Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kakbah di Metaverse

Muhammadiyah: Haji di Metaverse Tak Sah, Ibadah Tidak Dapat Dipindahkan ke Dunia Fiksi

PP Muhammadiyah buka suara soal kontroversi kakbah di Metaverse yang ramai diperbincangkan dunia Islam

Editor: Ilham Arsyam
Tribunnews
PP Muhammadiyah buka suara soal kontroversi kakbah di Metaverse yang ramai diperbincangkan dunia Islam 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kakbah ditaruh di metaverse oleh pihak Arab Saudi pada akhir Desember 2021 lalu. 

Hal ini memunculkan kontroversi serta polemik di kalangan umat Islam.

Pertanyaan kemudian muncul, jika Kakbah ada di Metaverse bisakah ibdaha haji dilakukan secara virtual?

Soal pelemik ini, PP Muhammadiyah akhirnya buka suara.

Faozan Amar, Sekretaris Lembaga Dakwah Khusus PP Muhammadiyah (LDK PP Muhammadiyah) memaparkan hukum ibada haji di Kakbah Metaverse hukumnya tidak sah.

Apalagi, kata dia, ibadah tidak bisa bisa dipindahkan ke dunia fiksi seperti Kakbah Metaverse.

“ibadah haji merupakan ibadah yang memadukan unsur maliyah (harta), ruhaniyah (jiwa) dan jasmaniyah (fisik).  Karena itu syarat melaksanakan ibadah haji adalah istatha’ah, yaitu mampu (QS. Ali Imran; 97),” papar Faozan kepada KOMPAS TV lewat pesan Whatsapp, Kamis (10/2/2022).

Faozan lantas memaparkan lebih lanjut soal QS Ali Imran ayat 97 yang jadi rujukan terkait haji dan perkara ‘mampu tersebut.

Mampu (Istatha’ah) lanjut Faozan dimaknai dengan lima hal. Pertama sehat jasmani dan Ruhani sehingga bisa menjalankan ibadah haji dengan sempurna.

Kedua, mampu secara biaya untuk sampai ke Mekah dan Madinah, dan ketiga lanjut Faozan adalah mampu secara kuota, yakni mendapatkan jatah waktu berhaji.

Keempat kata dia adalah mampu secara ilmu, sehingga dapat menjalankan ibadah sesuai tuntunan Al Quran dan sunah. dan Kelima aman dalam perjalanan dan saat beribadah dari wabah penyakit, seperti terhindar dari virus Covid-19.

“Ibadah haji merupakan ibadah yang telah ditentukan waktu dan tempatnya, yakni pada bulan Dzulhijah di kota suci Mekah dan Madinah, sehingga tidak bisa diganti dengan waktu dan tempat lain,” tambah dia.

Sebab di kedua tempat tersebut terdapat tempat untuk miqat, wukuf di Arafah, sai, melempar jumrah, dan thawaf mengelilingi Kabah yang tidak bisa tergantikan oleh tempat lain, sesuai dengan syariat ibadah haji.

“Karena itu, haji di Metaverse tidak sah, sebab tidak memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan dalam syariat haji,” lanjutnya.

Ibadah Tidak Bisa Dipindah ke Metaverse, Tapi Boleh sebagai Wisata Religi dan Tempat Belajar
Faozan lantas menambahkan, ibadah tidak bisa dipindahkan ke tempat yang fiksi, meskipun dengan teknologi tinggi seperti Kakbah di Metaverse tersebut.

“Ibadah mahdhah tidak dapat dipindahkan ke dunia fiksi. Sehingga haji tidak sah dilakukan secara virtual di metaverse,” tambahnya.

Ia lantas menjelaskan, tapi diperbolehkan sebagai bentuk wisata religi atau pembelajaran. Khususnya bagi anak kecil atau sebagai belajar manasik haji

“Namun jika haji Metaverse dimaksud sebagai sarana wisata religi dan pembelajaran seperti anak kecil yang belajar manasik haji, maka boleh saja,” tambahnya.

Faozan Amar lantas menjelaskan, pembelajaran justru bagus sehingga nanti bisa saat praktek langsung bisa tepat.  

“Sehingga pada saat melaksanakan ibadah haji yang sebenarnya, diharapkan telah dapat memahaminya dengan baik dan benar,” tutupnya.

Penjelasan MUI

Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Ka'bah secara virtual di Metaverse tidak memenuhi syarat.

Sebab, aktivitas ibadah haji merupakan ibadah mahdlah yang tata cara pelaksanaannya sudah ditentukan.

"Haji itu merupakan ibadah mahdlah, besifat dogmatik, yang tata cara pelaksanaannya atas dasar apa yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW," kata Niam, Rabu(9/2/2022).

Menurutnya, ada beberapa ritual dalam haji yang membutuhkan kehadiran fisik dan terkait dengan tempat tertentu, seperti thawaf.

Ia menjelaskan, tata cara thawaf adalah mengelilingi Kabah sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari sudut hajar aswad (secara fisik) dengan posisi Kabah berada di sebelah kiri jemaah.

"Manasik haji dan umrah tidak bisa dilaksanakan dalam hati, dalam angan-angan, atau secara virtual, atau dilaksanakan dengan cara mengelilingi gambar Ka'bah atau replika Ka'bah," jelas dia.

Niam menuturkan, platform hajar aswad di Metaverse untuk kunjungan Ka'bah secara virtual. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk mengenali lokasi yang dijadikan tempat pelaksanaan ibadah haji

Menurutnya, kunjungan virtual hajar aswad di Metaverse juga bisa dilakukan untuk persiapan pelaksanaan ibadah atau biasa disebut sebagai latihan manasik haji atau umrah.

"Kunjungan ke Ka'bah secara virtual bisa dioptimalkan untuk explore dan mengenali lebih dekat, dengan 5 dimensi, agar ada pengetahuan yang utuh dan memadai sebelum pelaksanaan ibadah," ujarnya.

Bagi Niam, ini merupakan bagian dari inovasi teknologi yang perlu disikapi secara proporsional.

"Teknologi yang mendorong pemudahan, tapi pada saat yang sama harus paham, tidak semua aktivitas ibadah bisa digantikan dengan teknologi," tutupnya.

Sementara itu di Turki, Direktorat Urusan Agama, Dinayet, Remzi Bircan mengutarakan protes terkait dugaan rencana pelaksanaan haji metaverse. "Ini tidak boleh terjadi," kata Remzi Bircan.

Tetapi Bircan dari Turki mencoba berhusnuzan kepada otoritas Arab Saudi. Mereka menduga inisiatif Saudi itu cuma untuk promosi, layaknya mengajak orang mengunjungi museum menggunakan kacamata realitas virtual atau VR. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved