, baik yang mendukung maupun yang menolak.

 “Sebenarnya (rencana DOB) di Papua ini datang dari mana, kok tiba-tiba muncul menjadi seperti ini,” ujarnya dengan nada bertanya.

Sebagai orang nomor satu di Bumi Cenderawasih, Lukas Enembe mengaku tahu persis seperti apa kondisi masyarakat Papua.

"Sebagai kepala daerah, saya tahu betul masyarakat dan pegawai saya. Uang terbatas, bagaimana mau bawa orang. Ini belum bisa," terangnya.

Masih menurut Lukas Enembe, pemekaran kabupaten yang ada di Papua selama ini saja belum menghasilkan sesuatu.

Tidak ada pendapatan asli daerah (PAD) dan selama ini masih menggantungkan dari Dana Alokasi Umum (DAU).

"Apalagi akan dimekarkan lagi 3 provinsi. Uang dari mana yang akan kita ambil untuk memenuhi biaya daerah.

Di Dalam negara demokrasi seperti begini tidak boleh," ujarnya.

Sebelumnya, penolakan juga pernah disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib.

Ia menegaskan pihaknya menolak pemekaran (DOB) di Papua.

Menurutnya ada tiga alasan mendasar mengapa MRP menolak DOB Papua. Pertama saat ini masih ada kebijakan moratorium atau pemberhentian sementara pembentukan DOB.

Kemudian, rencana melakukan pemekaran itu tanpa kajian ilmiah dan faktor lain adalah soal Pendapatan Asli Daerah (PAD) 28 kabupaten/kota masih sangat rendah.

Selain itu, lanjut Murib, rencana pemekaran tiga wilayah di Papua tidak dapat menjamin kesejahteraan masyarakat di Bumi Cenderawasih.

Karena tidak ada ketentuan yang dapat menjelaskan jaminan kesejahteraan di dalam legislasi. 

Pembentukan DOB juga diprotes warga

Polemik penolakan Otsus Jilid II dan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) terus diperjuangkan di Provinsi Papua.

Meski demikian, hal tersebut kian mendapat penolakan serius beberapa organisasi di Bumi Cenderawasih.

Juru Bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Ones Suhuniap menyampaikan, seluruh rakyat Papua harus gagalkan Otsus dan pemekaran, serta rebut demokrasi.

"Meski gelombang penolakan Otsus dan pemekaran terjadi hingga memakan korban rakyat Papua, RUU DOB untuk pembentukan Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan sedang dipaksa masuk dalam pembahasan harmonisasi di Baleg DPR RI untuk disahkan," kata Ones kepada  Tribun-Papua.com, Senin (28/3/2022), di Perumnas 3 Waena.

Kata Ones, aksi penolakan rakyat Papua dan kajian berbagai akademisi tentang ketidaklayakan pemekaran dan ancamannya di tanah Papua tidak digubris dan ditolak Jakarta.

"Hampir satu juta orang dan 116 organisasi dalam Petisi Rakyat Papua telah menolak Otsus dan produk pemekaran. Kehancuran Papua benar-benar didesain Jakarta. Semua kajian akademik maupun aspirasi ditolak," ucapnya.


Menurutnya, Rakyat Papua menolak bukan hanya karena ancaman kebijakan politik Jakarta ini, tetapi duduk persoalannya karena Otsus tidak berhasil menjamin dan mewujudkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.

"Otsus justru menggagalkan proses dekolonisasi bangsa Papua. Indonesia di bawah hukum internasional tidak memiliki kedaulatan atas West Papua.

Sehingga status Otsus dan pemekaran merupakan administrasi kolonial yang digunakan sebagai alat ekspansi modal, militer, dan pendatang,"ungkapnya.

 Dengan tegas Ones menyampaikan, seluruh Rakyat Papua wajib menolak penjajahan Indonesia atas Papua.

"Aksi-aksi penolakan segala produk kolonialisme itu wajib didukung semua orang. Ini kewajiban moral bagi setiap umat manusia tanpa batas rasial, agama, dan kelompok. Ini produk oligaki kapitalis birokrat yang harus ditolak oleh rakyak Indonesia,"jelasnya.

Lebih lanjut kata Suhuniap, DPRP, MRP dan Gubernur dalam dua Provinsi administrasi kolonial adalah boneka kolonial yang takut berdiri bersama rakyat Papua.

"Para pejabat ini memanfaatkan penderitaan rakyat Papua untuk uang dan jabatan dalam kolonial. Mereka harus diberi peringatan dengan suara dan aksi-aksi rakyat Papua terus menerus tanpa celah,"tegas Ones.

Ones menambahkan, Ingat! Prinsip kita adalah bangkit membela diri dari ancaman kolonialisme dan kapitalisme.

"Upaya membela diri bukanlah makar, kriminal, atau teroris. Ini adalah perjuangan pembebasan nasional Papua Barat. Agar 1000 tahun kedepan bangsa Papua masih terus eksis diatas tanah airnya sendiri,"tutupnya. (*)

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Papua.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved