Prof TR Andi Lolo Wafat
AM Sallatu: Selamat Jalan Prof Tandi
Prof Tandi, dalam keadaan stroke minta dijemput untuk bersama-sama menjenguk Prof Radi A Gany di rumahnya, sekitar dua bulan sebelum Prof Radi wafat
Oleh: AM Sallatu
Pendidik dan Peneliti
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Berita duka kepergian Prof Tandi, di awal pagi sungguh sangat tidak menyenangkan. Sungguh saya sesali Pandemi Covid-19 ini yang tak kunjung berakhir ini, yang telah menciptakan jarak fisik antara saya dan Prof Tandi.
Puluhan tahun bersahabat, tidak pernah ada kondisi yang membuat kami berdua begitu berjarak.
Apalagi dengan sakit yang telah menderanya dalam bilangan tahun, akibat stroke, bertegur sapa lewat telepon pun sulit kami lakukan.
Kami hanya mampu saling menitipkan rasa rindu masing-masing.
Sambil berharap akan tetap ada waktu kami akan saling berdekapan, mengungkapkan kedekatan persahabatan kami.
Baca juga: Breaking News: Prof TR Andi Lolo Meninggal, Sivitas Akademika Unhas dan Masyarakat Toraja Berduka
Baca juga: Prof Tandi, Mantan Bupati Tana Toraja Dalam Kenangan Sahabat
Ternyata Allah SWT berkehendak lain. Prof Tandi telah berada dalam dekapan-Nya. Saya harus ikhlas kehilangan seorang sahabat yang selalu menyebutku, my brother, dan senantiasa kutimpali dengan sebutan my big brother, karena usianya yang lebih tua.
Sebelum pandemi, sebelum terserang stroke maupun setelahnya, Prof Tandi yang selalu berinisiatif kami berkumpul, termasuk dengan Alm Prof Radi A Gany.
Walau sebenarnya hampir setiap saat kami bertiga, dengan membentuk GWA khusus, selalu bisa berkomunikasi, namun pertemuan secara fisik memiliki makna tersendiri.
Masih abadi dalam ingatan saya, Prof Tandi, dalam keadaan stroke minta dijemput untuk bersama-sama menjenguk Prof Radi A Gany di rumahnya, sekitar dua bulan sebelum Prof Radi A Gany meninggal.
Begitulah persahabatan dan persaudaran yang selalu ingin ditunjukkan oleh Prof Tandi.
Prof Tandi, my big brother, ada semacam arti kesendirian tersendiri yang saya rasakan atas kepergianmu.
Prof Tandi bukan sekedar sahabat dan saudara bagi banyak orang, ia sejatinya seorang pembelajar yang mampu menularkan nilai-nilai kehidupan yang baik.
Saya banyak belajar dan mengacu pada perjalanan hidup Prof Tandi, terutama sebagai guru dan pembimbing bagi mahasiswanya.
Begitu mudah rasanya orang lain bisa menjadi bagian dari keluarganya.
Sepuluh tahun lalu, saat meluncurkan bukunya tepat di usianya yang ke 70, Prof Tandi memilih saya sebagai salah seorang pembahas.
Sejumlah hal menarik Prof Tandi torehkan dibukunya, tetapi diantaranya yang secara berulang diungkapkan, bagaimana kearifan lokal selalu menjadi panduan hidupnya.
Saya anggap hal ini sebagai hal yang cukup langka, bahwa seorang yang bergelar PhD dari Australia masih mau mengacu pada kearifan lokal.
Memang Prof Tandi patut diacungi jempol sebagai sosiolog berpendidikan di luar negeri, tetapi masih mengedepankan kearifan lokal.
Saya ingin mengatakan bahwa Prof Tandi adalah Toraja Tulen yang memiliki kekayaan budaya dan adat istiadat yang senantiasa dipegang teguh.
Semua hal diatas saya percaya tidak pernah luntur dari sosok Prof Tandi. Kekaguman saya karena saya paham betul betapa Prof Tandi yang hobby membaca ini, tidak pernah memilih subtansi bacaan.
Secara pribadi saya berhutang banyak buku pada Prof Tandi, yang bahkan sangat memperhatikan apa yang sepatutnya saya baca.
Belum lagi hal-hal lain, timbunan hutang saya cukup menggunung. Karena itu saya merasa patut dipahami bila memiliki rasa kehilangan besar dengan kepergian Prof Tandi.
Saya merasa benar-benar telah diperlakukan sebagai saudara sendiri sepanjang pergaulan saya dengan Prof Tandi.
Prof Tandi telah sangat berperan untuk memperluas pergaulan dan pengalaman saya, karena itu juga saya merasa berhutang budi.
Meskipun saya tidak berpretensi bahwa hanya pada saya hal seperti itu dilakukan oleh Prof Tandi.
Saat menyebarkan berita duka kepergiannya, betapa banyak individu yang meresponse dengan testimony tentang betapa baik dan luhur pribadi Prof Tandi.
Sebuah sosok dan pribadi yang diakui kecerdasan intelektualnya. Seorang intelektual yang tidak hanya fasih, tetapi juga cermat menerapkan pemahaman dan pengetahuannya dalam realitas kehidupan.
Prof Tandi telah membuktikan dirinya sebagai seorang tokoh di daerah ini, yang telah membawa membawa kepentingan bangsa dan Negara melalui karir diplomatik yang pernah diembannya.
Terkait hal ini, Alm Prof Radi A Gany sering mengguyoninya dengan mengatakan koq mau ya, setelah menjadi pejabat Negara (sebagai Bupati Tator) lalu menerima jabatan eselon III sebagai Atase Pendidikan.
Tetapi dengan enteng saja Prof Tandi menjawab, memangnya eselon itu dimakan ?
Memang sejumlah momen kehidupan yang bisa mempertautkan Prof Tandi, Alm Prof Radi dan saya.
Keakraban kami yang berbasis di kampus Unhas, dalam perjalanan waktu yang cukup panjang, menjangkau kehidupan masyarakat luas. Dalam masa pensiun kami bertiga, kami menggelari kebersamaan bertiga sebagai ‘trio macan tua’.
Dari kampus kami bertiga terlibat dalam dunia politik, lalu ke dunia pemerintahan daerah. Dan semua itu, karena kami bertiga memiliki mentor yang sama, yaitu Alm Prof Ahmad Amiruddin.
Di masa pensiun, begitu banyak pengalaman hidup yang sering kami percakapkan kembali, nyaris semuanya suka dan canda.
Termasuk guyonan canda yang mengundang debat-debat kecil antara kedua senior saya ini dan mendorong saya untuk ngomporin.
Semua itu tinggal kenangan indah, semoga mereka berdua tenang dan damai disisi-Nya.
Selamat Jalan Prof Tandi, hidupmu yang nyaris 80 tahun ini, Engkau telah mengukir banyak sejarah kehidupan.
Bukan hanya keluargamu yang meratapi kepergianmu, melainkan kami semua, teman sejawatmu, murid-muridmu, dan banyak yang lain telah merasa kehilangan. Prof Tandi, Engkau telah menjadi panutan dan acuan dalam pembelajaran hidup. Damai kekallah, disisi-Nya. Aamiin.(*)
Parepare, 31 Januari 2022,-