Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Syiar Ramadan

Sabaruddin: Taat Kepada Allah Jika Ada Rasa Malunya

Sabaruddin menyampaikan dalam hadis Rasulullah Muhammad SAW bersabda, keimanan itu dibagi menjadi 70 bagian. 

Penulis: Kaswadi Anwar | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM/KASDAR KASAU
Dai Cendekiawan Alumni Timur Tengah, Sabaruddin LC saat jadi narasumber Syiar Ramadan Kalla Grup episode 24 hadir dengan tema Mudik Sejati, Selasa (26/4/2022) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Syiar Ramadan Kalla Grup episode 25 hadir dengan tema Be Excelent With Siri

Program ini disiarkan langsung di kanal You Tube dan Facebook Tribun Timur, Rabu (27/4/2022).

Syiar Ramadan dipandu oleh host, Kinan Aulia.

Hadir sebagai narasumber, Dai Cendekiawan Alumni Timur Tengah, Sabaruddin LC.

Sabaruddin menyampaikan dalam hadis Rasulullah Muhammad SAW bersabda, keimanan itu dibagi menjadi 70 bagian. 

Keimanan paling tinggi mengucapkan tiada Tuhan selain Allah. Paling rendah, menyingkirkan sesuatu yang membahayakan.

Diantara pertengahan tersebut dikatakan malu bagian dari iman.

Dia menjelaskan, malu jadi patokan karena ulama mengatakan malu itu merupakan pondasi untuk melakukan pembagian keimanan-keimanan yang lain.

"Orang akan taat kepada Allah jika ada rasa malunya. Orang akan menghindari maksiat jika ada rasa malunya, baik kepada Allah maupun ke sesama manusia," jelasnya.

Dalam Al Quran Allah memberikan gambaran, bahwa  budaya malu atau siri merupakan  akhlak para nabi. 

Rasa malunya Rasulullah Muhammad SAW melebihi malunya seorang wanita.

Dalam sebuah riwayat disampaikan, ketika Allah ingin menghancurkan seseorang, bukan diberi penyakit.

Sebab penyakit menggugurkan dosa. Namun, Allah jika ingin hancurkan seseorang dengan mencabut rasa malu dalam dirinya.

"Jadi jika ada orang yang sudah tidak ada rasa malunya, maka itulah cara Allah,"  ucap pendidik Sekolah Islam Athirah ini.

Sabaruddin mencontohkan, sekarang ada orang menggunakan baju orange (tahanan). Ketika disorot kamera, masih melambaikan tangan. Hal ini terjadi lantaran sudah tidak ada rasa malunya.

"Ketika Allah ingin menghinakan seseorang, maka rasa malunya diangkat (cabut)," sebutnya.

Diungkapkan Sabaruddin, dalam agama malu itu ada tiga versi, malu kepada diri sendiri, malu kepada sesama dan malu kepada Allah.

Sedangkan dalam budaya Bugis-Makassar, malu atau siri ada empat. 

Yakni, siri ripakasiri, siri mappakasiri-siri, siri teddeng siri na dan siri mate siri. Budaya malu atau siri Bugis-Makassar ini sesuai dengan agama.

Pertama, siri ripakasiri berkaitan dengan harkat, martabat keluarga. Makanya dalam tradisi bugis, nikah lari atau silariang merupakan sebuah aib.

"Makanya budaya siri ripakasiri ini budaya yang sangat agung, menjaga kehormatan," tutur Sabaruddin.

Kedua, siri mappakasiri-siri, berkaitan dengan etos kerja. Dalam tradisi bugis pantang untuk meminta. 

Sebab meminta-minta itu merupakan siri, malu untuk meminta karena ini tak sesuai agama.

Rasulullah mengatakan orang yang suka meminta-minta itu tidak ada malunya. Nanti di akhirat akan datang muka tanpa daging, karena sudah tidak ada malunya.

Ketiga, siri teddeng siri. Ini berkaitan seseorang yang  punya utang piutang. 

Sudah ada perjanjian bahwa dia membayar pada bulan tertentu, tapi setelah jatuh tempo tidak dibayar. Maka di sini dianggap tenddeng siri.

"Tradisi Bugis-Makassar ketika orang berjanji, toddopuli, bahwa saya akan bayar dan selesaikan, maka mesti diselesaikan. Kalau tidak diselesaikan maka ada budaya teddeng siri," terang Sabaruddin.

Keempat, terpenting adalah siri mate siri. Sesuai hadis Rasulullah, siri bagian dari imam. 

"Siri mate siri ini adalah orang yang sudah tidak ada malunya. Dia melakukan maksiat, melakukan apa yang ingin dilakukan karena sudah tidak ada malunya. Jangankan ke sesama manusia, juga ke hadapan Allah," pungkasnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved