Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Terungkap 5 Fakta Soal Haji Endang Pemilik Jembatan Beromzet Rp 20 Juta Sehari, Modal Rp 5 Miliar

Haji Endang menggunakan perahu ponton sebagai penyangga jembatan yang ada di Karawang, Jawa Barat tersebut.

Editor: Ansar
Kompas.com
Muhammad Endang Junaedi, pemilik jembatan penyeberangan perahu di Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang.(KOMPAS.COM/FARIDA) 

TRIBUN-TIMUR.COM - Haji Endang (62) bikin heboh gegara menjadi pemilik jembatan penyeberangan beromzet Rp 20 juta per hari.

Haji Endang menggunakan perahu ponton sebagai penyangga jembatan yang ada di Karawang, Jawa Barat tersebut.

Belakangan terungkap fakta terkait pemilik nama asli, Muhammad Endang Juanedi tersebut.

Untuk membangun jemnbatan tersebut, Haji Endang pun berkerja keras dan mencari pinjaman uang.

Jembatan yang membelah Sungai Citarum tersebut dibangun bukan hanya untuk bisnis, tapi membantu sesama.

Jembatan ini menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.

Jembatan penyeberangan ini membuat warga menjadi terbantu lantaran bisa menghemat waktu tempuh.

Baca juga: Siapa Haji Endang? Pemilik Jembatan Penyeberangan Raup Rp 20 Juta Per Hari, Kini Kehilangan Omzet

Baca juga: 6 Fakta Jembatan Milik Haji Endang, Beromzet Rp20 Juta per Hari hingga Rela Diambil Alih Pemerintah

Haji Endang adalah pemilik dari jembatan penyeberangan perahu ponton di Karawang, Jawa Barat.

Jembatan perahu ponton yang dibuat sejak 2010 tersebut setiap harinya bisa beromzet hingga Rp 20 juta.

Muhammad Endang Junaedi, pemilik jembatan penyeberangan perahu di Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang.(KOMPAS.COM/FARIDA)
Muhammad Endang Junaedi, pemilik jembatan penyeberangan perahu di Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang.(KOMPAS.COM/FARIDA) (Kompas.com)

Pasalnya, setiap hari sedikitnya ada 10.000 pengendara yang melintasi tempat tersebut.

Haji Endang mengaku rela jika jembatan yang dibuatnya itu diambil alih dari pemerintah.

Terlebih jika pengambil alihan tersebut memang demi kepentingan umum.

"Tidak masalah diambil alih pemerintah," kata Haji Endang dilansir Kompas.com, Kamis, (30/12/2021).

Haji Endang mengungkapkan jembatan tersebut dibuatnya memang bukan karena bisnis semata, tapi juga untuk membantu warga.

Diperlukannya biaya operasional, di antaranya seperti gaji pekerja, perawatan perahu, dan akses, membuat Haji Endang memberlakukan tarif Rp 2.000 bagi tiap penggunanya.

Jembatan penyeberangan perahu ponton milik Endang beromzet tak kurang Rp 20 juta per hari di Karawang(KOMPAS.COM/FARIDA)
Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L
Jembatan penyeberangan perahu ponton milik Endang beromzet tak kurang Rp 20 juta per hari di Karawang(KOMPAS.COM/FARIDA) Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat: Android: https://bit.ly/3g85pkA iOS: https://apple.co/3hXWJ0L (Kompas.com)

Namun tarif tersebut sejak awal 2010 lalu hingga kini masih belum mengalami kenaikan.

Selain itu tarif Rp 2.000 ini juga tidak bersifat paten.

Karena Haji Endang tidak mempermasalahkan jika ada pengguna yang hanya memberi Rp 1.000, atau bahkan ada pengguna yang sedang tidak membawa uang.

"Tarif itu tak paten. Sebab jika ada yang memberi Rp 1.000 atau bilang sedang tak bawa uang juga enggak masalah," terangnya.

Berikut 5 fakta jembatan milik Haji Endang:

1. Disusun dari 11 perahu

Jembatan penyeberangan itu terdiri dari rangkaian perahu ponton yang terbuat dari besi.

Ada 11 perahu yang dirangkai dengan jarak sekitar 1,5 meter.

Di bagian atas perahu ponton diberi alas, sehingga pengendara seperti melewati jalan biasa.

Masing-masing perahu diberi tali pengaman yang digantung.

Juga ada ban pelampung di setiap sisi sebagai antisipasi.

Jika air naik, maka jembatan ditambah satu rangkaian yang terdiri dari dua perahu.

Haji Endang bercerita awalnya jembatan itu hanyalah perahu eretan biasa.

Namun belajar dari pengalaman dan menerima masukan, jembatan tersebut menjadi seperti sekarang.

2. Dibangun sejak tahun 2010

Pembuatan jembatan ini bermula pada 2010 lalu.

Saat itu, seorang tokoh Dusun Rumambe menyampaikan permintaan kepada Haji Endang.

"Karena jalan buntu, agar kampungnya enggak terisolasi maka perlu dibangun penyeberangan. Dulu ini tempat menyeberang kerbau," ujar dia.

Endang mengatakan, kala itu dirinya sempat meminta izin kepada Dadang S. Muchtar selaku Bupati Karawang masa itu.

Dia juga sempat menawarkan kerja sama dengan pemerintah daerah.

Akan tetapi, karena beberapa alasan, termasuk risiko, Dadang menyarankan Endang menjalankannya sendiri.

Baca juga: Siapa Haji Endang? Pemilik Jembatan Penyeberangan Raup Rp 20 Juta Per Hari, Kini Kehilangan Omzet

Baca juga: 6 Fakta Jembatan Milik Haji Endang, Beromzet Rp20 Juta per Hari hingga Rela Diambil Alih Pemerintah

3. Pernah karam 2014

Haji Endang bercerita tak semua warga desa Parungmulya setuju dengan pembangunan jembatan tersebut.

"Enggak semua warga mendukung. Ada yang takut nanti banyak maling dan lain-lain. Tapi sebagian besar tokoh mendukung," ucapnya.

Singkat cerita, ia membangun jembatan yang berbahan kayu.

Pada 2014, jembatan itu pernah karam. Ia mengaku harus tiga kali mengganti perahu kayu.

Kejadian tersebut membuat Haji Endang dan pekerjanya memutar otak untuk memikirkan konsep jembatan penyebarangan yang aman.

Ia mengaku pernah tiga kali mengganti perahu kayu.

Kemudian teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.

Akhirnya tercetuslah ide untuk menggunakan besi atau perahu ponton.

"Kita otodidak aja. Kita pikirkan juga safety-nya,"

Baca juga: Siapa Haji Endang? Pemilik Jembatan Penyeberangan Raup Rp 20 Juta Per Hari, Kini Kehilangan Omzet

Baca juga: 6 Fakta Jembatan Milik Haji Endang, Beromzet Rp20 Juta per Hari hingga Rela Diambil Alih Pemerintah

4. Modal Rp 5 miliar

Endang menuturkan, pembuatan jembatan itu membutuhkan modal mencapai Rp 5 miliar.

Ia mengaku harus beberapa kali meminjam ke bank.

Kini, jembatan tersebut menjadi akses mobilitas warga.

Warga yang melintasi jembatan perahu dikenai tarif Rp 2.000.

"Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari," ungkapnya.

Menurut Haji Endang, pemasukan tersebut dipakai untuk biaya operasional sebesar kurang lebih Rp 8 juta per hari.

Biaya operasional tersebut untuk perawatan, penerangan, hingga upah pekerja.

"Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini," terangnya.

5. Niat menolong orang, dilewati ribuan karyawan pabrik

Haji Endang bercerita, awalnya dia tak niat berbisnis dan hanya ingin menolong warga.

Namun setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu.

Sejak jembatan penyeberangan itu dibangun, ekonomi di sekitarnya pun turut tumbuh.

Banyak warga berjualan di pinggir jalan.

"Sepanjang jalan banyak warga yang jualan," kata dia.

Selain itu, Endang juga merekrut 40 warga sebagai pekerjanya. Usianya pun tak dibatasi.

"Gajinya macem- macem. Ada yang UMK ada yang tidak. Ada beberapa indikatornya. Misalnya lama kerja dan rajin tidaknya," kata dia.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Farida Farhan | Editor : Dheri Agriesta, Pythag Kurniati)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Fakta Jembatan Haji Endang, Ada Sejak Tahun 2010, Modal Rp 5 Miliar hingga Dirangkai dari 11 Perahu"

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved