Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Karaeng Karunrung

Kisah Karaeng Karunrung, Mangkubumi Kerajaan Gowa yang Menolak Menyerah ke Belanda dan Arung Palakka

Kerajaan Gowa Tallo berjuang habis-habisan untuk melawan gempuran dari pasukan VOC yang dibantu oleh sekutunya, Kerajaan Bone

Editor: Muh. Irham
int
Ilustrasi perang Makassar di sekitar Benteng Somba Opu 

TRIBUN-TIMUR.COM – Sejarah membuktikan bahwa perang Makassar merupakan salah satu perang yang terdahsyat yang terjadi di Sulawesi Selatan.

Kerajaan Gowa Tallo berjuang habis-habisan untuk melawan gempuran dari pasukan VOC yang dibantu oleh sekutunya, Kerajaan Bone yang dipimpin Arung Palakka.

Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin kala itu, Kerajaan Gowa Tallo memulai peperangan dengan VOC pada tahun 1666 dan baru berakhir pada tahun 1667.

Akhir dari perang ini adalah ditandatanganinya Perjanjian Bongaya atau Bungaya. Perjanjian ini sekaligus menjadi pertanda jika Kerajaan Gowa mengakui kekalahan dari VOC dan Kerajaan Bone.

Berikut isi Perjanjian Bungaya yang penuh sejarah tersebut:

Isi dari perjanjian Bongaya, antara lain Sultan Hasanuddin sebagai Raja Gowa mengakui pemerintahan dan kekuasaan Belanda (VOC) di Makassar.

Kerajaan Gowa harus menyerahkan Benteng Ujungpandang (kemudian menjadi Fort Rotterdam) kepada Belanda.

Berikut ini selengkapnya seluruh isi dari Perjanjian Bongaya:

Makassar harus mengakui monopoli VOC.
Wilayah Makassar dipersempit hingga tinggal Gowa saja.
Makassar harus membayar ganti kerugian perang.
Hasanuddin harus mengakui Arung Palaka sebagai Raja Bone.
Gowa tertutup bagi orang asing selain VOC.
Benteng-benteng yang ada harus dihancurkan kecuali Benteng Rotterdam.

Selesaikan peperangan itu? Ternyata tidak. Meski raja mereka, Sultan Hasanuddin telah menandatangani Perjanjian Bungaya, namun tidak demikian dengan sejumlah petinggi kerajaan.

Mereka tetap melakukan perlawanan terhadap VOC, bahkan beberapa di antara mereka memilih meninggalkan Sulawesi dan membantu perlawanan kerajaan-kerajaan lain untuk menghadapi VOC. 

Salah satu petinggi Kerajaan Gowa Tallo yang menolak menyerah adalah Karaeng Karunrung.

Karaeng Karunrung, penasihat sekaligus Mangkubumi Kerajaan Gowa. Secara terang-terangan ia menentang keputusan Sultan Hasanuddin yang menandatangani perjanjian damai Bongaya dengan Belanda pada 18 November 1667.

Karunrung memilih terus berjuang.

Karaeng Karunrung yang bermukim di Bontala, mempersiapkan diri. Pada 21 April 1668 pecahlah kembali perang. Pasukannya dengan cerdik menembus beberapa blokade pasukan dan menuju benteng Rotterdam yang telah dikuasi VOC.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved