Opini Tribun Timur
Mewaspadai Bisikan Setan Dalam Jabatan
Setelah pelantikan jabatan di berbagai daerah, rasanya perlu untuk kita saling mengingatkan.
Kita sudah banyak belajar bagaimana kesudahan dari orang-orang yang mengkhianati amanah.
Mereka tercaci maki, terhina. Bagaimana di akhirat kelak? Semoga kita tidak lupa. Pertanggungjawaban bukan di dunia saja.
Jabatan itu hanya debu-debu dunia. Ibarat segelas kopi. Ada manisnya, lebih pekat rasa pahitnya.
Jabatan akan manis tatkala ia bermanfaat untuk warga. Sebaliknya akan menjadi malapetaka yang pahit jika tidak dikendalikan oleh nalar yang jernih.
Kita sering menjumpai banyak pejabat disanjung-sanjung, dikagumi, dimuliakan, dan puja-puja banyak orang.
Namun pada akhirnya, jabatan itu pulalah yang menghantarkan mereka masuk ke dalam jeruji besi.
Histori keserakahan oknum pejabat di negeri ini sudah cukup menjadi klise yang menyayat-nyayat hati dan perasaan warga negara.
Kegilaan Jabatan
Banyak sekali yang tergila-gila dengan jabatan. Ada yang tepaksa harus menjilat atasan, tidak sedikit juga yang merogoh kocek demi kursi panas pimpinan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah banyak membongkar kasus dugaan suap jual beli jabatan.
Sejak tahun 2021 suap jual beli jabatan umumnya dilakukan oleh pimpinan daerah.
Pola yang terjadi, wali kota atau bupati meminta mahar untuk menunjuk orang-orang tertentu menempati sebuah jabatan.
Jabatan banyak diminati tidak semata-semata bertambahnya gaji dan tunjangan. Menurut analisa penulis, jabatan diminati karena adanya orotitas rentang kendali yang luas.
Dengan begitu, pelakunya bisa berbuat sekehendak hatinya. Memuluskan urusan keluarga dan kerabat di birokrasi dengan sekali lobi.
Sistem promosi jabatan dalam pemerintahan kita hari ini pun masih sangat rancu.