Opini Tribun Timur
Minyak Goreng Langka di Negara Penghasil CPO Tertinggi di Dunia
Minyak goreng telah mengalami kelangkaan di toko-toko dan pasar-pasar tradisional hampir di seluruh wilayah di Indonesia.

Oleh: Engki Fatiawan
Mahasiswa Fakultas Pertanian Unhas & Ketua Umum Pikom IMM Pertanian Unhas
Minyak goreng telah mengalami kelangkaan di toko-toko dan pasar-pasar tradisional hampir di seluruh wilayah di Indonesia.
Langkanya minyak goreng ini berawal dari turunnya harga minyak goreng.
Harga minyak goreng yang turun membuat masyarakat berlomba-lomba membeli dengan jumlah banyak sehingga stok minyak goreng di toko swalayan cepat habis.
Harga minyak goreng telah ditetapkan pada 1 Februari melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 tentang penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
Dalam pasal 2 dijelaskan minyak goreng curah, minyak goreng kemasan sederhana, dan minyak goreng kemasan premium.
Harga minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp14 ribu per liter.
Demikian HET yang ditetapkan dalam pasal 3 pada Permendag tersebut.
Setelah ditetapkannya harga minyak goreng sawit bukannya jumlah di pasar bertambah malah jumlahnya semakin berkurang.
Masyarakat sulit mendapatkan minyak akhir-akhir ini. Jika pun ada maka harganya tidak sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah.
Langkanya minyak goreng akan berimbas pada ibu-ibu rumah tangga karena minyak goreng sangat dibutuhkan sebagai bahan dapur.
Begitu pun dengan UMKM penjual gorengan, Rumah makan, dan usaha-usaha lain yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakunya.
Oleh karena itu, diharapkan stok minyak goreng harus terpenuhi.
Indonesia tidak seharusnya megalami kelangkaan minyak goreng sawit karena lahan sawitnya sangat luas. Estimasi luas lahan sawit Indonesia pada tahun 2021 adalah 15.081.021 hektar.
Angka pertumbuhan luas lahan sawit setiap tahun mengalami peningkatan sampai sekarang setelah mengalami penyusutan pada tahun 2016 yang berkurang seluas 58.811 hektar.
Dari data luas lahan sawit yang dikelola baik negeri maupun swasta sehingga Indonesia berada di peringkat pertama penghasil CPO di Dunia.
Pada tahun 2020 Indonesia menduduki ranking pertama eksportir terbesar minyak kelapa sawit. Total ekspor CPO RI pada tahun tersebut mencapai 37,7 juta ton.
CPO atau Crude Palm Oil adalah minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari hasil ekstraksi atau proses pengempaan daging buah (mesocarp) kelapa sawit dan belum mengalami pemurnian.
Minyak kelapa sawit mentah ini memiliki produk turunan.
Produk turunan yang paling umum yaitu campuran biodesel, bahan baku minyak goreng, bahan baku produk makanan, dan bahan baku kosmetik.
Selain itu ada beberapa penemuan pemanfaatan CPO yakni menghasilkan bensin, mengembangkan surfactant Metil Ester Sulfonat untuk meningkatkan produktivitas minyak si dumur tua dan lain sebagainya.
Berdasarkan hal di atas maka saat ini minyak goreng tidak seharusnya mengalami kelangkaan.
Luas lahan sawit semakin menigkat dan produksi CPO juga tinggi tiap tahunnya.
Lalu, pertanyaannya adalah apa yang membuat minyak goreng mengalami kelangkaan?
Selain dibuat turunannya sebagai minyak goreng, CPO juga memiliki beberapa produk turunan lain yakni biodiesel dan bahan baku kosmetik.
Namun, yang paling banyak digunakan adalah minyak goreng dan biodiesel, selebihnya kosmetik dan produk turunan lainnya.
Minyak goreng sendiri sebagai bahan baku konsumsi di masyarakat dan biodiesel sebagai bahan baku energi dalam negeri.
Minyak goreng yang langka salah satu penyebabnya adalah stok CPO untuk minyak goreng sebagian dialihkan ke biodiesel untuk mencukupi kebutuhan energi dalam negeri.
Harga CPO yang lebih tinggi ditawarkan oleh pihak penyedia biodiesel membuat pengusahan CPO lebih memilih menjual ke perusahaan energi.
Selain itu, harga Crude Palm Oil masih tinggi untuk saat ini.
Kebutuhan produksi energi lebih dipilih dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat.
Imbas dari langkanya minyak goreng akan merugikan masyarakat dan usaha-usaha kecil.
Seharusnya pemerintah perlu memperhatikan hal tersebut agar nasib masyarakat lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan energi yang bisa saja menguntungkan beberapa pihak.
Hal ini juga telah di sampaikan oleh Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menyebut, kelangkaan minyak goreng yang saat ini terjadi karena pemerintah lebih memanjakan biodiesel ketimbang urusan perut rakyat.
Langkanya minyak goreng juga disebabkan oleh adanya penimbunan dalam negeri.
Kasus penimbunan yang hangat diperbincangkan adalah Gudang PT. Salim Ivomas Pratam Tbk.
Kasus ini terkuak saat tim Subdit I/Indag Ditreskrimsus Polda Sumatera Utara bersama Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melakukan monitoring pada Jumat, 18 Februari 2022.
Sementara di Kota Makassar praktik penimbunan juga terjadi. Dilansir dari detik.com ada 61,18 ton untuk konsumsi rumah tangga dialihkan ke industri.
Melangsir REPUBLIKA.CO.ID, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkapkan adanya pembatasan stok dari distributor ke agen, dan antara agen ke pelaku usaha, menjadi penyebab masih terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasaran.
Hal tersebut merupakan hasil pemantauan pada sejumlah pasar maupun retail modern dan tradisional di 34 provinsi.
Hal tersebut diungkapkan oleh anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika.
Penyebab lainnya adalah adanya panic buying oleh masyarakat.
Sejak pandemi Covid-19 panic buying telah terjadi di masyarakat seperti halnya kelangkaan masker, handsanitizer, dan susu beruang.
Dari suasana itulah sehingga hal tersebut juga terbawa pada minyak goreng saat ini.
Olehnya itu, pemerintah harus bertanggung jawab dengan hal ini sehingga kebutuhan perut rakyat bisa terpenuhi.
Pengawasan pendistribusian minyak goreng harus lebih intens hingga sampai pada tangan konsumen.(*)