Syahrul Yasin Limpo Jadi Profesor
Bukan Dosen Unhas, Penyebab Syahrul Yasin Limpo Diangkat Jadi Profesor Kehormatan hingga soal Gaji
Universitas Hasanuddin atau Unhas mengangkat Syahrul Yasin Limpo sebagai profesor kehormatan.
TRIBUN-TIMUR.COM - Universitas Hasanuddin atau Unhas mengangkat Syahrul Yasin Limpo sebagai profesor kehormatan.
Pengangkatan sebagai profesor kehormatan karena adanya prestasi atau pengetahuan yang luar biasa yang diakui secara internasional.
Seremoni pengukuhan akan berlangsung, Kamis (16/3/2022) besok pagi, di gedung Rektorat Unhas, Jl Perintis Kemerdekaan, Tamalanrea, Kota Makassar, Sulsel.
Sebagai bagian dari pegangkatan dirinya sebagai profesor kehormatan, Syahrul Yasin Limpo akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Hibridisasi Hukum Tata Negara Positivistik dengan Kearifan Lokal dalam Mengurai Kompleksitas Kepemerintahan."

Pengangkatan Syahrul Yasin Limpo sempat terhambat karena mendapatkan penolakan dari Senat Akademik Unhas karena belum memenuhi syarat sesuai Permendikbudristek Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan pada Perguruan Tinggi.
Ada empat syarat yang sempat belum dipenuhi pada saat itu.
Pertama, Syahrul Yasin Limpo masih berstatus dosen tetap pada salah satu universitas swasta di Makassar, yakni Universitas Muhammadiyah Makassar.
Kedua, kriteria Program Studi S3 Ilmu Hukum sebagai pengusul belum terakreditasi A.
• Sempat Berpolemik, Besok Syahrul Yasin Limpo Diangkat Jadi Profesor Kehormatan di Unhas
Ketiga, dokumen dari pengusul belum ada.
Keempat, penilaian dari Tim Ahli yang mendasari pertimbangan Senat Akademik belum ada.
Akhirnya, sehari setelah dia ulang tahun ke-67, Menteri Pertanian RI dan mantan Gubernur Sulsel itu pun akan resmi diangkat sebagai profesor kehormatan di almamaternya.
Aturan pengangkatan profesor kehormatan
Lalu seperti apa aturan pengangkatan profesor kehormatan?
Aturan pengangkatan profesor kehormatan pemberian gelar profesor kehormatan atau guru besar tidak tetap (GBTT) tercantum pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Kemudian, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pengankatan Profesor/Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi, serta Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 154/E/KP/2013 tentang Guru Besar Tidak Tetap.
Pasal 72 Ayat (5) Undang-Undang Nomor 12/2012 menyatakan, "Menteri dapat mengangkat seseorang dengan kompetensi luar biasa pada jenjang jabatan akademik profesor atas usul Perguruan Tinggi".
Menteri dalam pasal tersebut merujuk pada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang mendidikan, yakni Mendibudristek.
• Kado Ulang Tahun Ke-67 Syahrul Yasin Limpo: Terima Gelar Profesor Kehormatan dari Unhas
Sementara, dalam Pasal 72 Ayat (6) diatur bahwa pengangkatan tersebut diatur melalui peraturan menteri, dalam hal ini Permendikbud 40/2012 tentang Pengangkatan Profesor/Guru Besar Tidak Tetap pada Perguruan Tinggi.
Pasal 1 Ayat (1) Permendikbud itu mengatur soal kriteria memperoleh gelar profesor kehormatan, yakni memiliki keahlian dengan prestasi luar basa.
Sementara, pada Pasal 2 Ayat (2) dijelaskan bahwa pengangkatan tersebut ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing atas persetujuan senat.
"(1) Seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat sebagai dosen tidak tetap dalam jabatan akademik tertentu pada perguruan tinggi. (2) Pengangkatan seseorang sebagai dosen tidak tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing setelah mendapat persetujuan Senat," demikian bunyi Pasal 1 Permendikbud 40/2012.
Kemudian, Pasal (2) Permendikbud itu mengatur bahwa menetapkan seseorang untuk diangkat sebagai profesor/guru besar tidak tetap berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi.
"Menteri dapat menetapkan seseorang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa untuk diangkat sebagai profesor/guru besar tidak tetap pada perguruan tinggi berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi," demikian bunyi Pasal 2 Permendikbud 40/2012.
Di samping itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi juga memiliki Surat Edaran Nomor 154/E/KP/2013 tentang Guru Besar Tidak Tetap.
Surat edaran itu memberi pengaturan lanjut atas Pasal 72 Ayat (5) UU Nomor 12 Tahun 2012 serta Permendikbud Nomor 40 Tahun 2012.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa peraturan perundangan tersebut dimaksudkan untuk menghargai dan mengakui ilmu yang tumbuh di dalam lingkungan profesi, karir, atau masyarakatn" demikian petikan isi SE tersebut.
Selain itu, SE tersebut juga menyebutkan tiga poin terkait guru besar tidak tetap, berikut poin-poinnya:
"1. Seseorang yang dicanlonkan sebagai Guru Besar Tidak Tetap bukan berasal dari akademisi.
2. Calon Guru Besar Tidak Tetap memiliki karya yang bersifat "tacit knowledge" yang memiliki potensi dikembangkan menjadi "explicit knowledge" di perguruan tinggi dan bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia.
3. Calon Guru Besar Tidak Tetap diajukan oleh perguruan tinggi setelah melalui Rapat Senat Perguruan Tinggi kepada Menteri dengan dilampiri karya-karya yang bersangkutan."
Bagaimana gaji dan tunjangannya?
Sesuai aturan, guru besar tidak tetap tidak akan mendapatkan gaji dan tunjangan.
Hal ini karena gaji GBTT sudah didapat dari tempat bekerja utamanya.
Seseorang yang mendapat jabatan GBTT tidak boleh menerima dua gaji di tempat berbeda.(*)