Timor Leste
Warga China Berdatangan ke Timor Leste, Dirikan Restoran dan Rumah Bordil, Tak Jarang Saling Tipu
Sejak 20 tahun lalu, warga Timor Leste memutuskan untuk pisah dari Indonesia. Mereka berharap, kehidupan rakyat Timor Leste akan semakin membaik
TRIBUN-TIMUR.COM - Sejak 20 tahun lalu, warga Timor Leste memutuskan untuk pisah dari Indonesia. Mereka berharap, setelah merdeka, kehidupan rakyat Timor Leste akan semakin baik.
Nyatanya, hal itu tidak seperti yang mereka harapkan. Negara itu justeru menjadi salah satu negara termiskin di dunia.
Sebagian besar warganya jadi pengangguran. Hal ini lantaran usaha kecil banyak dikuasai oleh para pendatang, khususnya pendatang dari Tiongkok. Akibatnya, banyak warga Timor Leste yang pontang pantin mencari kerja dan makan di luar negeri.
Penduduk muda usia 15-24 tahun di Bumi Lorosae memilih mencari pekerjaan di Eropa.
Kaum muda yang jumlahnya hanya 20 persen itu diketahui antre di depan Kedutaan Besar Portugal di Dili demi mendapat paspor Portugal.
Selain masalah pengangguran, harga bahan makanan juga terbilang tinggi.
Harga rata-rata untuk sekali makan di restoran-restoran di Timor Leste mencapati USD 3 atau setara Rp 42 ribuan.
Bahkan, harga air mineral berukuran 330 ml dihargai USD 0,67 atau Rp 9.400 yang mana hampir 2 kali lipat daripada di Indonesia.
Hubungan Timor Leste dan Tiongkok akhir-akhir ini pun terus menjadi perbincangan publik.
Karena tidak hanya memberikan pinjaman saja.
Namun ternyata, kedatangan 4 ribu masyarakat Tiongkok juga ada maksud lain.
Kini, terkuak alasan 4.000 masyarakat China pindah ke Timor Leste.
Tak disangka, China rupanya juga menyediakan banyak biaya pembangunan bagi Timor Leste.
Selain memberikan pinjaman utang dalam proyek Tasi Mane, diketahui ada 4.000 orang China yang menetap di Timor Leste dan mendirikan basis ekonomi, mulai dari skala kecil hingga besar.
Diwartakan South China Morning Post, di Plaza Timor, nyaris semua toko dan tempat perbelanjaan dimiliki oleh orang Tionghoa.