Wamena
Ribuan Warga Wamena Turun ke Jalan Hingga Membuat Kota Itu Lumpuh, Ternyata Ini Tuntutannya
Mereka turun ke jalan menyuarakan penolakan rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Lapago, Wamena.
TRIBUN-TIMUR.COM - Kota Wamena, Kabupaten Jaya Wijaya, Papua, Kamis (10/3/2022), lumpuh setelah dilanda demonstrasi besar-besaran oleh ribuan warga.
Mereka turun ke jalan menyuarakan penolakan rencana pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Lapago, Wamena.
"Kami membutuhkan penyelesaian HAM bukan pemekaran. Pemekaran membawa orang Papua ke genosida, karena pemekaran kabupaten saja telah banyak konflik. Pemerintah fokus benahi sistem pemerintahan bukan menambah masalah," kata Penanggung Jawab Aksi Dano Tabuni dalam keterangan resminya, Kamis (10/3).
Ia mengatakan kini sudah waktunya pemerintah membuka ruang sebesar-besarnya kepada Orang Asli Papua (OAP) untuk memberikan pandangan/pikiran tentang berhasil atau tidaknya Otsus [otonomi khusus] selama 20 tahun di Papua.
"Rakyat Papua telah menyaksikan kebijakan pemerintah Pusat di Papua yang mana tidak pernah melibatkan orang Papua," ujarnya.
Dano mengatakan hal tersebut dibuktikan melalui perpanjangan Otsus Papua. Dalam pembahasannya tidak ada satu pun aspirasi Orang Asli Papua (OAP) yang dapat diakomodasi. Menurutnya, dari 79 pasal dalam UU Otsus, hanya versi pemerintah yang dititipkan kepada kelompok tertentu di Papua untuk dirumuskan.
"Ini seharusnya terbuka dan transparan dalam negara demokrasi seperti di Indonesia," tuturnya.
Selain itu, Dano menilai bahwa Rapat Dengar Pendapat (RDP) merupakan ruang yang tepat bagi berbagai pihak yang berbeda pandangan untuk menyalurkan aspirasinya, terutama OAP dan pihak pendukung "Papua merdeka harga mati" dengan "NKRI harga mati".
Dengan hal ini, kata dia, rakyat Papua Barat merasa didiskriminasi oleh Pemerintah Pusat. Sejumlah organisasi masyarakat sipil dan aktivis politik pun mengorganisasi penolakan atas evaluasi UU Otsus dan perpanjangannya.
Kendati demikian, pemerintah secara sepihak telah melakukan revisi tanpa mendengarkan aspirasi rakyat Papua, kemudian menitipkan pasal-pasal dalam UU Otsus untuk mengakomodasi kepentingganya dan salah satunya pemekaran.(*)
"Pemekaran bukanlah aspirasi rakyat Papua tetapi demi kepentingan elite-elite bupati Lapago dan Jakarta" tegas Dano.
Ia menilai pola kepentingan elite politik ini tercermin dalam tata cara pemekaran.
Secara aspek yuridis, Tata Cara Pemekaran Provinsi Papua telah diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Pasal tersebut menyatakan pemekaran Provinsi Papua dilakukan atas persetujuan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua, dengan memperhatikan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan Sumber Daya Manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa mendatang.(*)