Resonansi Tribun Timur
Resonansi: Dewan Kebudayaan Kota
Kebudayaan memang berbeda dengan peradaban. Tetapi peradaban tidak lain adalah realisasi dari kebudayaan yang paling bisa kita lihat dan rasakan.
Dewan Kebudayaan Kota
Oleh: Moch Hasymi Ibrahim
Budayawan
TRIBUN-TIMUR.COM - Kebudayaan adalah seluruh aspek yang terkait dengan cipta, karya dan karsa sebuah masyarakat.
Cipta menyangkut hal-hal yang terkait dengan daya cipta sebagai manifestasi respon umat manusia atas ekosistem yang melingkupinya.
Bagi masyarakat yang berdiam di kutub, misalnya, akan merespon alam dengan menciptakan mantel bulu dan rumah yang aman untuk perlindungan dari cuaca dingin sepanjang tahun.
Ini terkait dengan karya, yaitu wujud imajinasi dalam merespon ekosistem tersebut sehingg lahirlan arsitektur rumah igloo, rumah kaum Eskimo.
Karya biasanya mewujud dalam apa yang disebut “benda-benda budaya” baik yang digunakan untuk keperluan sehari-hari maupun benda-benda yang berupa abstraksi untuk menjadi penanda dan rujukan.
Contohnya karya seni, sesuatu yang membutuhkan interpretasi dan bisa berfungsi sebagai stimulasi gerak dan dinamika kehidupan.
Sementara karsa menyangkut antara lain gagasan, ide, pengetahuan yang dibakukan dalam ingatan dan atau yang selalu berkemungkinkan untuk berkembang dan dikembangkan.
Sains dan Teknologi, misalnya.
Penyederhanaan paham tentang kebudayaan ini patut dikemukakan sebab sejauh ini kita umumnya mereduksi pengertian kebudayaan hanya pada sebatas tradisi dan adat istiadat, kesenian dan bentuk-bentuk ekspresi estetik lainnya.
Padahal cipta karya dan karsa manusia juga melingkupi hal-hal yang abstrak seperti sistim nilai dan sistim kepercayaan yang merupakan landasan kesadaran untuk tindakan dan perilaku.
Juga sistim sosial dan sistim pengetahuan.
Sehingga tyak jarang kita jumpai anggapan bahwa cara kita berinteraksi dan berkomunikasi, cara kita menyelenggarakan pemerintahan atau bahkan cara kita mengolah makanan adalah bagian dari kebudayaan.
Memang harus segera kita sadari bahwa pada tingkat operasional, kebudayaan itu amat sulit dirangkum dalam satu postulat teori tunggal.
Tetapi dalam konteks ini kita dapat terbantu dengan satu terminologi lain yaitu peradaban.
Kebudayaan memang berbeda dengan peradaban.
Tetapi peradaban tidak lain adalah realisasi dari kebudayaan yang paling bisa kita lihat dan rasakan.
Ketika kita menyebut “peradaban Andalusia”, misalnya, kita dapat melihat jejak-jejak arsitektur negeri yang pernah menjadi pusat peradaban Islam di Eropa itu.
Kita juga dapat membaca kary-karya pemikir yang merupakan cerminan pencapaian pemikiran pada jaman itu.
Peradaban dengan demikian dapat lebih dipahami sebagai realisasi kebudayaan yang telah “dibekukan” sehingga bahan-bahannya menjadi kekayaan dan khasanah yang dapat menjadi pedoman, rujukan dan titik pijak untuk membangun peradaban kita pada masa kini.
Dengan dua pengertian tersebut, maka paling tidak kita sudah dapat memahami lebih jernih apa sesungguhnya kebudayaan itu.
Untuk lebih jelasnya, Koentjaraningrat, seorang ahli antropologi dan pakar kebudayaan yang sampai kini banyak dirujuk menyebut bahwa kebudayaan tidak lain adalah seluruh sistim gagasan, tindakan dan karya yang dihasilkan manusia dalam hidup bermasyarakat dan menjadi miliknya melalui proses belajar.
Batasan dan ruang lingkup ini pula yang menyebabkan kebudayaan selalu didekatkan dengan pendidikan.
Adapun sistim-sistim gagasan, tindakan dan karya tersebut meliputi sistim religi dan upacara keagamaan, sistim organisasi kemasyarakatan, sistim pengetahuan, bahasa, kesenian, sistim mata pencaharian hidup dan sistim teknologi dan peralatan.
Sistem-sistem inilah yang terus berkembang dan dikembangkan sehingga kerangka kerja kebudayaan adalah bidang yang amat luas cakupannya.
Di dalamnya tentu termasuk pelembagaan atau pembangunan lembaga-lembaga baik formal dan informal dalam sebuah komunitas atau masyarakat.
Yang harus kita sadari bersama dalam konteks ini ialah bahwa kebudayaan dengan sistim-sistim yang ada di dalamnya tadi adalah sesuatu yang dinamis dan tidak dapat “dibekukan” atau dibuat statis hanya pada adatm istiadat dan tradisi.
Kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis dan terus bergerak.
Sistem pemerintahan kita misalnya dahulu disebut autoritarian dan sekarang disebut demokratis. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Lantas apa yang dapat kita pahami ketika Pemerintah Kota Makassar belum lama ini membentuk Dewan Kebudayaan Kota Makassar?*