Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Resonansi Tribun Timur

Resonansi Tribun Timur: Pemimpin dan Pejabat

Dan karena kekuasaan itu lebih bertendensi ke penyalahgunaan dan cenderung korup maka yang timbul adalah kesewenang-wenangan.

Editor: AS Kambie
dok.tribun
Moch Hasymi Ibrahim 

Oleh: Moch Hasymi Ibrahim
Budayawan, tinggal di Makassar

TRIBUN-TIMUR.COM - Setiap kita adalah pemimpin, begitu bunyi salah satu hadist rasul.

Namun kita harus sadari bahwa menjalankan tugas kepemimpinan itu tidak mudah.

Misalnya, seorang pemimpin itu harus bisa menjadi teladan, harus bisa memberi contoh yang baik bagi pengikutnya.

Aspek kepemimpinan satu itulah yang belakangan ini mulai hilang di tengah kita. Keteladanan.

Kita sudah jarang menyaksikan sisi-sisi keteladanan dari para pemimpin publik.

Yang ramai hanya ekspresi dan aksi untuk diakui, dipuji dan, maaf, dijilat oleh para pengikutnya.

Tindakan sehari-hari mereka adalah pamer kebanggaan dan kekayaan.

Narasi mereka adalah memuji diri sendiri dan keluarga.

Gaya hidup mereka sama sekali tidak mencerminkan empati pada masalah dan penderitaan para pengikut.

Memang tidak mudah menjadi teladan, menjadi acun dan memberi contoh kepada orang banyak.

Karena itu tidak mudah untuk menjadi pemimpin.

Seorang pejabat tidak serta merta bisa disebut pemimpin, terutama apabila ia tidak dapat dijadikan teladan.

Menjadi pejabat memang memimpin tetapi tidak semua pejabat dapat menjalankan fungsi kepemimpinan dengan baik.

Memberi arah dan menetapkan langkah, mendorong, memotivasi, menyemangati, memberi pujian, melindungi, bertindak dan mengambil keputusan, bertanggung jawab, jujur dan berani, dan seterusnya, adalah antara lain fungsi kepemimpinan.

Sementara tidak semua pejabat dapat dan mau melalukan itu.

Atau bahkan lebih parah, tidak semua pejabat memiliki kapasitas dan kemampuan untuk menjalankan fungsi-fungsi dasar kepemimpinan itu dengan baik dan seharusnya.

Para pejabat memang berkewajiban memimpin sebab itu adalah tugas dan tanggungjawab yang harus dijalankannya.

Tetapi tidak semua pejabat adalah pemimpin, dalam pengertian mampu dan sanggup menjalankan fungsi kepemimpinan.

Olehnya jangan heran kalau umumnya pejabat hanya bisa dan menjalankan fungsi kuasa, mempertontonkan kekuasaan.

Dan karena kekuasaan itu lebih bertendensi ke penyalahgunaan dan cenderung korup maka yang timbul adalah kesewenang-wenangan.

Para pejabat pun kemudian disebut sebagai penguasa, orang yang berkuasa dan menguasai.

Seorang pemimpin memang memiliki kekuasaan, tetapi dalam pengertian kekuasaan sebagai otoritas dan kewenangan untuk bertindak menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan.

Bukan untuk berkuasa dan menguasai dalam pengertian sewenang-wenang, sebab seorang pemimpin menyadari bahwa kekuasaan diperlukan dan seharusnya diperlakukan sebagai alat untuk memperlancar dan mengendalikan sistem, mekanisme, metode pencapain tujuan.

Kekuasaan bagi seorang pemimpin bukan pertama-tama sebagai alat pemaksa melainkan instrumen pendorong berjalannya sistem dalam mencapai tujuan.

Sayangnya, bagi para pejabat kita umumnya, kekuasaan masih lebih dipandang sebagai properti pribadi yang harus hanya dipakai untuk kepentingan pribadi dan keluarga.

Bagi umumnya mereka, kuasa benar-benar merupakan alat pemaksa untuk menguasai orang lain demi kepentingannya.

Ringkasnya, kita mulai harus menyadari perbedaan antara pejabat dan pemimpin, sebab semua pejabat memang harus memimpin tetapi belum tentu mereka mau dan mampu menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinan.

Menjadi teladan itu tadi, umpamanya.

Yang kita saksikan hari-hari ini, para pejabat kita lebih tampak sebagai penguasa daripada pemimpin. *

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved